JANGAN GUNAKAN BAJU BARAT KEDODORAN[1]
Jambi, Suara Karya
Presiden Soeharto minta diwaspadainya unsur-unsur atau kelompok masyarakat yang kurang puas atau kurang sabar dengan hasil pembangunan, kemudian berbuat sesuatu yang bisa mengganggu stabilitas nasional, bahkan mungkin merusak yang telah dibangun selama ini. Sebab, mereka ini seolah-olah ingin menegakkan demokrasi dan hak asasi manusia dengan ukuran Barat.
Pikiran-pikiran yang tidak realistis ini, menurut Kepala Negara agar diwaspadai sehingga masyarakat tidak terpancing. Penegasan ini dikemukakan Kepala Negara dalam temu wicara dengan masyarakat Jambi. seusai meresmikan Jalan Lintas Timur Sumatera sepanjang 212 Km di Desa Mandala Barat, Kabupaten Batanghari, Jambi. Keberadaanjalan ini menghemat waktu perjalanan dari 9 jam menjadi 3 jam bila dibandingkan dengan menggunakan jalur Tengah Batas Sumsel-Sarolangun-Batas Sumbar. Dalam waktu dekat, mas jalan senilai Rp 51,3 milyar ini akan tersambung dengan mas jalan di Provinsi Riau yang panjangnya sekitar 650 Km.
Jika selesai seluruhnya, panjang Jalan Lintas Timur Sumatera hampir mencapai 2.500 Km. Jalan ini akan menghubungkan 6 dari 8 provinsi di Sumatera, yaitu Provinsi Lampung, Sumsel, Jambi, Riau, Sumut dan Aceh.
Kepala Negara mengingatkan, sebagai orang Timur, maka ukuran yang kita gunakan adalah ukuran Timur. Jangan menggunakan bajunya orang Barat karena dengan sendirinya akan gedombyo ngan (kedodoran-red), terlalu besar, seperti memedi (hantu -red) di sawah sehingga bisa ditertawai orang-orang.
Menurut Presiden, hasil pembangunan selama inisangat rnenggembirakan, bahkan semua negara berkembang dan negara maju sangat mengagurni dan hendak menim Indonesia .Meski masih terdapat 25 juta rakyat yang hidup dibawah garis kemiskinan, kata Kepala Negara ,jan gan lalu berpikir bahwa seolah-olah pernbangunan selama ini tidak ada hasilnya.
Gejolak
Kurang sabarnya msyarakat menunggu hasil-hasil pernbangunan kata Presiden, dapat rnenirnbulkan gejolak dalam masyarakat. Tantangan yang bertambah besar ini hanya dapat diatasi dengan kukuhnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa.
Kukuhnya rasa persatuan dan kesatuan bangsa harus terns ditingkatkan dalarn PJP II sekarang ini. Sebab, dalam era tinggallandas tantangan pernbangunan yang dihadapi juga bertambah besar.
Ke luar, bangsa Indonesia harus rnenghadapi persaingan yang rnakin ketat dengan bangsa-bangsa lain karena bertambah kuatnya arus globalisasi. Ke dalam, karena meningkatnya harapan masyarakat terhadap pernbangunan maka sebagian di antara masyarakat kurang sabar rnenunggu hasil-hasil pernbangunan.
“Hal-hal tadi tidak menutup kemungkinan timbulnya gejolak dalam masyarakat kita,” kata Kepala Negara.
Hanya dengan persatuan dan kebersarnaan, bangsa Indonesia akan dapat mengatasi tantangan yang bertambah besar tersebut. Dalam PJP II inipernbangunan dipacu sehingga masyarakat dapat hidup sejahtera dan sejajar dengan bangsa-bangsa lain yang lebih maju.
Presiden optimis, tahun 2000 nanti Indonesia setidak-tidaknya dapat sejajar dengan Korea Selatan, Taiwan, Singapura, dan Hongkong jika pembangunan tetap berjalan baik seperti sekarang ini. Namun semuanya itu tergantung dari bangsa Indonesia sendiri. Bila kemudian hasil-hasil pembangunan dirusak sendiri dengan bermacam harapan yang sebetulnya tidak ada landasannya, yang menimbulkan kerusuhan sehingga menghancurkan apa yang telah dicapai, bangsa Indonesia akan mengalami kemunduran. Karena itu, persatuan dan kesatuan harus dipelihara sehingga Trilogi Pembangunan yaitu stabilitas nasional, pertumbuhan dan pemerataan terus menerus dapat dijamin pelaksanaannya.
Seusai peresmian jalan, Kepala Negara meresmikan Taman Bina Balita Kasih lbu, Sanggar Kerajinan Selaras Pinang Masak, Wisma Balik dan Kerajinan Seri Tanjung. Hadir dalarn kesempatan itu lbu Tien Soeharto, Menteri PU Radinal Moochtar dan Gubernur Jambi Abdurrachman Sayoeti.
Memperkuat Persatuan
Bertambah banyaknya jalan yang rnenghubungkan daerah satu dengan lainnya mendorong peningkatanmobilitas penduduk Ini akan meningkatkan pula silaturahmi, Pembangunan prasarana perhubungan, khususnya jalan beserta jemb atan memerlukan biaya yang besar. Padahal dana pembangunan tetap terbatas. Karena itu, pembangunan jalan diutamakan pada jalan-jalan yang menghubungkan daerah produksi dengan daerah pemasaran dan pelabuhan. Jalan-jalan raya harus dibangun untuk menembus daerah-daerah yang selama ini masih terpencil. Dengan pembangunan jalan, seluruh daerah diharapkan dapat bangkit dan membangun dirinya. Jalan Lintas Timur Sumatera bukan saja penting bagi kehidupan ekonomi di provinsi-provinsi yang dilalainya tetapi juga bagi peningkatan kerja sama dengan bangsa-bangsa tetangga di Asia Tenggara. Jalan lintas ini merupakan bagian dari “Trans ASEAN Highway”. Melalui jalan inilah barang-barang dan penurnpang dari negara negara ASEAN akan diangkut ke Indonesia dan sebaliknya. Sangat jelas bahwa jalan yang demikian mempunyai peranan strategis dalam kehidupan bangsa.
Sumatera adalah salah satu tumpuan harapan perkembangan ekonomi Indonesia. Pulau besar ini memiliki sumber daya alam yang melimpah, tambang yang tidak sedikit, hutan lebat dan pertanian luas. Hasil perkebunannya karet, kopi, lada, kelapa sawit dan kayu manis terkenal di pasaran dunia. Sumatera akan menjadi lumbung padi jika dataran rendahnya yang luas dimanfaatkan sebaik-baiknya dan untuk persawahan pasang surut.
Selesainya pembangunan ruas jalan di Jambi, ujar Kepala Negara, membuka kesempatan makin besar masyarakat di provinsi itu untuk lebih giat membangun, guna meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraannya. Agar jalan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya, perlu ditingkatkan kerja sama antara kalangan pemerintahan, dunia usaha dan masyarakat luas.Hendaknya jalan dimanfaatkan sebagai sarana untuk menggali potensi sumber daya alam yang masih terpendam, mengembangkan desa yang belum maju dan tertinggal,menyalurkan angkutan bahan baku, angkutan hasil produksi ke pusat – pusat pelayanan dan pelabuhan.
Sumber: SUARAKARYA ( 16/05/1994)
__________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 53-55