JANGAN PERTENTANGKAN PERANAN SOSPOL ABRI DENGAN DEMOKRASI

JANGAN PERTENTANGKAN PERANAN SOSPOL ABRI DENGAN DEMOKRASI

Penegasan Presiden Soeharto Di AKABRI

TUGAS KEKARYAAN ABRI TIDAKBOLEH MENJADI SEMACAM PENYALURAN TENAGA

SIDEN Soeharto menegaskan, peranan ABRI sebagai kekuatan sosial Politik sama sekali tidak harus dipertentangkan dengan demokrasi. Peranan sosial politik ABRI harus dilihat dalam sejarah dan pertumbuhan Bangsa Indonesia, kata Kepala Negara, Senin kemarin, di Magelang, pada upacara prasetia 336 perwira remaja lulusan AKABRI tahun 1981.

"Jangan kita mengukur danmenilai peranan Sosial politik ABRI itu dengan ukuran­ukuran lain dan dengan ukuran-ukuran demokrasi negara lain. Panggilan tugas ABRI adalah melaksanakan peranannya sebagai kekuatan sosial politik sebaik-baiknya, sehingga demokrasi berdasarkan Pancasila benar-benar dapat tumbuh subur di negeri ini."

Menurut Presiden, peranan ABRI yang besar dalam melaksanakan dwifungsi tidak boleh diukur dengan jumlah anggota ABRI yang ditugaskan pada bidang pemerintahan sipil, yang dikenal sebagai tugas-tugas kekaryaan.

Tugas kekaryaan ABRI ini tidak boleh salah arah menjadi semacam penyaluran tenagaABRI ke sektor­sektor di luar ABRI, kata Presiden Soeharto menegaskan.

"Tugas-tugas kekaryaan ABRI harus ditujukan untuk mengamankan dan mendinamiskan sektor-sektor di luar ABRI. Karena itu tugas-tugas kekaryaan ABRI sungguh merupakan tugas yang tidak ringan".

Siapkan Diri

Ditekankannya masalah dwi-fungsi ABRI ini di hadapan para perwira remaja, menurut Presiden Soeharto, sebab di tahun-tahun yang akan datang merekalah yang akan memberi isi kepada dwifungsi ini. Para perwira remaja ini perlu menyadari bahwa banyak perubahan yang akan terjadi dalam masyarakat Indonesia di tahun-tahun mendatang, ujar Kepala Negara.

Ia mengatakan, perubahan-perubahan itu memang harus terjadi karena masyarakat Indonesia bertambah maju dan makin terbuka.

"Karena itu, kalian mulai sekarang juga hendaknya menyiapkan diri agar mampu melaksanakan peranan ABRI sebagai kekuatan sosial politik, di samping sebagai kekuatan pertahanan keamanan," tambah Presiden Soeharto.

Sebagai kekuatan pertahanan keamanan, ABRI memang harus terus membangun dirinya agar mampu mengayomi rakyat, melindungi bangsa dan menjaga kedaulatan negara.

Perkembangan dunia sekarang tetap terasa serba tidak menentu, sehingga segala kemungkinan memang dapat terjad

"Ia menambahkan, sebagai bangsa yang cinta damai, Indonesia memang berusaha sekuat tenaga untuk memperkuat perdamaian dunia. ”Namun kita adalah bangsa yang berdaulat, yang dalam pembukaan Undang-Undang Dasar menegaskan bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Karena itu, justru untuk mempertahankan kemerdekaan nasional, kita wajib selalu siap siaga."

Tidak Ringan

Sebelumnya, Presiden Soeharto mengatakan, tugas dan tanggung-jawab ABRI di masa depan sungguh tidak ringan. Bangsa Indonesia akan meningkatkan pembangunannya di tahun-tahun mendatang, ujar Kepala Negara.

"Dalam pembangunan peranan ABRI tetap diharapkan, baik untuk mendorong pembartgunan itu sendiri maupun untuk mengamankan pembangunan bangsa dalam arti seluas-luasnya."

Menurut Presiden, pembangunan dalam arti luas itu, karena di dalamnya terkandung pembangunan politik, pembangunan ekonomi pembangunan sosial budaya dan pembangunan pertahanan keamanan. ltulah sebabnya tugas ABRI tetap besar dan harus pula dapat melaksanakan dwifungsi sebaik-baiknya, tambah Presiden Soeharto.

Ia menekankan, ABRI adalah kekuatan perjuangan, yang tanpa kenal menyerah membela dan menegakkan ideologi negara yaitu Pancasila. Kesetiaan ABRI terhadap Pancasila dan Undang Undang Dasar "45 tidak dapat ditawar-tawar lagi.

Dikatakan sikap yang harus mencerminkan pengamalan Pancasila, harus tertanam dalam jiwa setiap prajurit jika dalam menghayati dan mengamalkan Pancasila ini sekarang telah dirniliki P4, hendaknya setiap prajurit dapat menjadi contoh masyarak:at dalam melaksanakan P4 (Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila), demikian Presiden Soeharto.

336 Perwira Baru

Dalam cuaca cerah Senin pagi di lapangan Sapta Marga AKABRI Darat Magelang, Presiden Soeharto melantik 336 perwira remaja ABRI. Mereka terdiri 154 perwira TNI-AD, 38 perwira TNI-AL, 48 perwira TNI-AU dan 96 perwira Polri.

Mereka adalah angkatan tahun 1977 yang semula berjumlah 385 orang. Dari jumlah itu, 346 mampu mencapai tingkat terakhir. Tetapi yang dilantik hanya 336 perwira, karena sepuluh di antara mereka gagal dalam ujian. Dua langsung dikeluarkan, karena kesehatan kurang baik dan delapan lainnya masih dibolehkan mengulang setahun lagi.

Meskipun Gunung Tidar dibelakang tempat upacara terlihat hijau, karena penuh pepohonan, namun sinar matahari terasa sangat terik menyengat. Tak kurang dari dua perwira remaja terjatuh, ketika upacara pengambilan sumpah berlangsung.

Kepala Negara juga terpaksa mengulang satu kali kata-kata dalam sumpah, karena para perwira remaja tersebut keliru dalam memotong kalimat Presiden Soeharto yang ingin segalanya berlangsung tertib menurut ketentuan, meminta agarpara perwira remaja tersebut mengulang kata-kata yang salah potong.

Para keluarga perwira memadati tempat upacara. Meskipun demikian, dalam panggung utama untuk undangan, terlihat sedikit tamu. Hal ini menyebabkan pemandangan terasa timpang, karena persis di sebelah kanan tempat duduk Kepala Negara, terlihat banyak tempat duduk dibiarkan kosong.

Dinas Penerangan AKABRI mengungkapkan sekitar 50 undangan dari Hankam ternyata tidak dapat hadir. Diduga mereka sibuk dengan persiapan Latihan Gabungan ABRI di Indonesia Timur.

Upacara pengambilan sumpah kali ini merupakan yang ke-II kalinya. Sampai saat ini lulusan AKABRI berjumlah 8.533 perwira remaja. Mereka terdiri 3.366 TNI­ AD, 1.339 TNI-AL, 1.707 TNI-AU dan 2.121 Polri.

Perbedaan dengan acara serupa di tahun lalu, adalah kali ini tidak ada pesawat terbang yang melintas di atas tempat upacara. Kecuali itu, mulai tahun ini AKABRl Kepolisian juga membuka kesempatan bagi para lulusan SMA jurusan non eksakta untuk memasuki AKABRI. (DTS)

Magelang, Kompas

Sumber: KOMPAS (24/03/1981)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 451-453.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.