JANGAN PERUNCING SOAL AGAMA – PRESIDEN [1]
Jakarta, Merdeka
PRESIDEN SOEHARTO menyerukan kepada segenap golongan masyarakat untuk jangan mencari2 perbedaan di antara mereka, lebih2 jangan menggunakan perbedaan agama untuk memperuncing perbedaan pendapat yang mungkin tirnbul diantara kita. Kepala Negara, mengemukakan hal tersebut ketika berpidato pada peringatan Isra’ dan Mi’raj Nabi Muhammad s.a.w. di Masjid Istiqlal, Jakarta Kamis malam.
Presiden menyatakan, apabila dicari2, maka jangankan perbedaan diantara orang2 yang berbeda agama akan mudah diketemukan, diantara orang2 yang se-agama-pun perbedaan pendapat tidak sulit didapatkan.
Dalam hubungan ini Kepala Negara mengajak untuk mencontoh jiwa besar dari Nabi Muhammad sendiri tatkala beliau memimpin masyarakat. Perbedaan agama tidak menjadi halangan sedikitpun bagi kerjasama dan persatuan masyarakat.
Peringatan Isra’s dan Mi’raj Nabi Muhammad tsb. dikunjungi oleh ribuan kaum Muslimin Indonesia diantaranya para menteri, Korps diplomatik dan pejabat2 tinggi negara.
Uraian tentang Isra’s dan Mi’raj disampaikan oleh K.H. Anwar Musadded, dosen lAIN Sunan Gunung Jati, Bandung dan sambutan Menteri Agama Mukti Ali.
Bahaya Besar
Presiden Soeharto memperingatkan, bahwa ketegangan diantara pemeluk agama yang berbeda akan menimbulkan bahaya yang sangat besar bagi keselamatan masyarakat dan keselamatan manusianya, dan jelas pula tidak akan memungkinkan kita untuk membangun.
Kepala Negara mengajak segenap hadirin untuk merenungkan se-dalam2nya, bagi kita membentuk negara yang berdasarkan Pancasila adalah guna melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. “Negara Pancasila menghendaki persatuan yang meliputi segenap bangsa Indonesia; mengatasi segala paham golongan, mengatasi segala paham perseorangan.”
Pertemuan2 Keagamaan
Kepala Negara menegaskan, dasar negara Indonesia berdasarkan YME maka kehidupan keagamaan harus kita tumbuh suburkan dalam masyarakat.
“Karena itu juga kurang ada alasan apabila sebagian dari kita merisaukan adanya pertemuan2 keagamaan baik yang bersifat nasional maupun internasional disini.”
Dikemukakan, bahwa dalam arti menumbuh suburkan kehidupan keagamaan itu kita pada dasamya menyambut baik adanya pertemuan2 keagamaan diantara pemuka2 agama Islam atau Nasrani atau Hindu dan Budha. “Sudah barang tentu pertemuan2 itu harns jelas mempunyai tujuan yang konstruktif buat pertumbuhan agama serta tidak merugikan kepentingan nasional.”
“Malahan, demikian Presiden, “kita akan lebih bergembira dan menganggap bermanfaat apabila ada pertemuan2 antara pemuka2 semua ummat beragama untuk ber-sama2 menumbuhkan, saling pengertian dan ber-sama2 berusaha dengan cara bagaimana ummat beragama makin giat mengambil bagian dalam pembangunan masyarakat kita ini.”
Tenggang Rasa
Presiden sekali lagi dalam pidatonya itu memintakan, bahwa demi berhasilnya pembangunan, maka harns diusahakan betul2 agar supaya terpelihara suasana hidup rukun, tenggang rasa dan hormat menghormati diantara sesama penganut kepercayaan terhadap Tuhan YME serta meningkatkan amal dalam ber-sama2 membangun masyarakat.
“Marilah kita pupuk rasa hormat menghormati dan percaya mempercayai, menghindarkan perbuatan2 yang mungkin menyinggung perasaan orang lain.”
Agar jangan sampai mengganggu perasaan golongan lain, Presiden memintakan supaya dalam penyiaran agama diusahakanjangan sampai ditujukan kepada orang yang sudah beragama. (DTS)
SUMBER: MERDEKA (19/08/1974)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku III (1972-1975), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 507-508.