JANGAN SAMPAI KEMAJUAN IBT TIDAK DINIKMATI RAKYATNYA

JANGAN SAMPAI KEMAJUAN IBT TIDAK DINIKMATI RAKYATNYA

 

 

Jakarta, Kompas

Presiden Soeharto mengingatkan, dalam menyusun rencana pembangunan aspek kelautan Indonesia bagian timur (IBT), terutama hams ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan harkat hidup rakyat IBT. Jangan sampai kemajuan yang kemudian berhasil diwujudkan, tidak dapat dinikmati oleh rakyat IBT, atau membuat mereka kehilangan mata pencahariannya.

Hal itu ditekankan Kepala Negara ketika membuka Seminar Departemen Hankam tentang “Pembangunan Aspek Kelautan di Indonesia Bagian Timur” di Istana Negara, Senin (25/6).

“Banyak pelajaran yang telah kita peroleh dari pelaksanaan pembangunan selama ini. Kita hendaknya dapat memanfaatkan semua pengalaman yang baik itu dalam merencanakan dan melaksanakan pembangunan Indonesia bagian timur,” tambahnya.

Presiden berharap, dalam merumuskan setiap program hendaknya selalu memperhatikan doktrin Wawasan Nusantara dan doktrin Ketahanan Nasional, yaitu bahwa program itu berkait dalam satu sistem nasional yang mengutamakan kesatuan dan persatuan Indonesia. Program-program itu juga harus berkait antara satu sektor dengan sektor lainnya, dan antara satu daerah dengan daerah lainnya. Dengan demikian dapat ditingkatkan ketahanan nasional. Selain itu, program tersebut hendaknya juga tidak merusak ekosistem tiap pulau yang ada.

 

Pembangunan Infrastruktur

Menurut Presiden Soeharto, memperhatikan kondisi Indonesia bagian timur sekarang ini selain pembangunan sumber daya manusia, maka pembangunan infrastruktur memerlukan perhatian utama. Infrastruktur yang baik akan membuka peluang untuk pengembangan bidang-bidang pembangunan lainnya. Di wilayah itu terbuka peluang membuka industri yang memanfaatkan potensi kekayaan alam. “Potensi perikanan, pariwisata, petemakan, pertanian, perkebunan, kehutanan, dan pertambangan merupakan tantangan yang perlu ditangani dengan sungguh-sungguh,” tegasnya.

Yang tidak kalah penting dan harus diperhatikan sungguh­sungguh, menurut Kepala Negara, adalah peran serta raky dalam pembangunan. Karena itu, penting sekali mendorong bangkitny a prakarsa, kreativitas, dan partisipasi seluas-luasnya dari semua lapisan dan golongan masyarakat. Di bagian lain sambutannya Presiden Soeharto juga memuji Departemen Hankam dan ABRI yang memprakarsai seminar ini, yang bertujuan untuk menyusun rencana pembangunan Indonesia bagian timur secara konkret menyeluruh, dan terpadu.

“Seminar ini membuktikan untuk kesekian kalinya, bahwa peranan sosial politik ABRI selalu disumbangkan bagi pemecahan masalah­masalah besar dan mendesak yang dihadapi oleh bangsa dan negara,” demikian Presiden Soeharto.

 

Dua Tahap

Menhankam LB Moerdani melaporkan, kegiatan seminar yang akan berlangsung dua tahap. Tahap pertama berup a seminar yang berlangsung 25-27 Juni di Panti Perwira Jl. Prapatan, Jakarta Pusat, membahas makalah awal yang diikuti sekitar 345 peserta. Makalah itu merupakan karya bersama antara kalangan ABRI, pemerintah pusat, pemda di Indonesia bagian timur, swasta, cendekiawan, serta kalangan perguruan tinggi.

Sedangkan tahap kedua berupa lokakarya yang berlangsung di Seskoal di Cipulir, Jakarta Selatan. Lokakarya merupakan forum diskusi teknis untuk memperoleh konsep makro serta program pembangunan aspek kelautan.

Seminar dan lokakarya itu merupakan upaya Dephankam menjabarkan kerangka pemikiran strategist entang konsep pembangunan kelautan pembangunan jangka panjang kedua yang sebelumnya telah dihasilkan oleh sekitar 250 orang dari unsur ABRI, pemerintah, swasta, cendekiawan serta perorangan.

Ditambahkannya, seminar dan lokakarya akan memfokuskan pembicaraan pada Repelita VI dan VII. Pembahasan akan membatasi pada bidang perikanan, pariwisata bahari, perhubungan laut, industri perkapalan dari maritim serta pertambangan dan energi kelautan. Selain itu juga akan dibahas peningkatan kualitas sumberdaya manusia dalam sorotan mengenai masalah kependudukan, pendidikan dan transmigrasi.

Dalam acara pembukaan, hadir antara lain Mensesneg Moerdiono, Pangab Jenderal Try Sutrisno, KASAD Jenderal Edi Sudrajat, KSAL Laksamana Madya M. Arifin, KSAU Mansekal Madya Siboen, dan Kapolri Jenderal M. Sanoesi.

 

Kebutuhan Mendesak

Pangab Jenderal Try Sutrisno dalam makalahnya antara lain menekankan bahwa pembangunan IBT, khususnya yang menyangkut kelautan, telah merupakan kebutuhan mendesak. ABRI dalam peranannya sebagai kekuatan Hankam maupun sebagai kekuatan sospol merasa terpanggil untuk menyumbangkan pemikiran berupa konsepsi pembangunan nasional pada umumnya dan aspek kelautan pada khususnya.

Ia menjelaskan, keberhasilan pembangunan di IBT sangat diperlukan bagi pencapaian tujuan nasional. Indonesia telah memiliki banyak pengalaman pembangunan,namun masalah pokok yang selama ini masih dirasakan memerlukan perbaikan adalah belum mantapnya efisiensi dan efektivitas dalam pelaksanaannya. Kelemahan yang dalam prakteknya masih perlu mendapat perbaikan tersebut, antara lain pemilihan lokasi lempat pembangunan yang kurang tepat, kurangnya keterpaduan antara pembangunan yang satu dan yang lain, dan masih kurangnya bobot keserasian antara aspek kesejahteraan dan aspek Hankam.

“Oleh karena itu, saya mengharapkan agar strategi pembangunan apa pun yang akan dianut di IBT hendaknya menggunakan analisa doktrin dasar nasional, yaitu wawasan nusantara dan ketahanan nasional ,” kata Pangab.

Dikemukakan , pembangunan aspek kelautan di IBT harus dapat menjamin tercapainya peningkatan partisipasi aktif masyarakat. Untuk itu pembangunan hendaknya jangan hanya sekadar “berorientasi target”,tapi harus diarahkan pula pada tercapainya keseimbangan antara pembangunan potensi sumber daya manusia dengan sumber daya lainnya.

Pembangunan, kata Jenderal Try, juga menuntut adanya keseimbangan antara kepentingan aspek kesejahteraan dan aspek hankam guna mewadahi saling ketergantungan antara kedua aspek tersebut. Arah pembangunan hendaknya ditujukan pada pemanfaatan potensi laut, yang meliputi pembangunan perikanan, pariwisata bahari, industri maritim serta pembangunan pertambangan dan energi laut.

Selain Pangab, prasaran juga diberikan oleh pakar ekonomi Prof. Dr. Soemitro Djoyohadikusumo dan KSAL Laksamana Madya M. Arifin.

 

 

Sumber :KOMPAS(26/06/1990)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XII (1990), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 285-289.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.