Janganlah Nila Merusak susu

Surabaya, 8 Juni 1998

Kepada

Yth. Ayahanda H.M. Soeharto

di Jakarta

 

JANGANLAH NILA MERUSAK SUSU[1]

Assalamu’alaikum wr. wb.

Sembah sungkem katur Ayahanda….

Ayahanda mungkin akan bertanya-tanya siapakah atau anak dari mana Ananda ini Nuwun sewu sanget Ayahanda, Ananda memang bukan anak kandung Ayahanda, tapi Ananda anak kandung bangsa dan negara Indonesia. Bangsa dan negara yang telah Ayahanda pimpin selama + 32 tahun.

Bagi Ananda, Ayahanda juga merupakan ayah kandung Ananda. Ayah yang telah mengemudikan bahtera bangsa dan negara Indonesia “rumah tangga,” bangsa dan negara Indonesia. Ananda lahir, makan, minum, tinggal, dan hidup di bumi Indonesia. Dari mulai belum bisa apa-apa hingga tumbuh dan berkembang hingga dewasa, sempat mengenyam pendidikan perguruan tinggi hingga selesai itu semua tentunya tak lepas dari usaha jerih payah dan jasa-jasa Ayahanda.

Kami anak-anakmu, cucu-cucumu, dan cicit-cicitmu, berusaha menyerahkan segala daya, upaya, harta tenaga, dan pikiran, atau apapun yang bisa kami sumbangkan demi membantu meringankan beban yang begitu beratnya Ayahanda pikul selama ini, demi cinta Ayahanda pada kami, bangsa dan negara Indonesia. Kami amat bangga pada Ayahanda yang telah membawa kami semua menjadi bangsa yang mampu mencapai kemajuan ekonomi yang cukup pesat dan diakui dunia. Bahkan Ayahanda dianugerahi penghargaan sebagai Bapak Pembangunan Indonesia. Atas jasa Ayahanda pula kekayaan kami yang tidak seberapa nilainya pun dapat menjadi berkembang pesat di bawah pengelolaan Ayahanda.

Namun apa daya, rupanya bahtera bangsa & negara kita saat ini sedang dilanda badai dahsyat yang hingga saat ini pun tak kunjung reda, ayahanda Banyak anggota keluarga, bahkan anak-anak, cucu­-cucu, & cicit-cicit Ayahanda yang menuding, bahkan memaki Ayahanda (meniko dalem nuwun sewu sanget …). Sebagai anakmu, anandapun merasa ngenes apabila Ayahanda mendapat perIakuan seperti itu. Bagi ananda Ayahanda hanyalah manusia biasa seperti juga saudara-saudara lainnya yang pasti tidak pernah luput dari salah, khilaf, ataupun alpa. Karenanya ananda tidak mau “karena nila setitik rusak susu sebelanga”.

Ananda sungguh tidak rela, Ayahanda dipojokkan dengan tuduhan-­tuduhan yang tidak pantas menyangkut harta titipan kami itu (yang sesungguhnya semua itu tidak ada nilainya bila kita sudah kembali kepada Rahmatulloh), karena saya yakin dan tahu betul, Ayahanda adalah ayah yang arif lagi bijaksana, dan penuh cinta kasih pada anak­anak, cucu-cucu, dan cicit-cicitnya.

Sekali lagi, tolonglah kami Ayahanda ….

Dan sekali lagi, nuwun sewu Ayahanda apabila bahasa ananda kurang berkenan di hati Ayahanda. Namun dengan penuh harapan ananda akan menunggu fatwa dan balasan atas surat ananda ini dari Ayahanda langsung.

Matur nuwun sanget katur Ayahanda

Do’a ananda selalu menyertai langkah Ayahanda ……

(Selamat Ulang Tahun buat Ayahanda dari Ananda). (DTS)

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Andriana Rijanti, S. Arsitektur

Surabaya Selatan.

[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 20-21. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.