JEPANG PERTIMBANGKAN SEGERA MEMULAI DIALOG UTARA-SELATAN

JEPANG PERTIMBANGKAN SEGERA MEMULAI DIALOG UTARA-SELATAN[1]

 Tokyo, Pelita

 

Jepang akan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh, dan mencari cara untuk memulai dialog Utara-Selatan dan sepenuhnya akan berkonsultasi dengan Presiden Soeharto. Hal itu diungkapkan Perdana Menteri Jepang Kiichi Miyazawa dalam pertemuannya dengan presiden Soeharto Senin (8/9).

Pertemuan itu sendiri, menurut Mensesneg Moerdiono, dapat dianggap sebagai bagian dari dialog Utara-Selatan demikan wartawan Pelita. A. Basori melaporkan dari Tokyo semalam. sebagai salah satu negara dalam Kelompok G7 (kelompok negara industri maju, Red), Jepang sangat memperhatikan suara dari Indonesia sebagai ketua Gerakan Non Blok (GNB), maupun pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan oleh Presiden Soeharto sebagai Kepala Negara Indonesia untuk melaksanakan dialog Utara-Selatan.

“Presiden Soeharto menjelaskan kepada PM Miyazawa hasil KTT ke-10 dan memberikan penjelasan mengenai hasil-hasil KTT ke 10 GNB kepada negara anggota G7 yang lain.” kata Mensesneg, tadi malam di Imperial Hotel lantai 16, Tokyo.

Ditempat itu juga bermalam Presiden dan Ny. Tien Soeharto serta delegasi resmi Indonesia yang mengadakan kunjungan kerja tiga hari di negeri itu.

Pada hari pertama kunjungan kerja Presiden Soeharto (27 September) tidak ada acara resmi, setelah menempuh perjalanan New York-Tokyo selama 14 jam 30 menit, sedangkan pada hari kedua Presiden dan Ny. Tien Soeharto diundang santap siang priabadi oleh Kaisar Akhito dan permaisuri Michiko. Dalam santap siang itu diundang pula putri keempat Presidem, Ny. Siti Hediyanti Herijadi yang juga berada di Jepang.

petang harinya, Persiden yang didampingi Menteri/Sekretaris Negara Moerdiono dan penasihat pemerintah untuk bidang ekonomi Prof. Dr. Widjojo Nitisastro dan Dubes RI untuk Jepang Poedji Koentarso dan beberapa pejabat tinggi Indonesia, mengadakan pertemauan yang berlangsung dua jam di kantor PM Jepang. PM Jepang didampingi oleh Sekretaris Kabinet Jepang Koichi Kato, Dubes Jepang untuk Ki Michihiko Kunihiro dan beberapa pejabat tinggi Jepang lainnya.

Menurut Mensesneg reaksi PM Miyazawa antara lain, Jepang akan mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh bagaimana caranya untuk memulai dialog Utara-Selatan dan sepenuhnya akan berkonsultasi dengan Presiden Soeharto. “Pertemuan petang tadi, dianggap sebagai bagian dari dialog Utara-Selatan,” kata Moerdiono.

Presiden Soeharto tidak secara spesifik menyebutkan bahwa ia sebagai ketua Gerakan Non Blok untuk diundang hadir di Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G7, tapi Presiden menyampaikan hasil-hasil KTT GNB ini pada PM Jepang bahwa Presiden Soeharto mempunyai keinginan untuk memberi tahu hasil KTT GNB kepada negara-negara anggota G7 lainnya.

“Kedua pimpinan pemerintahan membicarakan dan menyatakan puas atas hubungan bilateral yang berlangsung sangat baik antara kedua negara. Presiden Soeharto secara khusus menyampaikan terima kasih dan menyampaikan penghargaan atas pengertian Jepang dan perhatian Jepang yang besar dalam ikut serta membantu Indonesia dalam melaksanakan pembangunan, ” kata Mensesneg.

Presiden, dalam kesempatan itu menyampaikan pula terima kasih Indonesia atas bantuan dan peran Jepang yang mempelopori berlangsungnya sidang Consultative Groupfor Indon esia (CGI) yang pertama di Paris, Perancis bulan Juli yang lalu, sebagai pengganti IGGI, lanjut Mensesneg.

Dalam pertemuan itu, kata Mensesneg, Presiden Soeharto menekankan peran Jepang dalam membantu ekonomi Indonesia dapat dilihat dari dua sudut. Pertama, bantuan pinjaman. Kedua, lnvestasi. “Keduanya berperan sangat positif dalam membantu  perekonomian Indonesia.”

Presiden ujar Mensesneg mengharapkan tahun-tahun mendatang peran Jepang lebih ditingkatkan lagi Presiden juga menekankan bahwa tahun-tahun mendatang In­donesia ingin meningkatkan jumlah dari peran ekspor non migas bagi masa pertumbuhan ekonomi Indonesia di masa mendatang.

“Sikap Indonesia untuk meningkatkan ekspor non migas ini dipenuhi sepenuhnya dan disetujui sepenuhnya oleh PM Jepang bahkan ia mengatakan niat Indonesia juga menjadi kepentingan Jepang pula jika Indonesia berkeinginan demikian,” kata Mensesneg.

Khusus mengenai ekspor nonmigas ini. Presiden Soeharto menjelaskan kebijakan deregulasi dan debirokratisasi dan dijelaskan tentang pengendalian pinjaman komersial luar negeri.

“PM Jepang juga mengamati bahwa KTT ke-10 GNB di Jakarta mencerminkan adanya pertukaran pikiran yang sangat konstruktif antar anggotanya dan PM Jepang menjanjikan bahwa Jepang akan mernikirkan dengan sungguh-sungguh, bagaimana dapat ikut melaksanakan hasil KTT GNB itu,” kata Mensesneg.

PM Miyazawa dalam kesempatan itu menyampaikan penghargaan dan kekagumannya atas kepemimpinan Indonesia, khususnya terhadap kepemimpinan Presiden Soeharto dan mengharapkan ke pemimpinannya dalam GNB konstruktif selama tiga tahun mendatang.

Ditanya tentang isu di parlemen Jepang bahwa Jepang keberatan atas rencana Indonesia untuk membeli kapal perang, termasuk lima buah freegat dari Jerman untuk memperkuat pertahanan laut Indonesia. Mensesneg mengatakan, hal itu sama sekali tidak disinggung oleh PM Jepang meskipun pertemuan antara PM Miyazawa dan Presiden Soeharto berlangsung cukup lama.

Ditanya, apa dalam santap siang ada hal yang khusus disampaikan oleh Kaisar Akihito, Mensesneg mengatakan pertemuan itu yang merupakan santap siang pribadi merupakan pertemuan antara kedua sahabat demikian pula suasananya penuh persahabatan dan akrab.

Ditanya tentang dukungan Indonesia terhadap Jepang untuk duduk di Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa Bangsa (DK PBB), Mensesneg mengatakan, tidak ada dan sama sekali tidak dibahas tentang hal itu.

Tanggal 29 September yang merupakan hari terakhir kunjungan ketja Presiden Soeharto di Jepang, pada siang hari direncanakan akan menerima kunjungan kehormatan Menlu/Wakil PM Jepang Michio Watanabe bertempat di Hotel Imperial. Seusai menerima kunjungan kehormatan tersebut, rombongan kepresidenan RI tepat pukul 14.00 waktu setempat direncanakan akan lepas landas dari Bandara Haneda menuju Bandara Halim Perdanakusuma dengan lama penerbangan tujuh jam 10 menit, dan tiba di Jakarta tepat pukul21.10 WIB.

Sumber: PELITA (29/09/1992)

 

 

____________________________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 404-406.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.