Candi Lontar Wetan
Kepada
Yang Mulia Bapak Soeharto
KARENA NILA SETITIK [1]
Yang mulia Bapak Soeharto,
Sebelumnya saya mahan maaf dan ampun atas segala kelancangan saya berkirim surat kepada Bapak. Bagaimana keadaan Bapak?
Saya senantiasa berdo’a agar Bapak selalu diberi kekuatan, kesehatan dan keselamatan.
Walaupun begitu santer berita-berita yang dimuat mengenai Bapak, sedikitpun saya tidak percaya.
Kalau berita-berita itu mengenai putra-putri Bapak, saya tidak tahu. Tetapi kalau mengenai Bapak saya 100% tidak percaya. Terakhir saya melihat wajah Bapak di TV, yaitu pada waktu upacara tingkepannya Mbak Tata.
Beberapa saat yang lalu, pada waktu Bapak menyampaikan pidato pengunduran diri, saya langsung menangis Pak. Apalagi waktu saya melihat Bapak keluar dan hanya ditemani Mbak Tutut dan tidak ada yang mengawal. Rasanya hati ini menjerit, kenapa karena nila setitik rusak susu sebelanga.
Saya mahan maaf karena dalam keadaan seperti ini saya masih mau merepotkan Bapak. Begini Pak, anak saya yang no. 2, mahasiswa, terancam putus sekolah karena biaya. Padahal anak saya ini kemauan dan kemampuannya lebih dari saudara-saudaranya. Dan saya sendiri berkeinginan agar supaya anak-anak saya bisa sekolah setinggi-tingginya supaya nasibnya tidak seperti saya ini.
Suami saya pegawai Negeri golongan II, anak saya yang pertama sudah putus juga sekolahnya yang ketiga STM dan keempat SMA.
Tolonglah Pak, saya dibantu, karena saya sudah putus asa. Rumah yang saya tempati juga mau saya jual tetapi belum laku.
Apabila Bapak membantu saya dan ijinkan, saya ingin mengabdi kepada Bapak, ingin nyuwito kepada Bapak. Supaya jadi klop antara bantuan Bapak dan pengabdian saya menjadi pembantu Bapak. Karena untuk menjadi TKW pun sekarang ini pakai biaya dan saya tidak punya.
Bapak Soeharto yang saya hormati,
Saya sungguh menunggu dan mengharapkan uluran tangan Bapak, agar anak saya bisa melanjutkan kuliahnya. Saya ingin punya putra-putri seperti Bapak, hidupnya mapan, ganteng-ganteng, cantik-cantik dan berbakti kepada orangtua.
Sampai di sini dulu surat ini, mohon ampun dan maaf
Semoga Tuhan membuka mata hati orang-orang yang telah berkhianat kepada Bapak.
Amin. (DTS)
Terima kasih dan saya mohon maaf
Ny. Endang S.
Surabaya
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 379-380. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.