KE SARAJEVO MEMENUHI PANGGILAN TUGAS [1]
Jakarta, Kompas
Saat-saat itu memang sangat menegangkan betapa tidak! Hari-hari sebelum kunjungan ke Sarajevo, ketegangan bersenjata di kawasan itu meningkat. Bahkan sehari sebelumnya, pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akashi ditembaki dengan senapan mesin ringan sampai bolong, ketika hendak mendarat di bandara Sarajevo. Sampai setengah jam sebelum berangkat saja, sejumlah anggota Pasukan Perlindungan PBB (Unprofor = United Nations Protection Force) yang melayani di bandara Zagreb, ibu kota Kroasia, masih tetap yakin. “Tidak mungkin Presiden kamu berangkat. Situasi keamanan di Sarajevo saat ini sangat membahayakan,” kata mereka.
PBB memang telah memberikan jam inan atas kunjungan Presiden Soeharto ke Sarajevo tersebut. Namun di lain pihak,Unprofor sebagai pelaksana lapangan tidak mungkin memberikan jam inan keamanan secara total, karena bisa saja terjadi hal hal diluar dugaan dari kemampuannya, seperti yang memang sudah banyak dialami sebelumnya. Akhirnya, keputusan memang tinggal di tangan Presiden Soeharto sendiri. Berangkat atau mundur. Dan…, inilah Pak Harto! Di tengah berbagai ketidakpastian total atas keselamatan diri dan kunjungannya itu, ia tetap memutuskan untuk berangkat “Keputusan yang berani itu tentu tidak terlepas dari jiwa perwira yang ada dalam diri Pak Harto disertai berbagai pengalaman militer beliau memimpin berbagai operasi, yang tentunya dengan segala perhitungan matang,” komentar Mensesneg Moerdiono.
TEPAT pukul ll.l5 waktu setempat (Zagreb) hari itu, tanggal l3 Maret 1995, pesawat PBB jenis Jak-40 milik Aeroflot itu lepas dari bandara internasional Zagreb. Di atas pesawat sebelum terbang, Presiden masih harus menandatangani sebuah formulir, yang kira-kira isinya siap menanggung semua risiko yang mungkin terjadi selama penerbangan.
“Ini saya perlu tandatangan ya?” tanya Pak Harto ketika diberi formulir itu.Para pembantunya mengatakan “ya”. Dan dengan tenang dan tersenyum, Bapak menandatanganinya, tutur seorang pembantu dekat Kepala Negara. Rompi antipeluru berwarna biru (warna PBB) milik Unprofor pun lalu diberikan kepada Presiden Soeharto dan para anggota rombongan lainnya, juga helm anti peluru.
Banyak yang memang mengkhawatirkan keselamatan kunjungannya ke Sarajevo tersebut. Namun bagi Pak Harto sendiri, kepergiannya ke Sarajevo tersebut (demikian juga ke Zagreb) sepertinya sudah menjadi suatu keharusan. Kunjungan itu oleh Kepala Negara disebut sebagai “Suatu kehormatan dan panggilan tugas,” guna memenuhi undangan dan berbicara dengan Presiden Alija Izetbegovic dan para pemimpin Bozilla Herzegovina, tentang kemungkinan melakukan upaya penyelesaian menyeluruh atas konflik di wilayah itu dan kawasan bekas Yugoslavia secara keseluruhan. Lawatan bersejarah itu akhirnya memang berjalan sukses dan selamat sesuai rencana. “Alhamdulillah,” itulah kata-kata pertama Pak Harto ketika roda pesawat PBB yang membawanya, menyentuh landasan bandara internasional Zagreb, setelah terbang kembali sekitar satu setengah jam dari Sarajevo. Dan inilah rekaman fotografer Presiden/Sekretariat Negara, Saidi, yang mengabadikan seluruh rangkaian kunjungan selama empatjam yang menegangkan, hari Senin tanggal 13 Maret 1995 itu. (Ansel da Lopez)
Sumber: KOMPAS ( 18/03/1995)
_______________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 193-194.