KEBERPIHAKAN RI DI BOSNIA

KEBERPIHAKAN RI DI BOSNIA [1]

 

Jakarta, Republika

Meski kunjungan Presiden Soeharto ke Kroasia dan Bosnia-Herzegovina yang baru lalu itu belurn dapat disebut terobosan diplomatik bagi penyelesaian konflik tiga tahun di Balkan, perlawatan mendebarkan itu cukup jelas menghasilkan sejumlah usul penting guna penyelesaian politik perang tersebut. Khusus dalam konteks hubungan dengan Indonesia, kunjungan itu membuahkan hasil yang lebih konkret, sekaligus menyiratk:an komitmen dan keberpihakan RI pada pihak-pihak yang paling menderita dan dirugikan dalam perang brutal itu.

Tiga langkah penyelesaian yang diusulkan Presiden Soeharto sangat jelas dan operasional. Pertama, semua negara bekas Yugoslavia -Slovenia, Serbia­ Montenegro, Macedonia dan Bosnia-Herzegovina -harus saling mengakui kedaulatan masing-masing. Minoritas di masing-masing negara dijamin akan dilindungi dan diikutkan dalam segala perundingan menuju penyelesaian secara adil. Usul ini sekaligus kritik terutama terhadap semangat ekspansionistik Serbia, yang hingga kini menolak kedaulatan Bosnia-Herzegovina yang diakui PBB dengan antara lain mencaplok 70 persen wilayahnya, dengan terutama menggunakan kekuatan milisi etnis Serbia di Bosnia. Usul kedua, sejalan dengan yang pertama, pembentukan konfederasi. Masing­ masing negara anggota harus hidup berdampingan secara damai, menghormati kedaulatan masing-masing , dan beketja sama untuk saling menguntungkan. Ketiga, jika konfederasi dipandang tak perlu, negara-negara yang telah saling mengakui itu dapat membentuk kerja sama sepetti ASEAN.

Presiden Soeharto menilai usul-usul tersebut berpeluang untuk menyelesaikan konflik secara menyeluruh. Penyelesaian parsial yang disarankan dan diupayakan selama ini oleh semua anggota PBB, khususnya negara-negara Eropa, tak memuaskan dangagal. Apakah usul-usul Presiden Soeharto sendiri akan diterima dan dapat berjalan? Pertanyaan ini sepenuhnya terpulang pada pihak-pihak yang bertikai. Dengan segenap upayanya, yang sangat riskan bahkan dilihat dari segi keselamatan pribadinya di tengah kancah perang yang ganas itu, ia dengan rendah hati tak berpretensi sanggup menyelesaikan konflik rumit yang berlanjut itu.”Siapa yang bisa menyelesaikan?

” kata Kepala Negara dengan retoris, “pemimpin-pemimpin negara itulah,bukan negara luar, yang bisa mengakhiri pertikaian.”

Toh, bukan berarti RI berpangku tangan, karena merasa sudah cukup berbuat dengan sekadar melontarkan tiga usulan. Sejumlah langkah tindak lanjut segera ditempuh. Antara lain dengan mengirim para utusan ke negara-negara bekas Yugoslavia yang sedang bertikai .”Agar mereka bisa mengetahui (usul-usul itu) dan tidak curiga,” kata Presiden. Bahkan dalam waktu dekat, Indonesia akan membuka kedutaan besar di Zagreb, ibukota Kroasia. Dalam lawatan ke Sarajevo, ibukota Bosnia, Presiden juga bertolak dari kota ini, bukan dari Beograd, ibukota Serbia ­ suatu pilihan yang tampak bukan semata karena alasan keamanan, tapi juga isyarat ketaksetujuan pada ekspansionisme ganas Serbia. Adapun pembukaan kedubes di Sarajevo tentu belwn mungkin hanya lantaran terlalu gentingnya situasi di kota yang compang-camping dicabik Serbia itu. Sementara itu Panglima ABRl Jenderal Faisal Tanjung menyatakan kesediaan Indonesia memenulll permintaan pemerintah Bosnia untuk mengirim satu batalyon zeni jika disetujui PBB . Kekuatan 400 tentara itu kabamya akan berperan sebagai pasukan penyapu ranjau, antara lain guna memungkinkan penduduk Bosnia kembali ke kampung halaman mereka, yang selama ini takut karena ancaman ranjau-ranjau yang disebar Serbia tersebut.

Dengan semua usul dan langkah-langkah itu, kiranya cukup jelas bahwa Indonesia sangat concern pada kemelut Balkan, tapi memperlihatkan melainkan dengan suatu netralitas yang komited pada pihak yang paling dirugikan justru dengan demikian Indonesia telah bertindak adil-karena watak konflik Balkan pun tidaklah netral. Kita perlu mendukung dan mendorong pemerintah agar semakin maju memainkan peran diplomatiknya di sana dalam kerangka “netralitas yang adil” itu.

Sumber: REPUBLIKA ( l7/03/ 1995)

_______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 182-184.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.