KEDATANGAN PRESIDEN SOEHARTO DIAMATI AGEN KGB
Kesan2 Mengikuti Kunjungan Presiden Ke Pakistan-India (3)
Laporan: Sjamsul Basri
DENGAN Judul "Indo-Soviet test of Friendship", kolumnis harian "The States man" menulis dalam penerbitan tanggal 3 Desember lalu, pada hari (tanggal 1 Desember) Presiden Soeharto menginjakkan kaki di gedung VIP lapangan udara New Delhi, dari tempat yang jauh dari pandangan publik sekelompok orang Rusia mengikuti upacara penerimaan yang sedang berlangsung dengan perhatian yang jauh dari sekedar bersifat akademis. Segala sesuatu yang berlangsung dan bergerak di dalam dan di luar gedung diamati dengan seksama.
Namun apa yang dilakukan orang-orang Rusia ini, menurut kolumnis M.L. Kotru yang membuat tulisan itu, tidak ada hubungannya dengan kunjungan Presiden Soeharto.
Mereka mempelajari seluruh kejadian dalam hubungan dengan kunjungan yang akan dilakukan Brezhnev minggu berikutnya setelah kunjungan Presiden Soeharto. Dan mereka yang mengadakan pengamatan merupakan bagian dari beberapa ratus orang Rusia yang berdatangan ke ibukota India beberapa minggu sebelumnya dalam rangka pengamanan kedatangan Brezhnev.
SAYA tidak tahu, apakah pengamatan yang dilakukan oleh (tentunya) petugaspetugas keamanan Uni Soviet yang dikenal dengan nama KGB atas kedatangan Presiden Soeharto dan rombongan memang hanya sekedar meneliti situasi sebagai bahan mempersiapkan pengamanan kedatangan Brezhnev atau tidak.
Namun dengan "reputasi" KGB yang tidak asing dalam kegiatan intelijen internasional, apa yang dilakukannya pada kedatangan Presiden dan rombongan bisa hanya sekedar mempelajari situasi sesuai dengan tugasnya dalam mengamankan kunjungan Brezhnev.
Tapi dengan hubungan India-Uni Soviet yang selama ini dikenal relatif "cukup dekat", apa yang dilakukan orang-orang Rusia itu bukan mustahil bisa pula mempunyai tujuan lain.
Sesuai dengan judulnya, tulisan kolumnis M.L. Kotru memang menyangkut kunjungan yang akan dilakukan Brezhnev. Dan pembicaraan yang akan diadakan Brezhnev dengan PM Indira Ghandi dikatakannya akan merupakan semacam test atas sikap India mengenai masalah-masalah internasional, khususnya intervensi Uni Soviet di Afghanistan. Kolumnis itu mengatakan, Brezhnev harus Mengakui, ada batas yang tidak bisa dilampaui India, baik mengenai intervensi Uni Soviet di Afganistan atau pendudukan Vietnam yang diilhami Rusia atas Kampuchea. Dengan mengambil resiko mengabaikan persahabatan dengan negara-negara tetangga di Asia Tenggara. India mengakui rejim Heng Samrin.
Begitu pula mengenai campur tangan Uni Soviet di Afganistan. Sekalipun Uni Soviet mungkin tersinggung dengan tuntutan India agar Moskow menarik militernya dari Afganistan, namun kenyataan tidak bisa dihapus. Yaitu, hilangnya sebagian dari kredibilitas India khususnya di mata negara-negara Non Blok dan dunia ketiga dengan sikapnya yang terkesan lunak mengenai intervensi Rusia.
SAYA sengaja mengutip tulisan dalam harian ”The Statesman” yang reputasinya cukup terkenal itu. Sebab dalam kunjungan Presiden Soeharto ke India antara lain juga disinggung masalah Non Blok, intervensi Rusia di Afganistan dan masalah Kampuchea.
Akan halnya orang-orang Rusia yang melakukan pengamatan sewaktu kedatangan Presiden Soeharto dan rombongan, rasanya tidak meleset dugaan bahwa mereka ini anggota KGB. Sekalipun kolumnis "The Statesman" dengan tegas mengatakan, pengamatan yang dilakukan orang-orang itu sama sekali tidak ada hubungannya dengan kunjungan Presiden, namun demonstrasi kecil yang dilakukan beberapa orang yang menamakan diri pimpinan mahasiswa India di Jepang kedutaan besar Indonesia di hari kedua kunjungan, mau tidak mau timbul kesan, sedikit banyak hubungan itu ada.
Dari slogan di atas kertas ukuran kuarto yang ditulis demonstran, dengan jelas dapat tafsir, demonstrasi diilhami nafas gerakan komunis. Slogan antara lain menuntut penolakan kunjungan Presiden Soeharto karena dituduh membunuh orang-orang PKI dalam peristiwa G30S/PKI.
Namun dengan kesigapan petugas-petugas keamanan India, para demonstran yang dari sikap mereka terkesan jauh dari militan serta kemungkinan besar terdiri dari pemuda-pemuda yang memang mendapat bayaran, segera dapat dibubarkan.
PEMBICARAAN dengan PM Indira Gandhi dilakukan Presiden Soeharto di hari pertama kunjungan. Sedang pembicaraan eselon kedua dilakukan oleh masing-masing delegasi, di bidang ekonomi dipimpin Menko Ekuin Widjojo Nitisastro dari pihak Indonesia dan Menteri Perdagangan Shri Pranab Mukherjee dari pihak India.
Sedang mengenai bidang politik luar negeri dipimpin Menlu Mochtar Kusumaatmadja dari pihak Indonesia dan Menlu Shri P.V. Narashimlia Rao dari pihak India.
Pembicaraan yang menyangkut masalah-masalah internasional, termasuk konfrontasi kekuatan-kekuatan besar, sengketa Irak-lran, Palestina, Non Blok dan lain-lain, masalah regional dan bilateral itu kemudian dituangkan dalam komunike bersama. Pada umumnya, di antara dua kepala pemerintahan terdapat kesamaan pandangan tentang masalah-masalah yang dihadapi, serta menekankan kembali harapan masing-masing agar semua ketegangan yang bersifat intemasional mau pun regional diselesaikan dengan jalan damai.
Tapi salah satu yang cukup menarik, sekali pun India telah menunjukkan sikap cukup lunak dalam masalah Afghanistan, namun dalam pernyataan bersama kedua pihak menyatakan dukungan penuh atas kemerdekaan, kedaulatan, integritas tentorial dan status Non Blok Afghanistan serta negara-negara lainnya di wilayah itu.
Saya tidak tahu, bagaimana penerimaan Brezhnev atas sikap India seperti dicantumkan dalam pernyataan bersama. Namun berita yang datang dari New Delhi Selasa lalu mengatakan, dalam pembicaraan India Gandhi-Brezhnev awal minggu ini, PM India itu mengulangi lagi ketegasan pendiriannya agar militer Soviet ditarik dari Afghanistan.
Apakah sikap India ini sedikit banyak ikut dipengaruhi pertemuannya dengan Presiden Soeharto, hanya Indira Gandhilah yang tahu. Tapi seperti dikatakan kolumnis "The Statesman" tadi, sebagai salah satu pendiri gerakan Non Blok, India tidak bisa lain harus kembali kepada pendirian yang bisa mengembalikan integritasnya sebagai salah satu eksponen Non Blok antara lain dengan menghilangkan kesan "sikap lunak” dalam menghadapi intervensi langsung maupun tidak langsung Uni Soviet, dalam masalah Afghanistan dan Kampuchea,
Keharusan India mengembalikan integritas dan citra itu makin dituntut lagi, sebab tahun depan India akan menjadi tuan rumah konferensi Non Blok tingkat Menteri Luar negeri. Menjadi pertanyaan tentunya, apakah konferensi Non Blok di India akan tergelincir lagi menjadi konperensi yang bernada gerakan komunis seperti apa yang pernah dialami dengan KTT Non Blok di Kuba tahun lalu, atau tidak ?
KTT Non Blok di Kuba cenderung menimbulkan kesan sebagai konferensi yang bernada sejalan dengan sikap blok komunis sebagai akibat manipulasi pimpinan konferensi yang berada di tangan Kuba.
Andaikata tragedi yang sama teljadi dengan konferensi tingkat Menlu di India, agaknya pengembalian integritas dan citra negara itu di mata negara-negara Non Blok dan dunia ketiga seperti diharapkan banyak pemimpin terkemuka negara itu, akan bertambah sulit.
SEJAK partai Kongres Indira Gandhi dikalahkan partai Janata dipimpin Moraji Desai Maret 1977, kemenangannya dalam pemilihan umum Januari tahun ini tampaknya akan menjadi batu ujian cukup berat bagi pewaris Jawaharlal Nehru itu.
Sekalipun sudah lebih enam puluh tahun, namun putri almarhum pemimpin India yang terkenal bijaksana dan brilyan itu tampak masih segar dan jauh lebih muda dari usianya. Menyambut kemenangannya dalam pemilihan umum Januari lalu, surat kabar Amerika Serikat terkemuka, ”The Christian Science Monitor" mengatakan, pemilihan umum 1980 mempertegas kedudukan Indira sebagai pemimpin India dengan kepercayaan rakyat yang tidak diragukan.
Surat kabar itu menegaskan, kembalinya Indira mendapat kepercayaan rakyat India merupakan bukti dari kecemerlangan Indira sebagai politisi. Masalah-masalah ekonomi dalam negeri, keteganganketegangan sosial yang meningkat dan perang dingin yang makin menjadi, memang memerlukan kepemimpinan dengan kadar tinggi. Dan Shrimati Indira Gandhi, kata ”The Christian Science Monitor", akan memberikan kepemimpinan itu.
Indira Gandhi terpilih kembali setelah kurang lebih 33 bulan dijatuhkan lawannya. Beberapa wartawan terkemuka India yang sempat saya jumpai, mengatakan, kemenangan Indira merupakan kemenangan pribadi. Selain itu partai Janata yang waktu pemilihan umum berlangsung sedang berkuasa, mengalami perpecahan. Partai Janata pecah karena berebut posisi.
Apakah dalam masa jabatannya yang sekarang ini Indira akan belajar dari pengalaman pahit yang menyebabkan kejatuhannya di tahun 1977, baiklah kita lihat saja. Tapi Indira Gandhi memang seorang politikus yang dibesarkan dalam lingkungan pejuang-pejuang kemerdekaan India sebagai anak kecil yang sering ditinggal ayahnya Jawaharla Nehru, yang kerap mendekam dalam tahanan penjajah Inggris Indira senang bermain-main dengan boneka. Dan bonekanya berupa pahlawan-pahlawan India memerangi polisi Inggris.
India yang mengenyam pendidikan di Oxford itu, pada usia 11 tahun sudah mengorganisir sebuah brigade pemuda yang bertindak sebagai kurir pejuang kemerdekaan. Agaknya pengalaman yang menggodognya menjadi pemimpin terkemuka itu yang menyebabkan Indira dalam masa jabatan sebagai PM sebelum jatuh tahun 1977, memberi dorongan kepada putranya yang kedua Sanjay untuk tumbuh menjadi pemimpin.
Namun Sanjay yang kemudian meninggal dalam suatu kecelakaan terbang itu pula yang menjadi salah satu factor yang cenderung mengurangi popularitasnya dalam pemilu 1977 (DTS)
…
New Delhi, Suara Karya
Sumber: SUARA KARYA (12/12/1980)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 721-725.