KEHIDUPAN POLITIK TERUS DIKEMBANGKAN, KEHIDUPAN DEMOKRASI TERUS DISEGARKAN
Jakarta, Pelita
Presiden Soeharto dalam pidato akhir tahun 1991 menyatakan, perhatian utama kita akan tetap pada pembangunan ekonomi, namun sarna sekali tidak berarti mengabaikan segi-segi lain pembangunan. “Kita terus mengembangkan kehidupan politik, kita terus menyegarkan kehidupan demokrasi, kita tetap makin menegakkan hukum, kita menyegarkan kehidupan kebudayaan, kita terus memperdalam kehidupan keagamaan.”
Dalam pidato yang disampaikan melalui TVRI dan RRI Selasa (31/12) malarn itu, Kepala Negara juga menegaskan, di tahun-tahun yang akan datang kita akan terus meningkatkan otonomi, desentralisasi, dekonsentrasi dan deregulasi dalam berbagai bidang.
Penjabaran Kedaulatan Rakyat
Dikatakan, kita merasa lega bahwa pembangunan yang selama ini kita lakukan telah menunjukkan hasil yang nyata. Pengolahan hasil sensus penduduk oleh Biro Pusat Statistik menunjukkan bahwa jumlah rakyat kita yang masih hidup di bawah garis batas kemiskinan makin bertambah kecil. Ini berarti kita terus bergerak ke arah tujuan utama pembangunan kita, yaitu mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Di lain pihak, menurut Kepala Negara, kita juga rnenyadari bahwa perbedaan kernajuan antar daerah kita masih cukup besar, khususnya antara wilayah bagian barat tanah air kita dengan wilayah bagian timur. Perkembangan masyarakat kita di daerahdaerah mernang perlu memperoleh perhatian yang makin besar karena di daerahdaerah itulah hidupnya rakyat kita sehari-hari dan di daerah itulah tumbuh serta berkembangnya berbagai masalah yang harus kita selesaikan.
Itulah sebabnya di tahun-tahun yang akan datang kita akan terus meningkatkan otonomi, desentrasilasi, dekonsentrasi dan deregulasi dalarn berbagai bidang. Tujuannya adalah agar masyarakat dapat makin mengembangkan kreativitas dan prakarsanya dalam mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya sendiri. “Kebijakan-kebijakan ini pada dasarnya merupakan penjabaran dari asas kedaulatan rakyat yang dianut negara kita.”
Tiga Tugas Nasional
Melihat perkembangan perjalanan sarnpai tahun 1991, Presiden percaya bangsa Indonesia dapat rnenjawab tantangan-tantangan yang dihadapi tahun depan dan memanfaatkan peluang-peluang yang terbuka. “Tahun 1992 nanti merupakan tahun yang sangat penting bagi kehidupan bangsa kita,” kata Kepala Negara.
Dikatakan, ada tiga tugas nasional yang besar tahun 1992, yaitu pemilu 1992, pelantikan dan sidang umum pertama MPR dan DPR hasil Pernilu, dan KTT Gerakan Non Blok.
Kepala Negara menyatakan, pemilihan umum merupakan momen penting untuk menyegarkan kehidupan kebangsaan Indonesia. Melalui Pemilu, bangsa Indonesia akan memiliki MPR baru. Melalui MPR itulah bangsa Indonesia akan menyegarkan wawasan, gagasan, rencana dan kebijakan untuk lima tahun berikutnya serta memilih Presiden/Mandataris yang akan diberi amanah untuk melaksanakan GBHN 1993.
Dikatakan, pemilihan umum merupakan lembaga pendidikan politik yang penting bagi bangsa kita umumnya dan bagi generasi muda kita khususnya. Seluruh lapisan kepemimpinan nasional, baik yang bergerak dalam jajaran pemerintah maupun yang berkecimpung di masyarakat perlu mempersiapkan seluruh generasi muda kita agar mereka menjadi warga negara yang merniliki kesadaran kebangsaan yang tinggi dan mengetahui hak dan kewajibannya.
“Dalam pelaksanaan pemilu harus dicegahjangan sampai timbul fanatisme goIongan dalam bentuk apa pun juga. Sebab, fanatisme goIongan itu akan memecahbelah bangsa.”
Selain itu, pembinaan kesadaran kebangsaan harus benar-benar memperoleh perhatian semuanya, karena kesadaran kebangsaan itulah nyawa kelangsungan hidup negara Indonesia. Pengalaman negara-negara lain menunjukkan, kata Presiden, kesadaran kebangsaan yang tidak terpelihara dengan baik akan merosot, yang mengakibatkan suatu negara terpecah belah dan malahan sampai bubar.
Mengenai KTT Gerakan Non Blok yang akan berlangsung di Jakarta tahun 1992, Presiden berharap konferensi tersebut akan kita kembangkan menjadi forum kerja sama negara-negara Dunia Ketiga, untuk mewujudkan dunia yang lebih baik demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat-rakyat anggota Gerakan Non Blok khususnya, dan seluruh umat manusia umumnya.
Keserasian
Dalam pidato selama 25 menit itu, Presiden mengemukakan, keserasian pembangunan dalam berbagai sektor ekonomi harus mendapatkan perhatian khusus. Kecepatan pembangunan pada suatu sektor yang belum dapat diimbangi atau dukungan sektor lainnya dapat menimbulkan masalah baru. Karena itu, dari waktu ke waktu secara kenyal harus diambil berbagai kebijaksanaan penyesuaian untuk memelihara momentum kemajuan ekonomi yang telah dicapai. Dengan demikian ekonomi Indonesia tumbuh sehat seimbang dan berkelanjutan.
Dalam hubun gan itu, pengendalian inflasi dan keseimbangan neraca pembayaran tetap merupakan kebijakan pemerintah yang penting. Saya menyadari bahwa kebijakan ini telah mengakibatkan kesulitan perkreditan di berbagai kalangan dunia usaha kita. Namun langkah -langkah yang berat itu harus kita ambil secara berani dan harus kita pikul bersama dengan penuh kesadaran agar perekonomian Indonesia tetap berkembang secara sehat dan aman. Sambil mencari jalan keluar yang tidak membahayakan perekonomian kita secara keseluruhan, proyek-proyek besar dan strategis bagi perekonomian dalam jangka panjang diundur waktu pembangunannya.
Sejalan dengan bangkitnya prakarsa dan kemampuan masyarakat sebagai hasil langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang dilakukan pada tahun-tahun lalu, tahun 1991 bangsa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi yang cukup memadai.Laju inflasijuga berhasil dikendalikan sehingga berada di bawah 10 persen.
Presiden Soeharto mengharapkan di tahun mendatang kewaspadaan harus ditingkatkan dalam pengendalian perekonomian nasional karena sekarang pun telah ada tanda-tanda bahwa perekonomian dunia sedang mengalami kelesuan dan mengandung berbagai kemungkinan yang sulit diramal.
“Yang penting adalah kebulatan tekad bangsa Indonesia untuk bekerja keras memanfaatkan secara tepat setiap peluang yang terbuka.”
Kelestarian dan Persatuan
Mengenai musim kemarau panjang, Presiden mengatakan dalam tahun 1991 Indonesia mengalami musim kering yang keras dan panjang. Menghadapi keadaaan itu, bangsa Indonesia berusaha keras agar kebutuhan pangan tetap cukup dan swasembada beras dapat diperta hankan. Pengalaman itu menyadarkan betapa perlunya perhatian yang besar pada perubahan-perubahan iklim agar bangsa Indonesia dapat mengambil langkah-langkah pengamanan jauh sebelumnya.
Presiden mengingatkan kekeringan seperti itu pemah terjadi di masa lampau dan dapat terjadi lagi di tahun-tahun mendatang. Perubahan iklim di negara kita antara lain disebabkan oleh perubahan iklim dunia sebagai akibat pemanasan bumi. Sebagian besar bertambah panasnya bumi itu diakibatkan oleh kurangnya perhatian terhadap kelestarian lingkungan dan gaya hidup boros negara-negara industri maju.
Menyingung mengenai masalah persatuan dikaitkan dengan perubahan dunia, Kepala Negara mengingatkan rasa persatuan dan kesatuan bangsa tidak bisa dianggap sebagai barang jadi. Persatuan dan kesatuan bangsa perlu terus menerus dipupuk dengan penuh ketekunan dan dibina bersama dengan penuh rasa tanggungjawab.
Rasa kebersamaan, rasa kesetiakawanan dan rasa senasib sepenanggungan harus diperkuat dengan langkah-langkah nyata di segala bidang kehidupan. Perubahaperubahan yang diinginkan perlu dilakukan dengan sikap tanggungjawab ,kehati-hatian dan kewaspadaan. Perubahan-perubahan itu tidak boleh membuka celah-celah yang rawan, sehingga membahayakan persatuan dan kesatuan Indonesia.
Peristiwa Kebudayaan
Selanjutnya Presiden menyinggung dua peristiwa kebudayaan penting yang telah dilaksanakan pada tahun 1991, yaitu Kongres Kebudayaan Nasional dan Festival Istiqlall991 dikatakan dalam dua pertemuan akbar itu, budayawan Indonesia dari berbagai lapisan dan kalangan telah membahas keseluruhan aspek kebudayaan bangsa secara utuh.
“Kita makin sadar akan kekayaan khazanah kebudayaan bangsa kita yang amat majemuk yang telah dan sedang serta tetap akan selalu menjadi motor penggerak yang kuat bagi dinamika pembangunan nasional kita di masa datang,” kata Kepala Negara.
Insiden Dili
Pada bagian akhir pidato sepanjang tujuh halarnan itu Presiden menyinggung juga sekilas peristiwa 12 November di Dili. Secara khusus sekali lagi Kepala Negara menyampaikan rasa belasungkawa kepada semua keluarga masyarakat Timor Timur yang anggota keluarganya yang tidak berdosa tewas dalam insiden itu.
“Saya juga ingin menyatakan rasa ikut prihatin saya kepada keluarga-keluarga di wilayah propinsi termuda kita itu yang sampai saat ini ada sanak keluarganya yang belum kembali ke rurnah,” kata Kepala Negara.
Dikatakan banyak pelajaran yang hams diambil hikmahnya dari musibah itu. Dengan memperbaiki semua kekurangan dan kesalahan di masa lampau, Presiden mengajak seluruh jajaran pemerintah dan ABRI yang bertugas di daerah itu bersamasarna seluruh masyarakat melanjutkan pembangunan daerah Timor Timur.
Dalarn kesempatan itu ditegaskan kesejahteraan lahir batin rakyat Timor Timur itu lah yang harus menjadi pusat perhatian paling utama di masa datang.
Sumber : PELITA (02/01/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 21-24.