KEIKHLASAN BERKURBAN LAHIRKAN KEJAYAAN BANGSA

KEIKHLASAN BERKURBAN LAHIRKAN KEJAYAAN BANGSA [1]

Jakarta, Antara

Keikhlasan berkurban, yang merupakan salah satu pesan penting yang terkandung dalam hikmah Idul Adha, sanggup melahirkan berbagai kejayaan suatu bangsa seperti yang pernah terjadi dalarn sejarah perjuangan bangsa Indonesia saat merebut di Masjid Istiqlal Jakarta, Rabu. Semangat berkurban seperti yang diperlihatkan para pejuang di masa lalu, telah menghasilkan kejayaan yang luar biasa sehingga bangsa Indonesia sanggup merebut dan mempertahankan kemerdekaan dari hegemomi penjajah, kata Effendi yang juga salah satu pejabat Manggala BP-7 Pusat itu. Dia mengakui, di samping ikhlas berkurban, rasa iman dan taqwa juga merupakan modal utama mencapai kejayaan atau keberhasilan suatu bangsa dalam meraih cita­ citanya. Dengan adanya keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, seorang muslim dapat selalu mendekatkan diri kepada Allah SWT dan merasa mendapat “backing” yang kuat dari Allah SWT, katanya di hadapan puluhan ribu jemaah shalat Idul Adha, termasuk Presiden Soeharto dan Wapres Try Soetrisno, serta Ketua dan Wakil Ketua Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara.

“Tak mungkin kerja besar pembangunan berhasil tanpa persatuan dan kebersamaan, dan tanpa pengorbanan yang ikhlas,” katanya.

Menurut dia, dengan memotong hewan kurban pada Idul Adha maka diharapkan akan lahir dorongan supaya umat senantiasa sanggup mengorbankan apapun yang dimiliki dalam rangka menopang agama Allah.

Bertindak selaku Imam di Masjid terbesar di TanahAir iniadalah KHAbdul Aziez Muslim pengasuh lembaga pendidikan Ilnm Al-Quran AI ‘Mush-hafiyah Bogor. Seusai salat, Presiden Soeharto menyerahkan hewan kurban kepada Menteri Agama Ad Interim Drs. Saadillah Mursyid , MPA dan Wakil Presiden menyerahkan hewan kurban kepada Sekretaris Badan Pengelola Masjid Istiqlal, H Aswasmamo.

Potensi Besar

Sementara itu, Dr. HM Din Syamsudin yang bertindak selaku khatib salat Idul Adha di Masjid Agung Al-Azhar menyingung masalah potensi besar yang dimiliki umat Islam di Indonesia. Dalam khotbahnya di depan sekitar delapan ribu jemaah, Din Syamsudin mengatakan, potensi besar yang dimiliki umat Islam di Indonesia itu tidak selalu dapat menjelma dalam kenyataan karena secara umum wnat Islam masih memiliki beberapa kelemahan.

“Secara ummn wnat Islam masih memiliki kelemahan dalam berbagai infrastrukturkehidupan, baik sosial, pendidikan, ekonomi, maupun politik,”katanya.

Ia mengatakan , dalam bidang sosial terlihat masih banyak umat Islam yang hidup di bawah garis kemiskinan dan berada di desa-desa tertinggal. Demikian juga dalam bidang pendidikan, umat Islam menghadapi masalah rendahnya kualitas pendidikan dan pengajaran sehingga lembaga pendidikan Islam tidak cukup kompetitif dengan lembaga pendidikan lain. Sedangkan dalam bidang ekonomi, menurut Din, umat Islam tidak mampu bersaing dengan kelompok-kelompok lain.

“Sentra-sentra perekonomian umat Islam masih berada pada posisi pinggiran, di samping terdapatnya kesenjangan yang besar antara kelompok umat yang berada dan yang tidak berada,” katanya.

Din mengatakan ,permasalah itu perlu dikemukakan sebagai bahan introspeksi bagi umat Islam guna menyusun langkah-langkah strategis pemecahan masalah. Potensi besar yang ada pada umat Islam juga dikemukakan Drs H. Anjar, SH yang menjadi khatib salat Idul Adha di Mesjid Cut Mutiah Jakarta Pusat. Menurut Anjar, jika selama ini potensi besar yang ada pada umat Islam itu belum termanifestasi secara optimal karena masih banyak umat Islam yang belum menyadari potensi tersebut.

“Sebenamya umat Islam berpotensi menjadi penentu kecenderungan di zaman moderen ini. Islam dengan kekuatan ukhuwah (persaudaraan)-nya bisa menuntun dunia ke kehidupan yang lebih damai,”katanya.

Sayangnya, kata Anjar, masih banyak umat Islam yang belum mengerti arti ukhuwah tersebut, sehingga takjarang terjadi persengketaan di antara umat Islam hanya karena masalah yang sebenamya tidak perlu dipermasalahkan yang akibatnya memberi citra buruk kepada Islam.

“Islam itu agama perdamaian. Jadi jangan sampai ada kesan Islam itu suka bersengketa atau Islam itu teroris,”katanya.

Mendewakan Materi

Sementara itu, dalam khotbahnya pada salat IdulAdha di Kompleks Kantor DPP Golkar Slipi Jakarta, Anwar Abas mengatakan, gejala-gejala bentuk kehidupan yang mendewakan dan memberhalakan materi, uang dan kenikmatan sudah mulai tampak di tengah-tengah masyarakat sekarang ini sehingga sangat sulit mendapatkan keluarga yang cinta kepadaAllah melebihi cinta kepada lainnya.

“lni terlihat dari betapa banyak orang yang katanya beragama Islam tetapi hanya mereknya saja karena secara substansial nilai-nilai Islam sangat tipis dalam dirinya,” tambah Anwar. Tampak hadir di Kompleks DPP Golkar Slipi itu, Ketua Umum DPP Golkar Harmoko, Sekjen DPP Golkar Ary Mardjono, sejumlah pimpinan DPP dan pinisepuh Golkar Amir Murtono.

Dalam kesempatan itu, DPP Golkar menyalurkan hewan kurban sebanyak 75 ekor, terdiri dari 31 sapi dan 44 kambing kepada para mustahik. Anwar mengatakan, kisah Ibrahim dan keluarganya memperlihatkan bagaimana tingginya cinta keluarga Ibrahim kepada Allah yang melebihi cinta mereka kepada yang lainnya seperti cinta kepada isteri atau suami atau cinta kepada anak.

“Ini pulalah yang sangat sulit kita dapatkan sekarang ini, apalagi di saat faham sekulerisme, materialisme, konsumerisme dan hedonisme mulai menembus dinding­ dinding kehidupan dan rumah tangga kita, sehingga kalau tidak hati-hati maka kita akan terseret ke dalam bentuk kehidupan yang mendewakan materi ,”katanya .

Karena itu, katanya, evaluasi kritis yang terus menerus terhadap cinta-cinta yang dikembangkan selama ini perlu dilakukan. Banyak pertanyaan mendasar yang perlu dijawab seperti apakah cinta yang dikembangkan selama ini berjalan di atas garis-garis yang diridhoi Allah atau belum. Dikatakannya, tokoh teladan yang patut ditiru adalah Ibrahim AS dan keluarganya yaitu tiga sosok manusia yang bersatu dalam keluarga , membangun rumah tangga di atas dasar cinta dan kecintaan kepada Allah. Sementara kecintaan mereka kepada lainnya dikembangkan dalam kerangka cinta dan beribadah kepada-Nya.

Namun, Abbas mengakui, tidaklah mudah untuk bersikap seperti sikap Ibrahim dan keluarganya itu apalagi di dalam diri manusia telah diciptakan oleh Tuhan, nafsu dan fitrah atau potensi-potensi lain seperti keinginan untuk memiliki dan dihormati. Karena itu, katanya, usaha untuk mengendalikan hawa nafsu dan potensi itu agar tidak liar jelas sangat diperlukan. Untuk itu, dapat dilakukan melalui proses pendidikan yaitu pendidikan diri sendiri dan pendidikan keluarga. Berkaitan dengan pendidikan itu , katanya , akan terasa semakin pentingjika dikaitkan dengan keinginan untuk menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kuat dan terhormat di muka bumi. Dikatakannya, lewat diri sendiri dan keluarga itulah dapat dihadapi setiap ancaman dan tantangan serta memberikan substansi terhadap penyelenggaraan pembangunan sekarang iniDalam kerangka itulah, katanya, kehadiran Idul Adha diharapkan akan bisa mengingatkan dan menyadarkan masyarakat akan perlunya meninjau ulang kehidupan pribadi dan keluarga masing-masing. (T.BJM002/PE02/0KJI /PU24/PU ll!PU03/RU 1)

Sumber :ANTARA (22/05/1995)

____________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 372-375.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.