KEKARYAAN ABRI BUKAN DJABATAN KEHORMATAN

KEKARYAAN ABRI BUKAN DJABATAN KEHORMATAN [1]

 

Oleh : WIDYA

 

Jakarta, Angkatan Bersendjata

Bentuk paling berlawanan dengan kehidupan manusia jang dapat muntjul ditengah2 masjarakat ialah orang jang merasa puas terhadap dirinja sendiri. JOSE ORTEGA Y GASSET: “The Revolt of the masses”

GUGATAN baru2 ini bahwa beberapa orang karyawan ABRI jang bertugas di luar negeri kurang gesit dalam menetralisir kampanje anti Pemerintah Indonesia, walaupun telah dibantah oleh Deparlu, meninggalkan kesan kepada umum, seolah2 kekaryaan ABRI itu djabatan kehormatan bagi perwira2 jang sudah merasa puas terhadap dirinja sendiri.

Sebaliknja, kritik bahwa karyawan ABRI adalah “badmanagers”, meninggalkan kesan seolah2 kekaryaan ABRI disediakan buat anggota ABRI jang sudah diafkir.

Kritik2 sematjam itu gedjala biasa. Bukankah dua setengah abad jl, ada sebuah sjair dari seorang Veteran perang jang bunjinja sbb :

  • Tuhan dan peradjurit kita tjintai.
  • Diwaktu berbahaja, sebelumnja tidak.
  • Begitu bahaja hilang dan semua tertib kembali.
  • Begitu Tuhan dilupakan dan pradjurit diremehkan’ .

Zwakke Broeders

MISSI kekaryaan ABRI sudah djelas. Mendobrak birokratisme dan nguler kambangisme. Mendjadi pelopor stabilisator dan dinamisator dalam penjelesaian masalah2 nasional. Mendjadi penegak Demokrasi Pantjasila.

Missi jang sesuai dengan semangat keperwiraan ABRI.

Kita tidak wadjar menuntut agar setiap karyawan melaksanakan missinja setjara gilang gemilang. Hanja beberapa orang besar sadja dapat berbuat demikian.

Kita pun tidak bisa mentjegah adanja “zwakke broeders” diantara para karyawan. Lemah karena sifat manusia tak tahan terhadap godaan kemewahan hidup atau terhadap godaan2 kemiskinan dan kekurangan. Menjeleweng dari ril Saptamarga. Zwakke broaders jang merugikan nama seluruh korps perwira.

Kita boleh bangga karena sebagian besar dari karyawan melaksanakan missi mereka dengan baik. Dan tanda2nja djelas bahwa kekaryaan ABRI lambat tetapi pasti semakin mendjadi geconsolideerd.

Mitos Klassifikasi

ADA mitos jang berasal dari tentara Djerman di abad j.l. Mitos tentang klassifikasi perwira. Menurut mitos ini ada empat kelas perwira.

Kelas pertama ialah perwira2 jang brilian pikirannja dan radjin. Merekalah jang mendjadi perwira2 Staf jang paling utama, karena mereka mempunjai bakat untuk memberi pelajaran jang semaksimalnja kepada para komandan.

Kelas kedua ialah perwira2 jang brilian pikirannja dan malas. Merekalah komandan jang tjakap. Ketjenderungan mereka untuk menghindari urusan2 ketjil jang banjak mengganggu waktu memberi kesempatan kepada mereka untuk memperhatikan soal garis2 besar, sehingga djernih pandangan mereka kemuka. Hal ini sangat diperlukan dalam soal membuat keputusan. Mereka membuat rentjana jg sederhana, gampang dan langsung untuk mentjapai sukses.

Kelas tiga ialah perwira jg bodoh dan malas. Mereka tidak banjak memberi sumbangan kepada tjemerlangnja tentara, tetapi tenaga mereka dapat dimanfaatkan buat melaksanakan tugas2 ketjil jg perlu.

Kelas empat ialah perwira jang bodoh dan radjin. Ambisi mereka bisa membuat kerusakan2 dan kerugian2 besar. Kaum setengah intelektual jang berbahaja dan harus disingkirkan.

Kekaryaan Samurai

APAKAH mitos itu berlaku bagi Angkatan Bersendjata modern sekarang ini saja tidak tahu. Jang pasti saja ketahui ialah, bahwa kekaryaan ABRI sedang menjingkirkan karyawan2 jang bodoh sebab tak tahu atau sudah lupa akan Saptamarga dan aktif memboroskan harta benda Negara.

Barangkali ada faedahnja kita menoleh sebentar ke negara tetangga kita Djepang dimana pembangunan ekonomi dipelopori oleh karyawan2 Samurai.

“Dari sedjak semula Negara terpaksa mengambil pimpinan, sedangkan kelas pengusaha2 baru, bankir2 pedagang2 dan industriawan2 dibentuk, tidak diambil dari pengusaha2 dari rezim lama, tetapi terutama dari barisan Samurai, jang djabatannja dan hak2-nja telah dihapuskan”, demikianlah tulis G.C. ALLEN dalam Modern Japan and its Problems (hal, 101).

Para bekas Samurai telah dapat mempelopori pembangunan ekonomi modern negaranja jang menakdjubkan dunia, berkat kesetiaan mereka kepada kode kehormatan “Bushido”.

Kiranja tidak salah kesimpulan, bahwa suskses kekaryaan ABRI banjak tergantung kepada ketaatan para karyawan kepada Saptamarga.

Djabatan Perdjoangan

DJELAS, kekaryaan ABRI bukanlah djabatan kehormatan ia djabatan perdjoangan.

Karyawan legislatif mendobrak penghalang2 jang mengganggu peningkatan produktivitas perundang2an.

Karyawan eksekutif mendorong kelantjaran aparatur Negara jg sehat dan sederhana.

Karyawan judikatif membebaskan pengadilan dari tekanan.

Karyawan politik melantjarkan mekanisme Demokrasi Pantjasila.

Karyawan ekonomi meningkatkan kegairahan produksi.

Karyawan sosial memadjukan ketenangan kerdja dan ketenangan hidup pada hari tua dan kesedjahteraan keluarga.

Karyawan budaja menjelamatkan nilai2 kultur bangsa kita dari infiltrasi kultus2 Asing jang membawa demoralisi dan degenerasi.

Demikianlah perdjoangan kekaryaan ABRI. Djelas, ia bukan tempat buat mereka jang self- satisfied Djuga bukan tempat buat mereka jang selalu berkeluh kesah dan menggerutu. Pun bukan tempat buat avonturisme. Ia tempat buat mereka jang tetap berdjiwa pedjoang Saptamarga karena mentjintai rakjat jang masih menderita. (DTS)

Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (19/06/1969)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku II (1968-1971), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 376-379.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.