KELIRU, JIKA MASIH ADA SIKAP MEMBEDAKAN [1]
Jakarta, Kompas
Adalah keliru jika masih ada sikap membeda-bedakan diri karena alasan-alasan sempit seperti asal-usul keturunan, kesukuan, status sosial, agama, atau perbedaan sempit lain, Undang-Undang Dasar 45 menjamin persamaan kedudukan warga negara dalam hukum dan pemerintahan.
“Karena itu, marilah kita perkukuh kesadaran kebangsaan kita, baik di bidang politik, ekonomi, maupun sosial, yang harus kita tampilkan dalam semangat membangun masa depan kita berasama,” kata kepala negara ketika memberi sambutan dalam acara Dharma Santi Hari Raya Nyepi tahun Saka 1916 Korpri-Umat Hindu Indonesia-ABRI, di Jakarta, Selasa (19/4).
Hadir dalam acara itu Nyonya Tien Soeharto, Wapres Try Sutrisno beserta Nyonya, beberapa menteri Kabinet Pembangunan VI, dan warga umat Hindu Indonesia, untuk selanjutnya, Presiden mengajak seluruh bangsa memperkukuh kesadaran kebangsaan baik secara politik, sosial, maupun ekonomi.
Presiden juga kembali meningkatkan bahwa kekuatan bangsa yang majemuk tidak terletak pada tiap unsurnya, melainkan pada persatuan dan kesatuan dari setiap unsur yang ada. Ditekankan, asas persatuan dan kesatuan harus di perkuat secara mutlak untuk menghadapi tantangan di masa depan yang cukup besar. ”Semua kalangan, semua golongan, semua lapisan masyarakat kita harus mengambil bagian dalam tugas besar pembangunan masa depan kita. Tidak terkecuali persatuan dan kerukunan di antara pembangunan masa depan kita. Persatuan itu harus terus menerus kita suburkan. Tanpa itu, persatuan bisa luntur,” tegas Presiden.
Kepala negara menekankan, kerukunan antar umat beragama merupakan syrat kukuhnya persatuan dan kesatuan bangsa. Walau begitu diingatkan, persatuan dan kesatuan bangsa bersifat dinamis, karena itu harus selalu di sesuaikan dengan perkembangan zaman. ”Kita bersyukur karena sebagai bangsa yang besar dan majemuk kita dapat memelihara persatuan dan kesatuan bangsa,” kata Kepala Negara.
Tidak Menetu
Presiden kembali menekankan masalah itu, terutama karena bangsa Indonesia memasuki era tinggal landas. Namun, era itu berada di tengah-tengah perubahan besar dunia yang cepat dan mendasar, sehingga terasa tidak menentu. Misalnya, kemajuan yang dicapai umat manusia di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, khususnya bidang komunikasi dan transportasi, membuat dunia terasa kecil, sempit, dan menyatu.
Perkembangan ini juga membuat tidak ada satu negarapun yang bisa menutup diri dari dampak perkembangan dan perubahan dunia tersebut, yang bisa positif atau negatif bagi kepentingan nasional.
“Dalam menyongsong masa depan, kita berbesar hati karena pembangunan yang selama ini kita laksanakan telah menghasilkan kemajuan-kemajuan di bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial, maupun pertahanan keanamanan. Kita siap untuk tinggal landas. Namun, kita tetap sadar bahwa di hadapan kita terbentang masalah-masalah lama yang masih harus kita tangani dan bersamaan dengan itu ada tantangan-tantangan baru yang harus kita hadapi,” ungkap Kepala Negara.
Kepada seluruh umat Hindu, Presiden secara khusus mengingatkan, bahwa perayaan Nyepi yang ditandai dengan suasana tenang, hening, dan sepi hingga menimbulkan perasaan damai itu adalah untuk mengolah batin. Dengan tujuan meningkatkan kemampuan mengendalikan diri agar bisa terbebas dari godaan hawa nafsu yang hanya mementingkan kesenangan duniawi.
Pada kesempatan itu, Presiden juga mengajak seluruh umat beragama, khususnya umat Hindu untuk terus meningkatkan keimanan dan ketakwaan, “srada” dan “bhakti” kepada Tuhan YME. “Semua itu kita lakukan demi peningkatan kehidupan kita sebagai bangsa yang religius. Hal ini merupakan tugas bersama segenap umat beragama di Tanah Air kita untuk lebih memantapkan peranan agama sebagai landasan spiritual, moral, dan etik bagi pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.” tegas Kepala Negara.
Sementara itu, Ketua Panitia Dharma Santi Hari Raya Nyepi Tahun Saka 1916 IN Suwandha dalam laporannya menyatakan, dengan perayaan Hari Raya Nyepi tahun ini, umat Hindu diharapkan dapat meningkatkan kualitas iman dan baktinya serta memantapkan kerukunan hidup antar umat beragama dan kualitas pengabdian pada pembangunan nasional.
“Kebersamaan merupakan kunci keberhasilan kita memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa. Kebersamaan itu akan semakin kuat bila kita sebagai bangsa memiliki keterikatan pada nilai-nilai dan cita-cita bersama yang diwujdukan secara gotong-royong,” tambah Ida Bagus Putu Sarga yang juga menyampaikan sambutannya selaku anggota Pesamuhan Walaka, Parisada Hindu Dharma Indonesia Pusat. (rie/vik)
Sumber : KOMPAS ( 20/04/1994)
________________________________________________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 767.