KEMERDEKAAN DAN PERSATUAN

KEMERDEKAAN DAN PERSATUAN

KETIKA menerima utusan Dewan Gereja – Gereja Indonesia dan Majelis Wali Gereja Indonesia, Presiden Soeharto berbicara tentang persatuan. Diingatkan olehnya, proklamasi kemerdekaan Indonesia tidak hanya mengantarkan kemerdekaan bangsa, tetapi juga persatuan, keadilan dan kemakmuran. Hal itu tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Penegasan Kepala Negara kita garisbawahi. Ltulah rangkaian pengertian yang utuh, kemerdekaan, persatuan, keadilan dan kemakmuran.

Biasanya, orang lantas berpendapat, kemerdekaan dan persatuan sudah tercapai. Kini keadilan dan kemakmuran yang harus diwujudkan melalui pembangunan.

Dibandingkan dengan keadilan. dan kemakmuran, niscaya kemerdekaan dan persatuan telah tercapai. Namun karena kemerdekaan dan persatuanpun pengartian yang dinamika, maka kita harus tetap mempermasalahkannya.

Disementara negara Afrika misalnya mulai dipersoalkan apa makna kemerdekaan bangsa dan negara. Seberapa jauh juga secara nyata telah menjadi kemerdekaan dan kebebasan rakyat.

Sering terjadi, kemerdekaan rakyat diabstraksikan menjadi kemerdekaan negara. Kemerdekaan negara terhadap negara lain. Kedalam, kemerdekaan negara diidentikkan dengan kebebasan orang-orang yang memegang kekuasaan.

Maka orang mulai berbicara tentang kemerdekaan rakyat, disamping kemerdekaan negara. Abstraksi kemerdekaan dikembalikan menjadi kongkrit dan nyata, yaitu dikaitkan dengan rakyat.

Yang harus mempunyai keleluasaan untuk menyatakan pendapat dan pikiran bukan hanya mereka yang sedang berkuasa, tetapi keleluasaan itu harusjuga ada pada rakyat. Orang kembali kepada faham-faham kedaulatan rakyat tidak sekedar secara for mat dalam pasal konstitusi, tetapi secara nyata, dalam praktek kehidupan politik.

Dalam persoalan-persoalan pokok yang menyangkut kehidupannya, rakyat berwenang berbicara, aktip dalam proses pengambilan keputusan. Tentu saja menurut aturan permanen dan sebagai ekspresi rasa tanggungjawabnya terhadap kesejahteraan beragama.

KECUALI dimensi formal, persatuan dankesatuan juga mempunyai dimensinya yang dinamis. Yang formal melekat pada kesatuan negara. Yang dinamis hidup di kalangan masyarakat, persatuan rakyat. Bagi Indonesia yang bermasyarakat majemuk, persatuan ltu harus berarti persatuannya rakyat yang Bhineka Tunggal Ika.

Menegaskan persatuan bangsa terhadap persaingan atau perlawanan dari luar lebih mudah daripada mendinamisir dan mengkreatifkan persatuan di kalangan masyarakat dan rakyat sendiri. Dalam praktek ini berarti, kegiatan kelompok­kelompok harus berfungsi sekaligus mengkreatifkan dan memperkuat persatuan.

Pengalaman seringkali menunjukkan, yang mengganggu persatuan masyarakat bukanlah rakyat melainkan pemimpin masyarakat. Maka pendidikan dalam "nation and character building", dalam proses persatuan, untuk lapisan pemimpin masyarakat, adalah hal penting.

Di masa pergerakan dan perjoangan kemerdekaan, pendidikan kebersamaan dalam perbedaan itu berlangsung spontan melalui kegiatan perjoangan dan kebersamaan dalam berbagai kesempatan. Kini salah satu mekanik dan forumnya, barangkali lewat pendidikan konstitusional seperti yang antara lain dilakukan dengan penataran P 4.

Yang harus dicegah, janganlah pendidikan konstitusional justru menjadi bentuk baru birokratisasi politik. Karena yang diperlukan kini untuk menggerakkan persatuan rakyat, justru semacam debirokratisasi. Setelah cukup semua diatur, cobalah ini masyarakat dibiarkan hidup sendiri. Ini sekaligus akan menguji seberapa jauh pola pengaturan ltu berhasil karena dimengerti dan cocok dengan keperluan masyarakat. (DTS)

Jakarta, Kompas

Sumber: KOMPAS (04/09/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 410-411.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.