KENAIKAN HARGA BERAS BISA DITEKAN OLEH KANTONG PANGAN’[1]
Jakarta, Antara
Wakil Ketua Komisi IV DPR H. Imam Churmen mengatakan, kekhawatiran terhadap tidak terkendalikannya harga beras bisa ditekan oleh adanya ‘kantong kantong’ pangan di daerah transmigran dan daerah konservasi.
Dia kemukakan itu di Jakarta Selasa, sehubungan pemyataan Presiden Soeharto, bahwa pemerintah akan terus berusaha mengendalikan harga beras untukmenghindari tingginya angka inflasi 1994, agar tidak melampaui 10 persen.
“Kalau pada bulan September hingga Desember harga beras tidak bisa dikendalikan, maka inflasi yang tinggi bisa terjadi lagi, “kata Kepala Negara seperti dikutip Kepala Biro Pusat Statistik (BPS) Soegito Senin.
Pimpinan BPS melaporkan kepada Presiden, inflasi Januari-Agustus mencapai 6,85 persen, antara lain akibat kemarau panjang. Imam mengatakan, pernyataan Kepala Negara merupakan ‘warning’ agar inflasi bisa dikendalikan tidak lebih dari dua digit. Namun untuk mewujudkan hal itu diperlukan tindakan yang memadai, katanya. Wakil Ketua Komisi yang membidangi transmigrasi ,pertanian dan kehutanan ini berpendapat, sebenarnya masih terdapat ‘kantong-kantong’ pangan yang belum diinventarisasi oleh instansi yang berwenang. Sebagai contoh dia menunjuk proyek tumpang-sari di Toli-Toli dan Indramayu yang bisa menghasilkan padi gogo satu ton per hektar. Demikian pula, proyek tumpang-sari pada daerah-daerah konservasi alam dan transmigrasi, yang selama ini belurn diperhitungkan.
”Daerah-daerah kantong pangan seperti ini perlu diinventarisasi untuk dijadikan kekuatan pendukung swasembada beras,”kata Imam.
Meskipun demikian, anggota Dewan ini juga mengingatkan perlunya petani ditempatkan sebagai subyek bukan saja sebagai obyek pembangunan pertanian. Imam memprihatinkan nilai tukar yang diterima petani dan tingkat kesejahteraan mereka yang makin merosot, terlebih akibat laju inflasi.
“Masalah ini yang ingin kami pertanyakan, sejauh mana konsep departemen terkait untuk mengantisipasi makin turunnya nilai tukar petani,’ kata Imam.
Dia menjelaskan, tingkat kesejahteraan petani makin menyusut bukan saja akibat rendahnya nilai tukar yang mereka terima, namun juga makin tingginya biaya saprodi (sarana produksi), baik pra maupun pasca panen yang dikeluarkan, sehingga posisi petani menjadi sangat lemah. Untuk menciptakan stabilitas harga dan pangan, hnam juga berpendapat perlunya pemerintah meninjau kembali pengadaan dana pada Bulog yang kini diperoleh secara komersial.
“Mengingat misi Bulog sebagai stabilitor harga, ini kan kontradiksi kalau dana pembelian diperoleh secara komersial. Sebab sebagai stabilisator harga, Bulog mestinya senantiasa mengacu pada stabilitas swasembada pangan,” kata imam.
“Saya khawatir kalau tingkat kesejahteraan petani tak bisa dikendalikan, akan terjadi kepincangan di dalam swasembada sebab selama ini petani turut berperan dalam mewujudkan swasembada beras,” kata hnam Churmen.
(U.Jkt-001!13:07/B!EU05/13/09/9415:2l/rfl)
Sumber: ANTARA(B/09/1994)
___________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 367-368.