Pangkal Pinang, 5 Oktober 1998
Kepada
Yth. Bapak H. Muhammad Soeharto
Serta seluruh keluarga yang berbahagia
Di Jakarta
KENAPA SOPAN SANTUN HILANG ? [1]
Assalamu’alaikam wr. wb.
Sejak Bapak berbicara di hadapan TV menyampaikan masalah hujatan rakyat terhadap Bapak, yang saat ini sedang diudarakan atau di media cetak sungguh-sungguh sangat menyedihkan bagi diri pribadi saya.
Terlepas dari apapun persoalannya atau ada atau tidak bagi saya pribadi tidak menjadi persoalan, karena:
- Apakah seperti itu hujatan umat Tuhan yang beragama, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
- Hukum apa yang berlaku di negara kita ini?
- Apakah Bapak tidak berbuat untuk rakyat selama ini, saya rasa cukup berbuat, cukup mensejahterakan rakyat.
Inilah yang membuat saya pribadi sangat sedih, betul-betul saya meneteskan air mata melihat Bapak duduk mantap di depan TV yang sedikit mungkin mengganggu istirahatnya Bapak. Roman muka Bapak agak pucat dan agak kurusan sedikit.
Yang saya bayangkan itu di dalam situasi yang begini, Bapak tidak ada pendamping yang setia, tidak ada lagi penasehat yang menjernihkan/ mendinginkan/ menyejukkan pikiran setelah ditinggal Almarhumah. Itulah yang saya bayangkan, namun demikian seiring doa saya semoga Bapak tetap tegar, sehat selalu serta dilindungi oleh Allah Swt.
Saya adalah warga negara yang menurut saya adalah baik dari sekian juta rakyat kita yang terbaik itu, karena saya mengerti aturan negara, aturan agama dan adat istiadat kita yang menganut sopan santun, tutur kata yang lemah lembut, jadi saya tambah tidak mengerti lagi dengan hujatan-hujatan dari manusia-manusia yang saya anggap panutan bangsa ini. Mengapa jadi demikian. Yang lebih membingungkan saya langkah-langkah penegak hukum untuk memeriksa Bapak, apakah ada aturan tersendiri untuk Bapak sebagai mantan Presiden.
Menurut sepengetahuan saya suatu perkara dapat diusut apabila
- Ada pelaku (sebagai pesakitan)
- Ada barang bukti.
- Ada saksi-saksi terkecuali dalam hal tertangkap tangan.
Menurut saya usaha penegak hukum tersebut tidak akan berhasil karena semua langkah usaha sifatnya mencari-cari (meraba-raba).
Selanjutnya juga merembet-rembet ke putra-putri, cucu Bapak, itu menurut saya jauh sekali, kita tanyakan kembali, siapa yang sakit dan merasa dirugikan.
Kemudian yang saya tidak habis pikir apakah ada aturannya bahwa kita tidak boleh menyimpan harta, saya pernah mendengar ceramah dari kyai:
“Carilah harta dunia, seolah-olah kamu tidak akan mati, beribadahlah kamu seolah-olah kamu akan mati besok pagi.”
Bapak Haji Muhammad Soeharto yang saya hormati,
Inilah isi hati/ungkapan saya pribadi terhadap Bapak sehubungan dengan persoalan yang Bapak hadapi ini, semoga cepat selesai. Semoga Tuhan YME senantiasa melindungi Bapak sekeluarga, amin. (DTS)
Hormat dan maaf saya
A. Malik Yazid
Pangkal Pinang
[1] Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 283-284. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.