Kongres Agronomi Dibuka di Istana Negara
KEPALA NEGARA KRITIK KNPI SALAH ATUR [1]
Perumahan desa pemuda tanpa halaman
Bidang pertanian hadapi hambatan tidak kecil
Jakarta, Merdeka
Presiden Soeharto melontarkan kritik terhadap kompleks perumahan “Desa Pemuda Indonesia” yang dikelola Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) di Aek Nabara, Sumatera Utara, yang dinilainya sebagai salah atur.
“lni rumahnya satu kompleks ini saja sudah salah”, kata Presiden, ketika melihat lihat pameran photo pengolahan tanah kering yang diadakan di Istana Negara guna menyongsong kongres Agronomi 1977.
“Pekarangannya tidak ada,” tambah Presiden lagi. Kepala Negara mengatakan pekarangan dapat dijadikan suatu penghasilan harian antara lain dengan tanaman sayuran, cengkeh dan juga kelapa.
“Sayur sayuran tersebut dapat ditanami diantara tanaman cengkeh dan kelapa sebagai suatu kebun pasar,” ucap Presiden.
“Ini coba lihat”, kata Presiden, sambil menunjuk kepada rumah-rumah yang tidak mempunyai pekarangan itu.
Presiden Soeharto dalam dialog dengan pemimpin pemimpin Kongres Agronomi itu juga mengatakan, fihaknya sedang mencoba KNPI dengan memberi 51 traktor, sampai dimana mereka akan menjual jasa kepada para petani, diluar Jawa.
Presiden Soeharto setuju dengan pendapat ketua perhimpunan ahli Agronomi, Gunawan Satari, agar pajak impor traktor jangan disamakan dengan kendaraan biasa. “Itu jelas,” kata Presiden,” karena alat-alat produksi dengan sendirinya dibedakan pajak impornya”.
“Karena alat-alat tersebut belum secara langsung dimiliki oleh rakyat, sehingga masih menjadi barang dagangan,” kata Presiden menambahkan.
Kepada Presiden, dikemukakan oleh Gunawan Satari, bahwa kredit yang relatip baik untuk petani adalah kredit traktor seperti yang terdapat di Sulawesi Selatan.
Presiden Soeharto ketika membuka Kongres Agronomi itu mengatakan masalah pengangguran, baik yang nyata maupun yang tersembunyi harus pula dapat ikut dipecahkan oleh sektor pertanian.
“Kemajuan pembangunan pertanian menghadapi hambatan-hambatan yang tidak kecil,” kata Presiden.
Dikatakan untuk menaikkan produksi padi telah dilancarkan program Bimas dan Inmas dengan mengerahkan segala kemampuan dan tenaga yang ada.
“Kelemahan-kelemahan didalam program ini memang tidak sedikit, dan langkahlangkah perbaikan terus diadakan,” ujar Presiden.
Diterangkan banyak ujian oleh faktor lain diluar jangkauan kemampuan manusia. Dalam sepuluh tahun terakhir ini tidak kurang dari tiga musim kemarau yang kering dan panjang pada tahun 1972, 1976 dan 1977.
“Segera musim kering berakhir tanaman padi kita tidak sedikit rusak oleh bencana banjir, sementara itu serangan hama merajalela,” ucap Presiden.
”Namun, pemerintah telah siap menghadapi saat-saat yang sulit itu,” katanya. “Persediaan pangan cukup, sehingga musim kemarau sekarang ini, InsyaAllah, tidak akan mengakibatkan kenaikkan harga beras yang berarti,” ujar Presiden.
Dikatakan, pemecahan pokok masalah ini adalah tetap pada peningkatan produksi. Karena itu disamping intensifikasi yang harus terus ditingkatkan pelaksanaannya, ekstensifikasi tanaman pangan harus tetap diusahakan di segala bidang. Dalam pada itu masih banyak hambatan hambatan yang harus diatasi agar pemasaran hasil-hasil palawija dan tanarnan industri mampu bersaing dan menjelajahi pasaran internasional. (DTS)
Sumber: MERDEKA (28/10/1977)
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 482-484.