KETUA BAPPENAS: TENTANG PIDATO RAPBN 1988/1989

KETUA BAPPENAS: TENTANG PIDATO RAPBN 1988/1989

Jakarta, Antara

Menteri Negara Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas Prof Dr. J.B. Sumarlin menegaskan, Pemerintah Indonesia tidak akan melakukan devaluasi rupiah lagi, karena tidak ada kebutuhan untuk itu.

“Langkah devaluasi akan merugikan kita, karena akan meningkatkan beban pembayaran hutang dalam anggaran,” kata Sumarlin dalam keterangannya mengenai RAPBN 88/89 kepada pers asing di gedung Bappenas Selasa malam.

Ia juga menegaskan bahwa pemerintah juga tidak mempunyai rencana untuk melakukan penundaan pembayaran kembali hutang-hutangnya.

Diakuinya, tingkat kewajiban membayar hutang (DSR) Indonesia kini memang lebih tinggi dari yang diinginkan, tetapi masih dalam batas pengelolaan (manageable). Ia mengungkapkan bahwa pemerintah tidak akan merubah kebijaksanaan nilai tukar uang rupiah yang bebas (complete currency convertibility) yang telah ditrapkan beberapa tahun dan memberikan manfaat kepada Indonesia.

Menteri Keuangan Radius Prawiro, atas pertanyaan mengatakan kemampuan daya beli pegawai negeri dan anggota ABRI kini dibandingkan dua tahun lalu masih dalam keadaan berimbang, sekalipun gaji mereka belum bisa dinaikkan dalam RAPBN 88/89.

Menurut perhitungan Radius, pada tahun 1984 gaji pegawai negeri dinaikkan 8,1 persen dan tahun 1985 sebesar 20 persen, sedangkan inflasi tahun 1986dan 1987, ketika gaji tak dinaikkan, masing- masing adalah 8,3 persen dan 8,9 persen.

Ia mengatakan jika harga minyak bumi lebih tinggi satu dolar AS saja per barrel, di atas 16 dolar yang ditetapkan untuk perhitungan RAPBN 88/89, akan tersedia cukup uang tambahan untuk menaikkan gaji pegawai negeri.

“Tapi kenaikan satu dolar itu harus berlaku untuk sepanjang tahun, bukan hanya secara insidentil,” katanya, atas pertanyaan apakah jika benar terjadi kenaikan harga itu pemerintah akan segera menaikkan gaji pegawai negeri.

Tentang jumlah hutang luar negeri Indonesia, Radius mengatakan berdasarkan nilai tukar uang rupiah kepada dolar AS tgl. 30 September, 1987 seluruhnya kini adalah 35.194,6 juta dolar AS.

Dengan perkiraan realisasi ekspor akan mencapai 17.601 juta dolar AS untuk tahun 1987/88, maka DSR Indonesia kini adalah 29 persen.

Tentang komposisi pinjaman hutang luar negeri Indonesia berdasarkan mata uang, ia mengatakan 40,8 persen dalam yen, 6,6 persen dalam Deutsche Mark, 2,4 persen dalam poundsterling dan 37,2 persen dalam dolar AS.

Presiden Soeharto dalam pidato pengantar nota keuangan dan RAPBN 1988/89 Selasa pagi, Radius mengatakan beban pembayaran hutang RI naik akibat apresiasi yen dan DM terhadap dolar AS.

Tapi, ia mengatakan Indonesia akan tetap mengaitkan nilai rupiah pada dolar AS, sebab sebagian besar ekspor Indonesia adalah ke negara-negara dengan mata uang dolar AS.

Diakuinya, beban pembayaran hutang RI akan lebih ringan jika nilai mata-mata uang kuat dunia stabil. Penjelasan kedua menteri kepada pers asing itu dihadiri Dirjen PPG Dr. Edward Janer Sinaga.

Jakarta, ANTARA

Sumber : ANTARA (06/01/1988)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 232-233.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.