KITA BANYAK BISA BELAJAR DARI BUNG HATTA

PRESIDEN SOEHARTO :

KITA BANYAK BISA BELAJAR DARI BUNG HATTA

Presiden Soeharto mengingatkan kembali kepada seluruh bangsa Indonesia, hidup almarhum Bung Hatta, Proklamator Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, senantiasa memperlihatkan keteguhan sikap dan pendirian yang tidak goyang sedikit pun, betapa pun besarnya godaan dan cobaan yang dihadapinya.

Kepala Negara mengucapkan hal ini dalam amanatnya pada peresmian pemugaran makam Bung Hatta di Pemakaman Umum Tanah Kusir, pinggir jalan Bintaro Raya, Jakarta Selatan, Kamis pagi.

Sejak Proklamasi Kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Perubahan-perubahan besar telah terjadi.

Bangsa Indonesia kini menghadapi berbagai tantangan yang mungkin tidak terbayangkan beberapa dasawarsa yang lalu. Bangsa ini dihadapkan kepada berbagai tuntutan yang mungkin belum terpikirkan ketika negara inididirikan 37 tahun yang lalu.

Semuanya itu menghendaki jawaban secara lebih tepat karena memang disadari usaha untuk meneruskan cita-cita para pendahulu bangsa ini tidaklah harus dilakukan dengan sikap dogmatis, harus dilakukan dengan sikap kreatif.

"Namun dalam menghadapi berbagai tantangan yang menghadang, kita bisa belajar dari Bung Hatta, di antaranya dari wataknya yang teguh dan integritas nya yang utuh," kata Presiden.

Oleh karena itu, Presiden menekankan, kemajuan apapun yang hendak dicapai, sekali-kali tidak boleh megorbankan watak dan integritas bangsa sendiri, sebab di situlah letak nilai kepribadian bangsa.

Tanpa watak yang teguh dan integritas yang utuh bangsa Indonesia akan kehilangan kepribadian dan identitasnya.

"Ini yang akan menjadikan bangsa kita bangsa yang lemah," kata Presiden memperingatkan.

Sikap Kerakyatan

Segi lain dari kehidupan Bung Hatta yang perlu diteladani seluruh bangsa Indonesia disebutkan Presiden sikap kerakyatannya yang tidak pernah luntur.

Betapa pun tingginya jabatan yang pernah didudukinya dan betapa pun penghormatan rakyat yang diterimanya, semua itu tidak menjadikan sikap kerakyatannya luntur dan pudar.

Sikap kerakyatan Bung Hatta, kata Presiden, telah mempribadi dalam hidup dan kehidupannya sehingga tidak lekang karena panas dan tidak lapuk karena hujan.

Karena sikap kerakyatan itu, maka Bung Hatta selalu hidup secara sederhana. Tapi dalam kesederhanaan itulah terletak kekuatan, kebesaran dan keagungan Bung Hatta.

Kesederhanaan hidup Bung Hatta merupakan contoh yang sangat menonjol dari kehidupannya. "Kita semua perlu berguru pada kehidupan Bung Hatta," kata Presiden.

Presiden mengimbau agar contoh-contoh kehidupan Bung Hatta itulah yang perlu direnungi bersama pada saat bangsa Indonesia bekerja keras membangun masyarakat Pancasila.

Bagi bangsa Indonesia, masyarakat Pancasila adalah masyarakat yang dibentuk oleh manusia Indonesia yang berwatak teguh dan mempunyai integritas penuh sikap kerakyatan dan berkehidupan sederhana.

‘Tanpa nilai-nilai luhur itu, kita tidak mungkin berhasil mencapai dan mewujudkan cita-cita nasional bangsa Indonesia, masyarakat Pancasila," kata Presiden.

Bung Hatta Milik Seluruh Bangsa

Pada awal amanatnya yang dimulai dengan penghormatan terlebih dahulu kepada Rahmi Hatta, Presiden menyampaikan terima kasih dan penghargaan pemerintah kepada keluarga Bung Hatta yang menyetujui sepenuhnya pemugaran makam Hatta.

Pemugaran makam dilakukan karena Bung Hatta bukan saja milik keluarga, merupakan telah menjadi milik seluruh rakyat Indonesia dan menjadi bagian yang penting dari sejarah perjuangan bangsa lndonesia.

Pribadi, pemikiran dan kepemimpinan Bung Hatta akan selalu hidup dalam hati sanubari bangsa Indonesia. "Perjuangan, pengorbanan dan jasa beliau akan selalu hidup dalam ingatan dan kenangan kita," kata Presiden.

Presiden mengemukakan pula bahwa pembangunan makam Bung Hatta sama sekali tidak dimaksudkan untuk mengkultuskan Bung Hatta, karena sikap ini menurut Presiden lurus bertolak belakang dengan kepribadian Bung Hatta, Wakil Presiden RI pertama itu, yang sangat sederhana.

Pembangunan makam Bung Hatta dimaksudkan untuk menunjukkan sikap hormat seluruh rakyat dan bangsa Indonesia terhadap pemimpinnya yang telah berjasa luar biasa untuk Tanah Air dan berkorban untuk keluhuran bangsanya.

Disadari, kata Presiden, penghormatan terhadap Bung Hatta dan para pendahulu bangsa Indonesia lainnya tidak cukup hanya dengan membangun makam itu saja, tapi yang lebih penting tekad dan usaha meneruskan perjuangan mereka.

Seluruh bangsa Indonesia dan seluruh generasi selanjutnya memikul tanggung jawab besar meneruskan cita-cita nasional yang indah luhur yang telah diperjuangkan dan diwariskan para pendahulu.

Mengenai rancangan pembangunan makam Bung Hatta, Presiden mengatakan bahwa perjuangan, pandangan hidup dan kepribadian Bung Hatta itulah yang telah dicoba untuk dilambangkan dalam berbagai bentuk dan ukuran pada lingkungan makam ini.

Sebagai pejuang dan pemikir, kata presiden, Bung Hatta ikut merumuskan Pancasila dasar negara Republik Indonesia. Penghormatan bangsa Indonesia terhadap Bung Hatta sebagai pendiri negara ini yang ikut merumuskan dasar negara itu dilambangkan dalam ukuran lantai pertama cungkup makam yang berukuran lima kali lima meter.

Bung Hatta juga seorang muslim yang saleh, yang teguh imannya dan kuat ketakwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa. Angka lima melambangkan keislaman Bung Hatta yang kuat, menunjukkan lima rukun Islam dan sembahyang lima waktu.

Sejarah mencatat bahwa generasi Bung Hatta merupakan angkatan yang melahirkan berbagai gagasan dan pemikiran besar untuk membangun suatu kehidupan bangsa, yang merdeka.

Pikiran dan gagasan Bung Hatta mengenai demokrasi ekonomi dan koperasi, misalnya, terpancang kokoh kuat dalam UUD 1945. "Demokrasi ekonomi, dengan koperasi sebagai salah satu soko-guru ekonomi nasional itulah yang ingin kita bangun dalam alam Indonesia Merdeka," demikian Presiden mengatakan dalam amanatnya.

Upacara peresmian pemugaran makam Bung Hatta tersebut selain Ibu Rachmi Hatta dan Ibu Tien Soeharto, dihadiri pula oleh Wakil Presiden dan Ny. Nelly Adam Malik, pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara, Menko Kesra Surono, Menko Ekuin Widjojo Nitisastro, Menko Polkam M. Panggabean, para menteri Kabinet Pembangunan III, para Dubes dan anggota korps diplomatik lainnya serta para pejabat tinggi pemerintahan.

Selain itu, tampak pula menghadiri peresmian pemugaran Bung Hatta ini, Menteri Luar Negeri Malaysia Tan Sri Gazali Syafei. Selain Gubernur DKI Jaya Tjokropranolo, juga tampak hadir Gubernur Sumbar Ir.Azwar Arras.

Selesai memberikan amanatnya, dengan didahului pengguntingan pita yang dilakukan Ibu Tien Soeharto, Presiden membubuhkan tanda tangannya pada prasasti peresmian makam dan membuka selubung batu prasasti yang beratnya lima ton diletakkan di sebelah kiri pintu gerbang makam.

Pada batu prasasti ini dipahatkan kata-kata :”Meskipun Bung Hatta telah tiada, Bung Hatta akan tetap hidup di hati kami. Cita-cita Bung Hatta akan senantiasa menyinari perjuangan kami."

Kedua kalimat yang dipahatkan pada batu prasasti yang didatangkan dari Ciawi, Jabar, itu merupakan kata-kata Presiden Soeharto tatkala melepas jenazah Bung Hatta ke tempat peristirahatannya yang terakhir pada 15 Agustus 1980.

Sebelum meninjau bagian-bagian bangunan makam Bung Hatta, Presiden, lbu Tien Soeharto, serta Ibu Rachmi Hatta mendapat kesempatan pertama menaburkan bunga di atas pusara Bung Hatta. Penaburan bunga kemudian dilakukan Wakil Presiden dan Ny. Adam Malik, para pimpinan lembaga tertinggi dan tinggi negara, para menteri dan pejabat pemerintahan lainnya beserta isteri.

Selesai 234 Hari

Sekretaris Kabinet drs Murdiono selaku Ketua Direksi dan pimpinan proyek pembangunan Pemugaran Makam Proklamator Kemerdekaan Negara RI Bung Hatta dalam laporannya mengatakan bahwa pembangunan pemugaran makam tersebut yang batu pertamanya diletakkan lbu Rachmi Hatta sendiri 12 Agustus 1981 itu dapat diselesaikan dalam jangka waktu 234 hari.

Sekretaris Kabinet juga menjelaskan lingkungan makam yang terdiri dari bangunan utama, bangunan pendukung, bangunan pelengkap serta taman dan pepohonan.

Bangunan utama yang didirikan di atas tempat bersemayamnya jenazah Bung Hatta sejak semula, berupa cungkup makam.

Salah satu dari bangunan pendukung berupa gapura atau pintu gerbang yang beratapkan bentuk rumah di Minangkabau yang mengingatkan para pengunjung nantinya bahwa Bung Hatta putra Indonesia berasal dari Sumatera Barat. Bangunan pendukung lainnya adalah pagar keliling yang tembus pandang.

Bangunan pelengkap berupa batu prasasti dan musholla, tempat pengunjung nantinya mengambil air wudhu dan sembahyang.

Sekretaris Kabinet dalam laporannya itu menjelaskan arti dan perlambang berbagai bentuk dan ukuran-ukuran pada lingkungan bangunan makam bung Hatta itu.

Dalam kesempatan peresmian pemugaran makam ini, tampak pula hadir ketiga puteri dan para menantu Bung Hatta serta L. Wangsawidjaja, sekretaris pribadi Bung Hatta yang selalu mendampingi Bung Hatta dalam perjuangannya sampai akhir hayat. (RA)

Jakarta, Antara

Sumber : ANTARA (12/08/1982)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 769-773.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.