KITA BERKEWAJIBAN MEMPERSEMPIT JURANG PEMISAH ANTARA NEGARA-NEGARA KAYA DGN MISKIN

KITA BERKEWAJIBAN MEMPERSEMPIT JURANG PEMISAH ANTARA NEGARA-NEGARA KAYA DGN MISKIN

Presiden Soeharto Pada Jamuan Kenegaraan

Presiden Soeharto menegaskan, adanya pemisah antara negara-negara industri maju (negara kaya) dengan negara-negara yang sedang (negara-negara miskin) merupakan sumber keresahan kegelisahan dunia.

"Apabila tidak segera diatasi secara memuaskan akan dapat membuat bangsa­bangsa saling berhadap-hadapan, mungkin dalam pertarungan yang sukar untuk diselesaikan,"kata Presiden dalam pidatonya pada jamuan santap malam kenegaraan, tadi malam, di Istana Negara.

Jamuan santap malam kenegaraan ini diselenggarakan untuk menghormati Perdana Menteri Selandia Baru dan Nyonya Muldoon yang tiba di Jakarta, Selasa kemarin untuk kunjungan resmi selama 4 hari.

Dikatakan, dalam masa-masa mendatang persoalan umat manusia yang terbesar adalah bagaimana kita semua bertanggungjawab dan mengambil langkah-langkah nyata, untuk mempersempit jurang yang memisahkan negara-negara industri maju dengan negara-negara yang sedang membangun, yang memisahkan negara-negara kaya, dengan negara-negara miskin.

Dalam rangka ini, kata Kepala Negara, penting sekali langkah-langkah bersama semua bangsa untuk membangun Tata Ekonomi Dunia Baru.

Menurut Presiden Tata Ekonomi Dunia baru ini merupakan suatu cita-cita luhur yang didambakan oleh semua umat manusia dan telah disepakati oleh semua bangsa dalam forum PBB. Juga sangat penting artinya dialog Utara-Selatan yang bertujuan membangun hubungan ekonomi lebih berimbang dan adil.

Diakuinya, sebelum gagasan menjadi kenyataan, banyak masalah-masalah pelaksanaan yang rumit yang harus diatasi bersama.

"Tetapi yang penting, adalah kemauan politik dari semua semua pihak untuk mencapai penyelesaian yang adil dan wajar yang dikembangkan dari sikap persamaan, dan kepentingan bersama seluruh manusia," kata Kepala Negara.

Dalam hubungan ini Presiden mengajak agar menyadari bersama bahwa membangun tata hubungan baru yang lebih adil dan saling menguntungkan, bukanlah semata-mata kepentingan dari negara-negara yang sedang membangun, akan tetapi kepentingan negara-negara industri maju sendiri.

"Lebih itu, ia adalah kepentingan untuk manusia demi keselamatan bersama," kata Kepala Negara.

Selanjutnya Presiden mengatakan, keterbelakangan ekonomi dan rendahnya mutu kehidupan sosial tidak dianggap kurang berbahaya terhadap perdamaian dunia dibanding dengan bahaya konflik fisik lainnya yang kini sedang terjadi di berbagai kawasan.

”Tidak jarang kesulitan ekonomi suatu negara berkembang menjadi sumber keresahan sosial politik, yang kemudian mengundang campur tangan kekuatan­kekuatan asing dari luar," kata Presiden Soeharto menegaskan.

Terhadap berbagai ketegangan dunia, yang berkecamuk di berbagai kawasan, Presiden melihat perlu ada penyelesaian politik dan kemauan politik dari semua pihak.

Presiden yakin, hal ini akan dapat dilaksanakan apabila semua pihak berpijak pada azas-azas atau prinsip-prinsip internasional yang telah ada, berlandaskan kepada piagam dan keputusan PBB.

"Dasa Sila Bandung yang dihasilkan oleh Konferensi Asia Afrika 25 tahun yang lalu, juga merupakan landasan pedoman yang ampuh untuk menghindarkan adanya konflik-konflik yang gawat itu, atau untuk menyelesaikannya," ucapnya lagi.

Menurut Presiden, pada Dasa Sila Bandung itu terdapat berbagai asas yang justru makin cocok untuk menyelesaikan masalah-masalah dunia sekarang, seperti menghormati kedaulatan dan integritas wilayah semua bangsa, tidak mencampuri atau mengadakan intervensi atas masalah dalam negeri negara lain, menahan diri terhadap perbuatan atau penggunaan kekerasan terhadap integritas teritorial atau kemerdekaan politik suatu negara serta penyelesaian sengketa internasional secara damai.

Bantuan dan Kerjasama

Presiden pada awal pidatonya mengakui betapa besarnya bantuan ekonomi Selandia Baru kepada Indonesia. Kedua negara mempunyai persamaan cita-cita untuk memperkokoh perdamaian dunia yang menjunjung tinggi keadilan dan kesejahteraan ummat manusia.

Ditegaskannya, bantuan dan kerjasama tersebut telah digunakan sebaik-baiknya untuk pembangunan yang membawa kemajuan dan kesejahteraan rakyat.

"Besok lusa, Yang Mulia akan mengunjungi proyek geothermal Kamojang di daerah Jawa Barat yang indah, yang akan membangkitkan tenaga listrik sebesar 30 megawatt. Mudah-mudahan setiap sinar listrik itu nanti merupakan lambang terangnya cahaya persahabatan antara kedua negara kita," kata Kepala Negara.

Presiden percaya, banyak bidang ketjasama yang masih dapat dikembangkan bersama-sama oleh kedua negara, sebab ada persamaan-persamaan dasar antara kedua negara. Haluan luar negeri Selandia Baru yang tidak mendasarkan diri pada kekuatan senjata dan mencari persahabatan dengan semua bangsa di dunia, sejajar dengan jalannya politik luar negeri yang bebas dan aktif dari Indonesia, demikian Presiden.

Konflik yang Merusak

PM Robert David Muldoon dalam pidato balasannya menekankan, setelah invasi di Kamboja setahun yang lalu, pertempuran terus berlangsung di kawasan ini. Konflik yang timbul dilihat sangat merusak dan akan dapat mengancam keamanan di wilayah ini apabila tidak ada penyelesaian politik.

Betapapun juga, katanya, tragedi tersebut menyebabkan penduduk biasa menjadi korban.

"Selama konflik berlangsung terus, tidak akan ada akhir bagi penderitaan mereka," katanya.

Dalam masalah Kamboja ini, menurut PM Muldoon, Indonesia dan Selandia Baru menyumbangkan peranannya bagi penyelesaian masalah tersebut. Indonesia telah berperan menerima dan menyediakan tempat tinggal dan pengobatan bagi ribuan pengungsi lndocina.

"Dalam pembangunan telah meringankan beban yang dipikul oleh negara ASEAN lainnya. Demikian pula Selandia Baru telah membantu dengan bahan pangan, obat-obatan dan tiem dokter. Secara singkat satu dari 1000 penduduk kami akan berasal dari pengungsi Vietnam," katanya lagi.

Dikatakan, walaupun kedua negara berbuat sesuatu bagi pengungsi, namun penyebabnya yaitu masalah politik yang mengakibatkan keluarnya para pengungsi masih merupakan ancaman.

Selanjutnya dikatakan, terdapat keterbatasan bagi negara-negara yang tak langsung terlibat dalam konflik senjata untuk menghentikan mereka. Namun ia yakin bahwa kedua negara dengan cara masing-masing dapat mempengaruhi secara perseorangan ataupun bersama-sama.

"Saya mengetahui bahwa negara anda mempakan pelopor yang aktif bagi modernisasi bagi perdamaian dan penyelesaian bagi konflik tersebut," katanya.

Diingatkannya, Nopember lalu dalam sidang umum PBB, 90 negara mendukung resolusi ASEAN yang menyerukan penarikan mundur pasukan asing dari Kamboja dan penyelesaian politik bagi rakyat Kamboja untuk menentukan masa depan mereka sendiri.

"Seperti anda, kami juga tidak membenarkan tindakan-tindakan rezim Polpot, tetapi kita pun tidak dapat menerima Pemerintahan Phnom Penh yang sekarang didukung Vietnam," ucapnya.

Ditegaskannya, Selandia Baru mendukung usaha-usaha ASEAN mengadakan dialog dengan Vietnam dan melibatkan kekuatan-kekuatan besar untuk menciptakan suatu kondisi dimana penyelesaian secara damai bisa dilaksanakan.

Ia menyesalkan bahwa sejauh ini Vietnam tidak menunjukkan kemauannya mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan bagi suatu penyelesaian politik yang dapat melindungi kepentingan mereka sendiri dan membantu pembangunan perekonomian mereka maupun pembangunan kembali Kamboja.

PM Mulddon yakin, dialog dengan Vietnam pada waktunya bisa mencapai hasil­hasil seperti yang diharapkan. Tentang Afghanistan dikatakan, tindakan suatu negara super power yang mengerahkan pasukannya ke Afghanistan telah dikutuk oleh dunia.

"Tak satupun telah bekerja untuk menyelesaikan masalah itu,"katanya menyesalkan.

Hubungan Dengan Indonesia

PM Muldoon mengingatkan sejak kunjungannya lima tahun lalu volume perdagangan, kerjasama teknik telah meningkat dengan baik.

Ia menginginkan Selandia Baru memperluas hubungan ekonominya dengan Indonesia, melampaui jalur dua arah misalnya dilakukan kerjasama dalam bentuk joint venture.

Kepadanya sudah dilaporkan tentang adanya beberapa proyek yang menarik dan memungkinkan bisa dikembangkan.

”Kerjasama dan konsultasi antara pengusaha­pengusaha lewat kegiatan mereka dan kelompok-kelompok industri mempakan bidang lain yang sedang saya jajagi," katanya.

Ia melihat ASEAN sebagai kekuatan ekonomi yang penting di kawasan Pasifik. (DTS)

Jakarta, Pelita

Sumber: PELITA (28/05/1980)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 590-593.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.