KONFERENSI CIDES: PAK HARTO HARUS CEGAH ALIRAN MODAL KE NEGARA MAJU[1]
Jakarta, Republika
Presiden Soeharto mengharapkan negara-negara maju lebih banyak lagi mengalirkan bantuannya ke negara-negara berkembang. Adanya modal yang lebih besar mengalir ke negara maju harus dicegah. Lembaga-lembaga internasional diharapkan dapat mengurangi aliran modal ke negara yang telah maju. Sebab hanya dengan cara begitu, negara-negara berkembang dapat bekerja sama dan mengejar ketinggalannya. Selama ini, kata Presiden saat membuka Konferensi Internasional Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Kerangka Kemitraan Internasional di Istana Merdeka, Rabu (14/9), kerja sama yang terjalin banyak yang pengaruhnya menekan dan kurang memberi kesempatan kepada negara berkembang untuk melanjutkan pertumbuhan ekonominya. Seminar yang diselenggarakan oleh Center for Information and Development Studies (CIDES) itu berlangsung selama tiga hari.
“Dewasa ini baru sebagian kecil negara, berkembang yang telah berhasil melewati masa-misa kritis. dalam proses. pembangunan ekonominya. Sementara itu sebagian besar lainnya masih harus terus bergulat dengan persoalan-persoalannya sendiri,” kata Presiden.
Menurunnya aliran bantuan-bantuan luar negeri ke negara-negara berkembang akhir-akhir ini, kata Presiden telah lebih mempersulit upaya negara-negara yang bersangkutan untuk mengatasi masalah-masalah ekonomi yang mendasar tadi.
“Tidak sedikit negara-negara sedang berkembang mengalami kesulitan dalam mengembalikan kewajiban hutang luar negerinya. Jika dipaksakan, maka keadaan ekonomi dalam negerinya justru akan berubah parah,” tegasnya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, menurut Presiden diperlukan kemauan negara negara maju dan lembaga-lembaga internasional untuk mengurangi aliran modal yang terlalu besar ke Utara. “Inilah salah satu kunci yang akan memberikan kesempatan kepada negara-negara berkembang untuk menyelesaikan persoalan-persoalan mendasar dalam bidang ekonominya”, katanya. Menurut Presiden, ketimpangan hubungan yang terbuka maupun tersembunyi hendaknya berganti menjadi hubungan yang lebih adil bagi kedua belah pihak. Penyelesaian fungsi-fungsi lembaga internasional yang lebih memperhatikan pihak Selatan sangat diharapkan oleh banyak pemimpin negara-negara berkembang yang umumnya masih menghadapi berbagai masalah yang paling mendasar dalam pembangunan ekonominya.
“Yang diperlukan tidak saja kemauan negara-negara sedang berkembang sendiri untuk menyelesaikan masalah-masalah pembangunan ekonomi yang paling mendasar tadi tetapi juga bantuan negara-negara maju untuk meringankan beban yang dipikul,” tegasnya.
Di masa datang kata Presiden diharapkan fungsionalisasi lembaga-lembaga intemasional secara lebih baik, untuk memberikan kesempatan kepada negara-negara berkembang dalam mengejar ketertinggalan dari mitranya di negara maju.
“Kesenjangan pendapatan masyarakat dan pembangunan ekonomi antara keduanya bisa dijembatani melalui fungsi-fungsi lembaga intemasional yang lebih aktif. Dengan cara inikeselarasan dan pembangunan ekonomi antarbangsa akan menjamin hubungan yang lebih bermartabat dan saling menguntungkan,” ujarnya.
Menurut Kepala Negara, adalah jelas bahwa dunia Selatan yang aman, makmur, dan maju, bukan hanya penting bagi Selatan sendiri, akan tetapi juga akan menguntu ngkan bagi Utara. Baik dari segi ekonomi politik, sosial budaya maupun keamanan.
“Dunia Selatan itu didiami oleh bagian terbesar umat manusia. Karena itu kemajuan dan kesejahteraan Selatan akan membawa pengaruh yang tidak kecil bagi masa depan umat manusia dan keadaan dunia,” katanya.
Tanggung jawab untuk memperbaiki taraf hidup di dunia Selatan, kata Presiden, tentu saja menjadi tanggungjawab bangsa-bangsa Selatan sendiri. Setiap negara, katanya, mempunyai kedaulatan penuh untuk memobilisasi sumber daya alam dan sumber daya manusia dalam batas-batas wilayah teritorialnya untuk mencapai cita-cita nasional masing-masing.
“Pembangunan pemantapan dan pendayagunaan segala potensi negara kebangsaan mengandung kompleksitas masalah integrasi nasional yang tidak mudah. Sebagian negara Selatan bahkan masih harus bergulat dengan demikian banyak kesulitan untuk membangun persatuan dan kesatuan serta memantapkan stabilitas yang merupakan syarat mutlak bagi pembangunan,” ujarnya.
Pada dasarnya, kata Presiden, negara-negara Selatan menghadapi masalah yang sama. Karena itu akan sangat bermanfaat jika semua pihak mengadakan sating tukar informasi dan gagasan maupun pengalaman. Tentu saja tidak semua informasi, gagasan dan pengalaman negara lain dapat dimanfaatkan begitu saja oleh suatu negara. “Namun setidak-tidaknya informasi itu dapat menimbulkan aspirasi. untuk mendapatkan cara penyelesaian terbaik terhadap masalah yang dihadapi”.
Masalah terberat yang dihadapi negara-negara Selatan, kata Kepala Negara, adalah masalah kuantitas dan kualitas sumber daya manusia. Jumlah penduduk kita demikian besar. Tetapi, tingkat pendidikan dan pelatihannya belum terlalu tinggi serta belum menguasai ilmu pengetahuan dan manajemen modem yang diperlukan dalam suasana globalisasi ekonomi dewasa ini.
“Negara yang sedang membangun itu juga menghadapi berbagai masalah nilai, kehidupan dalam proses modemisasinya. Program Keluarga Berencana misalnya, tidak mungkin berhasil sebelum konsepnya dipahami, diterima dan didukung oleh para pemimpin informal dalam masyarakat. Karena itu sangatlah tepat jika masalah sumber daya manusia menjadi tema utama konferensi internasional sekarang ini,” tegasnya.
Peningkatan kualitas dan kemampuan sumber daya manusia di negara-negara berkembang merupakan syarat mutlak bagi kehidupan sosial politik dan ekonomi mereka.
“Tanpa manusia terdidik dan produktif sangat sulit bagi suatu negara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya, yang pada gilirannya juga mempersulit terlaksananya kehidupan sosial politik yang demokratis. Sebaliknya tanpa pertumbuhan ekonomi yang memadai, juga tidak mudah bagi suatu negara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia,”tegasnya.
Sementara itu Adi Sasono Ketua, Dewan Direktur Cides sekaligus Ketua Panitia Penyelenggara konferensi yang diadakan untuk memperingati dua tahun KTT X GNB di Jakarta mengatakan adanya empat tujuan konferensi ada empat. Pertama, menyamakan persepsi dan strategi baik bagi negara-negara dunia ketiga maupun negara-negara maju dalam rangka mengembangkan SDM, khususnya di negara negara dunia ketiga. Kedua, memperkokoh kerja sama intelektual antar negara Selatan-Selatan dan antar negara Utara-Selatan dalam upaya mengembangkan SDM. Ketiga, merumuskan strategi untuk pengentasan kemiskinan dan membangun infrastruktur bagi pembangunan yang berkelanjutan dan mandiri di negara-negara Selatan. Keempat, memperkokoh kemitraan dan mengembangkan dialog yang konstruktif untuk mendukung kerja sama pembangunan internasional.
Konferensi ini diikuti 38 Negara, yaitu Australia, Brasil, Brunei, Kamboja, Kanada, Chile, Cina, Kuba, Mesir, Prancis, Jerman, India, Indonesia, ltalia, Iran, Jepang, Kenya, Malaysia, Myanmar, Nigeria, Korea Utara, Palestina, PNG, Rusia, Korea Selatan, Swedia,Tanzania, Belanda, Filipina, Tunisia, Turki, Inggris, AS, Uzbekistan, Venezuela, Vietnam , dan Zimbabwe.
Hadir dalam acara pembukaan tadi malam, para menteri Kabinet Pembangunan VI, para pejabat tinggi negara, kalangan diplomatik beberapa orang pengusaha terkemuka, antara lain Ciputra, Rachmat Gobel dan tampak juga hadir Setiawan Djodi serta peragawati yang kini pengusaha Poppy Dharsono. Konferensi ini dibagi dalam tiga komisi, Komisi sistem Sospol dan Pembangunan yang dipirnpin oleh Dr.Dewi Fortuna, Komisi Pembangunan Infrastruktur Sasek oleh Drs. Frans Seda, dan Komisi Pengentasan Kemiskinan dalam Kerangka Pembangunan yang berkelanjutan dan mandiri oleh Prof. Mubyarto.
Pembicara 13 orang, lima di antaranya pidato utama, termasuk pidato PM Mahathir Mohammad tanggal 16 September yang membawakan topik “Hubungan Utara Selatan, Masalah dan Prospeknya “.
Sumber: REPUBLIKA ( 15/09/1994)
_______________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 518-521.