KTT OKI CASABLANCA BERAKHIR SETELAH TERTUNDA SEHARI

KTT OKI CASABLANCA BERAKHIR SETELAH TERTUNDA SEHARI[1]

Casablanca, Antara

Konperensi tingkat tinggi organisasi Konperensi Islam (KTT OKI) ke VII di Casablanca, Maroko, berakhir Kamis dengan mengeluarkan resolusi akhir mengenai sejumlah masalah politik serta ekonomi dunia, dan imbauan untuk memelihara persatuan serta meningkatkan citra Islam di mata internasional.

KTT OKI yang ditutup secara resmi oleh Raja Maroko Hasan II (ATSANI) semula dijadwalkan berakhir Rabu malam waktu setempat.

Namun penutupan terpaksa ditunda hingga Kamis siang, karena perdebatan sengit antara delegasi Palestina dan Yordania mengenai hak atas pemelihara tempat­ tempat suci Islam di kota Jerusalem (Al QudsAl Sharif). Yordania akhirnya menerima resolusi mengenai tempat suci Islam di Al QudsAl Sharif itu dengan reservasi, namun Raja Yordania, Hussein bin Talal meninggalkan Casablanca, Maroko, sehari sebelum penutupan konperensi (Rabu petang).

Selain Raja Hussein, sejumlah kepala negara/pemerintah juga meninggalkan Maroko sebelum KTT OKI ke VII tersebut ditutup secara resmi oleh Raja Hasan. Pihak tuan rumah, Raja Hasan II serta beberapa pemimpin negara Arab dan Is­lam lainnya berusaha keras menjadi penengah untuk menyelesaikan masalah politik antara Palestina dan Yordania, serta masalah antara Irak dan Kuwait yang hasilnya oleh beberapa delegasi dinilai masih menggantung.

KTT OKI di Casablanca dihadiri seban yak 52 delegasi negara Islam, sekitar 25 di antaranya adalah kepala negara/pemerintahan tara lain Presiden Palestina, Yasser Arafat, Presiden Mesir, Husni Mubarak, Presiden Senegal Abdou Diouf, Presiden Turki, Suleiman Demirel, PM Pakistan, Benazir Bhutto, PM Malaysia, Mahathir Mohammad dan Sultan Brunei Hasanal Bolkiah.

Masalah politik lainnya yang merupakan topik hangat dalam KTT OKI kali ini seperti masalah Bosnia Herzegovina telah terselesaikan dalam Konperensi Tingkat Menteri (KTM) OKI, dengan tercapainya kesatuan sikap serta pandangan OKI mengenai upaya penyelesaian damai di negara bekas Yugoslavia itu.

Sidang pleno hari kedua KTT OKI yang berlangsung hingga Kamis dini hari waktu setempat itu diisi oleh perdebatan mengenai sejumlah masalah, sebelum pimpinan sidang mengadopsi resolusi-resolusi akhir dari KTT OKI ke VII yang juga bertepatan dengan perayaan 25 tahun organisasi tersebut.

Selain itu sidang pleno hari ke dua juga di isi oleh pidato pemandangan umum dari 15 ketua delegasi negara-negara Islam yang hadir, termasuk ketua delegasi Indonesia, Menteri Luar Negeri Ali Alatas yang mendapat giliran sebagai pembicara ke tujuh setelah ketua delegasi Tunisia.

Sidang pleno KTT OKI yang berlangsung di ruangan khusus konperensi di Istana Raja (Palais Royal) merupakan sidang tertutup, hingga ratusan wartawan dari berbagai media massa baik lokal maupun wartawan asing tidak dapat mengikuti jalannya persidangan. Bahkan begitu tertutupnya, pihak tuan rumah Maroko sebagai penyelenggara tidak menyediakan sirkuit monitor yang menyiarkan secara langsungjalannya persidangan sebagaimana biasanya konperensi- konperensi internasional.

Lebih parah lagi, pihak yang bertanggungjawab menangani humas tidak memberikan penjelasan-penjelasan resmi serta menyediakan bahan-bahan tertulis yang umumnya disediakan di setiap penyelenggaraan konperensi berskala internasional.

Parawartawan baru bisa memperoleh keterangan mengenai jalannya persidangan ataupun hasil dari KTI itu sendiri, hanya dengan cara mencegat para delegasi yang keluar dari pintu gerbang Istana menuju mobil-mobil jemputannya. Itupun kalau tidak dihalangi petugas keamanan setempat. Maroko sendiri telah tiga kali mendapat kesempatan sebagai penyelenggara KTI OKI, yaitu KTI OKI pertama tahun 1969 di kota Rabat, serta dua kali di Casablanca yaitu KTI OKI ke IV tahun 1984 dan KTI OKI ke VII kali ini.

Persatuan dan Solidaritas

Menlu Alatas sebagai utusan kepala negara dalam sambutannya menyerukan negara Islam agar tetap menggalang persatuan serta solidaritas, terutama dalam menghadapi berbagai tantangan di dunia, baik politik seperti situasi di Bosnia Herzegovina maupun masalah ketimpangan hubungan ekonomi antara negara maju dan negara berkembang.

Menurut Alatas, seyogyanya negara Islam mampu mengatasi semua perbedaan pendapat dengan cara damai tanpa membeda-bedakan ras, bahasa, budaya dan latar belakang politik serta sistem ekonomi sesuai dengan ajaran Islam serta suri teladan yang diperlihatkan oleh sunnah Rasulullah Muhamamd SAW. Dikatakannya, saat ini adalah masa yang paling tepat bagi negara Islam untuk bersatu, karena masyarakat muslim di berbagai penjuru dunia mengalami penjajahan, agresi, diskriminasi sosial dan berbagai tekanan.

“Dalam situasi seperti ini negara Islam harus menghilangkan sikap saling bermusuhan, tidak percaya dan saling mencurigai serta harus meningkatkan rekonsiliasi dengan dijiwai oleh ukhuwahlslamiah,” ujar Alatas.

Menyinggung semakin memburuknya situasi di Bosnia-Herzegovina baru-baru ini, Alatas dengan tegas menyatakan sikap Indonesia yang sangat menyesalkan ketidakmampuan dan kegagalan beberapa pihak kekuatan yang dipercayakan untuk menegakkan keadilan serta prinsip-prinsip perdamaian.

“OKI seyogyanya tidak mengizinkan digantinya penegakan hukum yang sah dengan hukum yang ditegakkan secara brutal,”tegas Alatas.

Oleh karenanya, imbau Alatas, OKI seyogyanya tidak hanya melontarkan pernyataan-pernyataan solidaritas serta dukungan saja bagi Bosnia, melainkan harus bertindak nyata dengan mengulurkan bantuan baik material maupun politik. Disebutkan, Presiden Soeharto sebagai Ketua GNB mengutuk serangan­ serangan yang dilancarkan kekuatan militer Serbia Bosnia pada wilayah aman di Bihac baru-baru ini, serta ancaman yang ditujukan pada kekuatan PBB yang bertugas di sana.

Menyinggung masalah di Timur Tengah, Alatas mengatakan bahwa Indonesia sangat prih atin atas meningkatnya ketegangan serta kekerasan di wilayah-wilayah pendudukan Israel di Palestina.

Itu jelas merupakan tindakan disengaja Israel yang melanggar perjanjian serta kesepakatan yang telah dicapai sebelumnya dengan Palestina. Indonesia juga sepakat akan pentingnya pengembalian mesjid Al-Aqsha di Jerusalem yang merupakan tempat suci Islam ke tiga dan kiblat pertama bagi umat Islam.

Citra Islam

Menlu juga menyinggung upaya pelurusan serta penegakan kembali citra Islam di masyarakat internasional yang oleh pihak-pihak di luar Islam sengaja dikembangkan citra negatif sebagai identitas Islam dalam beberapa tahun terakhir ini.

Dikatakan, seringkali disamakan antara tindakan terorisme dengan perjuangan suci kaum muslimin dalam memperoleh hak-hak politiknya yang dilansir oleh pihak Barat hingga menimbulkan citra Islam yang negatif. Untuk itu, katanya, negara-negara Islam seyogyanya meningkatkan kemampuan untuk membentuk suatu jaringan komunikasi dan mengupayakan suatu kiat yang lebih canggih dalam menyampaikan Islam sebagaimana adanya, melalui penyatuan sumberdaya dan pengembangan strategi komunikasi massa di kalangan negara-negara Islam. FAC-KL01/SU05/16:10/EL01/RB1/15/12/9416:15

Sumber :  ANTARA(15/12/1994)

________________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 130-133.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.