KUNJUNGAN KENEGARAAN PRESIDEN

KUNJUNGAN KENEGARAAN PRESIDEN

PADA hari Minggu malam kemarin, Presiden Soeharto dan rombongan memulai kunjungan kenegaraannya ke tiga negara, Inggris, Sri Lanka dan Bangladesh.

Kunjungan ke Inggris merupakan yang pertama kali bagi Kepala Negara Republik Indonesia dan kunjungan Presiden Soeharto membalas muhibah Ratu Elisabeth ke Indonesia pada tahun 1974.

Presiden Bangladesh, Ziaur Rachman juga pemah datang ke Indonesia, Presiden Sri Lanka, Jayawardene, demikian pula PM Premadasa belum pernah ke negeri kita. Tetapi beberapa pendahulunya seperti PM Ny. Sirimavo Bandaranaike sudah lebih dulu ke sini.

Kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto disertai Ny. Tien Soeharto, Menko Ekuin Prof Widjojo Nitisastro, Menlu Prof Moechtar Kusumaatmadja, Menteri Sekretaris Negara Sudharmono SH.

Oleh Dubes Indonesia untuk Kerajaan Inggris, Marsekal Saleh Basarah, kunjungan ke Inggris dinilai sebagai "lebih memperkuat fondasi bagi hubungan kerjasama kedua negara di masa-masa datang".

Yang pertama-tama akan menarik ialah pengalaman berkunjung ke negara kerajaan sarat oleh tradisi. Protokol berabad-abad dan warna-warni akan menjadi salah satu ciri kunjungan tersebut.

Inggris bukan lagi Britania Raya yang terdahulu. Namun posisinya dalam Masyarakat Eropa dan dalam diplomasi internasional masih cukup penting, terutama juga karena pengalaman dan sikapnya yang luwes dan pada umumnya lebih bijaksana.

Inggris sebagai anggota kelompok negara Persemakmuran merupakan partner yang bermanfaat untuk bertukar fikiran mengenai berbagai masalah internasional khususnya yang menyangkut hubungan negara industri dan non-industri serta persoalan-persoalan hangat Indocina, Zimbabwe, Timur Tengah.

Dengan Sri Lanka dan Bangladesh, Presiden Soeharto dan rombongan, berkesempatan tukar menukar mengenai pengalaman membangun negeri masing­masing.

Sri Lanka mempunyai pengalaman yang khas. Orang menilai, pembangunan di negeri itu berhasil menempatkan kualitas hidup dalam fokus utama. Pertumbuhan ekonomi marjinal, tetapi aspek pemerataannya dinilai cukup berhasil.

Memang ada kritik, Pemerintah sebelumnya terlalu mengutamakan pemerataan dan pelayanan akan kebutuhan pokok rakyat secara cuma-cuma, sehingga pertumbuhan hampir-hampir dikorbankan.

Pemerintah yang sekarang, di bawah Presiden Jayawardene, berusaha menemukan keseimbangan yang optimal dan dinamis antara pemerataan serta pertumbuhan. Di samping itu, kehidupan demokrasi juga diberi tempat lebih besar.

BANGLADESH, negeri berpenduduk sekitar 100 juta dihadapkan pada alam yang tidak ramah dan keterbatasan sumber-sumbernya. Tingkat pertumbuhan ekonomi dan tingkat hidup rakyatnya di bawah kita.

Negeri itu baru mengalami stabilitas dalam kemerdekaan nasional setelah tampilnya tokoh kuat kini, Presiden Ziaur Rachman. Sebetulnya, sejak Mujibur Rachman berhasil memerdekakan negerinya dari Pakistan melalui peperangan, negara itu mengalami pergolakan intern.

Pembangunan komunitas dianggap berhasil. Pemerintah berhasil menggerakkan, memberikan motivasi dan iklim, akan meluasnya pekerja-pekerja komunitas. Ahli pertanian, dokter, ahli pembangunan komunitas, secara intensif dan betah terjun ke masyarakat kecil di desa-desa dan menggerakkan pembangunan dari bawah.

Dalam konteks kerjasama regional, Sri Lanka dan Bangladesh menduduki posisi unik. keduanya bukan anggota ASEAN. Keduanya berkecenderungan kuat menjadi anggota ASEAN. Mereka termasuk daerah periferi di sebelah barat ASEAN seperti halnya Papua Nugini di sebelah timur.

Kunjungan Presiden Indonesia, salah satu negara ASEAN yang berbobot, merupakan kesempatan baik untuk tukar menukar pandangan tentang perkembangan wilayah dunia, terutama di sekitar negeri-negeri tersebut. Titik temu lain ialah dalam kerjasama Nonblok dan yang paling provokatif telah sama-sama terlibat dalam usaha besar yang kompleks membangun negerinya di bidang sosial politik, ekonomi dan kebudayaan.

Dalam kawasan Asia Tenggara dan daerah periferinya, perkembangan indonesia yang maju dan mantap, ikut berpengaruh terhadap stabilitas, keamanan dan kesejahteraan regional. Posisi itu lebih jelas dan lebih meyakinkan, jika sekali-sekali dilihat dari luar. (DTS)

Jakarta, Kompas

Sumber: KOMPAS (12/11/1979)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 203-204.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.