KUNJUNGAN PRESIDEN SOEHARTO KE SARAJEVO (BAGIAN 1) KETEGANGAN DI ZAGREB

KUNJUNGAN PRESIDEN SOEHARTO KE SARAJEVO (BAGIAN 1) KETEGANGAN DI ZAGREB

Jakarta, Republika

Presiden Soeharto 8-15 Maret melakukan lawatan ke Denmark, Kroasia, dan Bosnia-H erzegovinaDi Denmark Presiden menghadirKonferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Sosial dan Pertemuan Pendidikan Untuk Semua. Sedang di Kroasia dan Bosnia melakukan kunjungan kenegaraan. Berikut laporan wartawan Republika Hersubeno Arief yang ikut dalam rombongan tersebut.

Bandara Zagreb, Republik Kroasia, Senin petang udara masih terasa dingin, meski musim salju telah bergulir ke musim semi. Pohon-pohon di sekitar bandara masih tampak meranggas. Tampak beberapa petugas keamanan Indonesia berpakaian sipil dan terbungkus mantel warna gelap. Mereka duduk bergerombol di pojok terminal keberangkatan.

Sesekali mereka berjalan untuk menghalau rasa dingin. Dan juga ketegangan yang diam-diam menyelinap. Arloji menunjukkan pukul 16.00 tepat waktu setempat (atau sekitar pukul 22.00 di Jakarta). Ini mernpakan saat-saat menegangkan. Beberapa ratus kilometer dari Zagreb, di kota yang terkepung Sarajevo, Presiden Soeharto -begitulah kabar yang mereka terima -sedang berpamitan dengan tuan rumah Presiden Alija Izetbegovic. Dari istana kepresidenan Bosnia di pusat kota, Pak Harto masih harns melakukan perjalanan lebih lima kilometer menuju aerodrom (bandara).

Tiga puluh menit kemudian, wajah para petugas keamanan ini barn mencair. Handy talky yang mereka pegang mulai menguik. Rekan mereka yang terus memonitor perjalanan tersebut dari Posko di Hotel Interconintel, Zagreb, mengabarkan pesawat kecil yang membawa Pak Harto dari bandara Sarajevo telah lepas landas. Senyum mereka makin melebar sebentar kemudian. “Bapak sudah berangkat 25 menit yang lalu,” kata salah seorang dari mereka. Rasa lega perlahan mulai menjalar ke seluruh ruangan yang juga dipenuhi oleh puluhan wartawan Indonesia. Namun begitu, toh mereka masih harus bersabar untuk menunggu. Masih tersisa satujam lagi untuk mendapat kepastian apakah Pak Harto yang terbang ke wilayah yang bergolak itu bakal tiba kembali dengan selamat.

Dan semua bertepuk tangan ketika pesawat Presiden mendarat mulus di Bandara Zagreb. Sarajevo jarang menerima tamu setingkat kepala negara atau pemerintahan. Sebelum ini tercacat hanya tiga yang pernah ke sana: Presiden Prancis Francois Mitterand dan Perdana Menteri Pakistan Benazir Bhutto yang datang bersama rekannya dari Turki, Tansu Ciller.

Meski eskalasi telah terjadi beberapa bulan sebelumnya, perang pecah di Bosnia sekitar April 1992, yakni beberapa hari setelah republik itu mengumurnkan melalui sebuah referendum-pemisahan dirinya dan federasi Yugoslavia.

Masyarakat Eropa, dan belakangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, mengakui kemerdekaan serta kedaulatan republik berpenduduk sekitar 4,5 juta jiwa itu. Namun, minoritas Serbia -dengan dukungan persenjataan dan politik dari Republik Serbia pimpinan Slobodan Milosevic -memboikot referendum serta kemerdekaan itu. Dengan keunggulan militemya, Serbia akhirnya menguasai 70% wilayah Bosnia seluas sekitar Propinsi Jawa Timur -hanya dalam tempo beberapa pekan. Cerita pembersihan etnis -pembantaian, teror dan perkosaan -telah menjadi bagian klise dari pemberitaan media massa internasional setelah itu. Sekitar 200.000 orang tewas selama tiga tahun terakhir, jutaan lain kehilangan tempat tinggal. Korban utama dari kisruh ini adalah kaum Muslim. Sarajevo, pusat pemerintahan yang terletak di lembah Sungai Miljacka yang dikelilingi gunung, belakangan terkepung oleh tentara Serbia. Kota yang indah, dan pemah menjadi tuan rumah Olimpiade Musim Dingin 1984 itu, rusak parah oleh hujan mortir. Puluhan ribu penduduknya termasuk anak-anak dan wanitanya tewas, antara lain oleh sasaran penembak gelap. Taman-taman kota berubah menjadi kuburan masal.

Situasi sedikit membaik setelah pada akhir tahun lalu tercapai kesepakatan gencatan senjata. Tapi, kota itu tetap terkurung dari dunia luar dan penduduknya menjadi sasaran penembak gelap secara sporadis. April depan ini, Sarajevo akan menyusul rekor, Leningrad (belakangan St.Petersburg) menjadi kota yang paling lama terkepung dalam sejarah perang kontemporer -tiga tahun penuh.

Bisa dibayangkan kenapa perjalanan Pak Harto ke Sarajevo ini agak menegangkan. Sepekan sebelumnya, Presiden Turki Suleiman Demirel terpaksa mengurungkan niatnya ke Sarajevo, setelah Serbia mengancam akan menembaki pesawatnya.

Petjalanan itu sempat diisukan bakal urung. Sampai sehari sebelum keberangkatan Presiden, rombongan Indonesia yang menyertai kunjungan ke negara di Semenanjung Balkan itu belum mendapat kepastian ,apakah Pak Hartojadi atau tidak ke Sarajevo. Seorang petugas keamanan Indonesia yang telah berada di Sarajevo bahkan mengaku baru mendapat kepastian beberapa saat sebelurn Presiden lepas landas dari Zagreb.

Beberapa hari sebelurnnya, ketika masih berada di Kopenhagen, beredar kabar di kalangan wartawan Indonesia, bahwa kunjungan ke Sarajevo tersebut urung. Kasak-kusuk Rian mengeras ketika terdengar kabar bahwa Menlu Ali Alatas sempat bertemu dengan Sekjen PBB Boutros Boutros Ghali di sela-sela acara Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Sosial.

Dan spekulasi tentang bakal urungnya rencana ke Sarajevo makin mengental ketika hari Ahad tersiar kabar pesawat yang ditumpangi Utusan Khusus PBB Yasushi Akasi ditembaki tentara Serbia yang mengepung bandara Sarajevo. Namun, berbeda dengan anggota rombongan yang khawatir, Presiden Soeharto sendiri narnpaknya tenang-tenang setia. Senin pagi ketika menerima tiga orang pasukan Indonesia, yang bertugas menjadi anggota Unprofor, di Suite Room Kepresidenan di Hotel Intercontinental, Presiden menceritakan rencana kunjungannya itu dengan datar saja.Seolah-olah tak ada peristiwa besar yang bakal terjadi.

“Beliau kelihatan tenang sekali,”kata Letkol. Heridadi Dan Yonkes Kostrad yang kini bertugas di Bosnia. Jadwal kegiatan Presiden pagi ituju ga betjalan normal. la melakukan kunjungan kehormatan kepada Presiden Franjo Tudjman dan kemudian melakukan pembicaraan

 

bilateral. Dan dari Istana Kepresidenan yang berada di puncak bukit inilah, Pak Harto kemudian langsung menuju Bandara Zagreb. Pukul lO.OO, Presiden memasuki pesawat jenis Jak-40 milik PBB yang akan membawanya ke Sarajevo. Dia diiringi oleh Menlu Ali Alatas, Mensesneg Moerdiono, Pangab Jenderal Feisal Tanjung, Dubes dan Kepala Pelaksana Ketua Gerakan Non Blok (GNB) Nana Sutresna, Wakil Tetap RIdi PBB Nugroho Wisnumurti, Dubes Indonesia di Hungaria-Bosnia-Kroasia Suleiman Pringgodigdo serta Sekretaris militer Mayjen Pranowo.

Pukul ll.OO pesawat buatan Soviet dengan tiga buah mesin yang dikemudikan oleh Kapten Voronine Eugueni mulai lepas landas. Presiden yang duduk di sayap sebelah kiri didampingi oleh Dan Group A Paspampres Kol.Inf Sjafrie Syamsoeddin, sedang di sebelah kanan adalah Mensesneg Moerdiono dan Menlu Ali Alatas. Pesawat yang telah berusia dua puluh tahun itu berkapasitas 26 orang namun sesuai prosedur penerbangan, dua buah tempat duduknya harus dikosongkan.

Berbeda dengan para penumpang lain yang menggunakan rompi antipeluru seberat 12 kg yang disertai juga dengan helm antipeluru, Presiden samasekali tidak menggunakan perlengkapan yang menjadi standar PBB itu. Dalam penerbangan selama 90 menit itu sehamsnya hanya 60 menit, karena untuk menghindari wilayah Serbia -Presiden tampak tetap berbincang-bincang santai. Penampilan yang tenang dari Presiden ini mendapat pujian dariDirektur Informasi Unprofor Michael Williams.”Presiden Soeharto adalah presiden yang berani sekali,” pujinya.

Pujian Williams yang pernah bertugas di Indonesia ini agaknya tidak berlebihan. Menurutnya, Unprofor sendiri tidak berani menjamin keselamatan sepenuhnya. Menurut Williams, sebelum keberangkatan Pak Harto, pihaknya telah berkali-kali mengontak pihak Serbia. Namun sampai keberangkatan kontak dengan Serbia tak juga diperoleh.

Penerbangan ke arab Sarajevo itu memang mempakan penerbangan yang sangat berbahaya. Selama sepekan, kata Eugueni dia biasanya menerbangi rute tersebut sebanyak dua sampai tiga kali. Namun kalau situasinya tidak aman ia bisa samasekali tidak terbang. Sesaat sebelum terbang, ketika ditanya wartawan, Eugueni sendiri mengaku tidak tabu apakah penerbangannya dengan Pak Harto akan selamat atau tidak. Mantan penerbang komersial dari maskapai penerbangan Rusia Acrollot itu hanya tertawa ketika para wartawan Indonesia kembali mendesaknya tentang keselamatan Presiden. “Yang jelas hari ini lebih baik dari kemarin,”katanya. •

Sumber:REPUBLIKA (17/03/95)

__________________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 186-189.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.