KUNJUNGAN PRESIDEN SOEHARTO KE SARAJEVO (BAGIAN 2) EMPAT JAM DI SARAJEVO

KUNJUNGAN PRESIDEN SOEHARTO KE SARAJEVO (BAGIAN 2) EMPAT JAM DI SARAJEVO[1]

 

Jakarta, Republika

 

PENGANTAR REDAKSI:

Presiden Soeharto 8-15 Maret melakukan lawatan ke Denmark, Kroasia, dan Bosnia-Herzegovina. Di Denmark Presiden menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Pembangunan Sosial dan Pertemuan Pendidikan Untuk Semua sedang di Kroasia dan Bosnia melakukan kunjungan kenegaraan. Berikut Laporan wartawan Republika Hersubeno Arief yang ikut dalam rombongan tersebut. lringan-iringan panser (Armoured Personel Carrier APC) milik pasukan Unprofor Prancis itu perlahan dari Bandara Sarajevo, melewati jalan-jalan kola yang dingin dan porak-poranda, langsung menuju ke lstana Kepr esidenan Bosnia.

PADA RANGKAIAN paling depan dari 12 buah kendaraan tempur itu bertebaran pasukan PBB, Bosnia dan beberapa di antaranya terselip beberapa petugas keamanan Indonesia. Ini memang bukan konvoi biasa atau sekadar patroli rutin yang dilakukan oleh pasukan penjaga perdamaian. Di dalam salah satu perut kendaraan lapis baja berwama putih buatan Renault itu terdapat Ketua Gerakan Non Blok (GNB) Presiden Soeharto. Presiden, yang mengenakan overcoat warna gelap dan kopiah hitam seperti biasa, duduk di sayap kiri tanpa rompi antipeluru. Di sebelah kanannya duduk Dan Group A Paspampres Kol. Inf. Syafrie Syamsoeddin. Sedang duduk berhadapan di depannya ajudan Kol. Soegiono, Kol. Prasetyo dari Kedubes RI di Beograd dan Penerjemah Presiden/Ass-mensesneg Urusan Luar Negeri Widodo Sutyo.

Anggota rombongan misalnya Mensesneg Moerdiono, Menlu Ali Alatas, Pangab Jend. Feisal Tanjung, Dubes/Kepala Pelaksana Ketua Gerakan Non Blok Nana Sutresna, Watapri di PBB Nugroho Wisnumurti, Sekmil Presiden Mayjen. Pranowo serta pejabat tinggi lainnya terpisah di APC yang berbeda. Semua menggunakan rompi antipeluru berwarna biru.

“Waktu yang 25 menit rasanya seperti berjam-jam,” kata seorang petugas Indonesia yang saat itu ikut mengamankan perjalanan Presiden ke Sarajevo itu.

Meskipun dipersiapkan cukup teliti, bukannya tak mungkin kunjungan kenegaraan yang membawa misi damai itu berubah ke arah yang tak diinginkan. Tentara Serbia yang telah hampir tiga tahun terakhir mengepung Sarajevo bisa saja sewaktu-waktu memuntahkan amunisinya. Seperti diakui oleh Direktur Informasi Unprofor Michael Williams, sampai saat keberangkatan, mereka belum memperoleh kontak dengan pihak Serbia. Seorang jenderal Indonesia ketika bertemu dengan Republik di Zagreb mengakui adanya problem teknis menyangkut pengamanan kunjungan yang dinantikan dengan berdebar olch segenap bangsa Indonesia itu. Sebagai contoh, meskipun telah dikirim tim pendahulu, namun untuk lebih amannya Mabes ABRI kembali mengirim satu regu pasukan pengaman. Mereka diberangkatkan bersamaan dengan hari keberangkatan Presiden. Namun mereka tiba lebih dahulu di Zagreb, karena melakukan penerbangan via Jerman. Sampai hari keberangkatan Presiden, para pasukan pengaman ini tetap tertahan di Zagreb, karena tidak adanya pesawat PBB yang menerbangkan mereka ke Sarajevo. “Pokoknya maybe-maybe terus, Mas,” kata salah seorang dari mereka. “Istri saya mungkin sekarang masih terus berdoa. Tapi saya masih di sini,” kata yang lain menimpali dengan bercanda.

Demikian pula halnya dengan rencana keberangkatan wartawan. Semula dicadangkan akan ada lima orang wartawan yang masuk ke Sarajevo. Mereka diharapkan berangkat mendahului rombongan Presiden, temyata mereka juga menghadapi persoalan yang sama dan terpaksa diberangkatkan bersama rombongan meskipun dengan terpaksa jumlahnya diciutkan hanya menjadi dua orang saja. Perubahan juga teijadi padakendaraan yang digunakan oleh Presiden selama di Sarajevo. Jika semula direncanakan akan menggunakan Jeep Landrover antipeluru, belakangan diganti dengan APC. Sedang jadwal untuk melakukan inspeksi keliling kota juga ditiadakan, karena mengandung risiko yang cukup besar.

***

Perlahan-lahan rangkaian APC tersebut kemudian memasuki kompleks Istana Kepresidenan Bosnia. Yang mengherankan, meskipun dicekam suasana yang menakutkan, ratusan penduduk Sarajevo berdiri di jalan seberang Istana mengelu-elukan kedatangan Pak Harto.

“Assalamualaikum,” sapa Presiden Soeharto kepada rekannya Presiden Bosnia Alija Izetbegovic. Sambi\menyambut salam tersebut Presiden Alija memegang erat tangan Pak Harto. Dan setelah berbincang-bincang sejenak, Presiden mengantarkan tamunya ke ruang istirahat.

Presiden Soeharto sendiri kemudian menunaikan salat Dzuhur. Sudah menjadi kebiasaan Kepala Negara bila bepergian ke mana pun selalu membawa sebuah tas kecil. Di dalam tas tersebut terdapat sebuah sajadah, sarung, dan kopiah hitam.

“Sarungnya biasa saja, jangan Anda bayangkan semuanya serba mewah. Beliau orangnya sederhana sekali,”kata seorang sumber yang dekat dengan Pak Harto.

Usai salat barulah pembicaraan-pembicaraan dilaksanakan. Pak Harto melakukan pembicaraan empat mata dengan Presiden Alija. Sementara para menteri dan pejabat tinggi lainnya melakukan pembicaraan pararel. Semuanya berjalan lancar, seolah seperti tidak terjadi sesuatu di luar sana. Hidangan yang tersedia pada waktu makan siang juga cukup melimpah, layaknya jamuan makan kenegaraan. Sepanjang pembicaraan berlangsung, Presiden Alija tak bisa menyembunyikan kebahagiaannya. Kunjungan Pak Harto dalam penilaiannya merupakan suatu hal yang sangat berarti, bukan hanya kapasitasnya sebagai Ketua GNB, tapi lebih dari itu, ia adalah Kepala Negara dari sebuah negara dengan komunitas muslim terbesar di dunia, sama dengan agama yang dipeluk bangsa Bosnia. Memang dukungan bangsa Indonesia terhadap perjuangan rakyat Bosnia telah lama mengalir. Ketika berkunjung ke Indonesia beberapa waktu lalu, Presiden Alija bisa menyaksikan sendiri betapa besar simpati masyarakat Indonesia terhadap mereka. Karena itu kunjungan Presiden ini dapat diartikan untuk lebih mempertegas dukungan tadi. Setelah lebih dari tiga jam berada di Sarajevo sekitar pukul 14.00 waktu setempat, Presiden akhirnya meninggalkan Istana kepresidenan menuju Bandara Sarajevo. Satu setengah jam kemudian pesawat kecil buatan Uni Soviet itu mendarat mulus di Bandara Zagreb yang mulai memasuki rembang petang. Puluhan petugas dan wartawan Indonesia yang beberapa jam sebelumnya menunggu tak sabar, segera menyerbu, meskipun pesawat tersebut belum berhenti betul di landasan “Selamat datang, Bapak Presiden, Selamat datang,” teriak mereka ketika Pak Harto turun melalui tangga di ekor pesawat. Pak Harto dengan gaya yang biasa hanya tersenyum sirnpul. Sebuah kendaraan telah menunggu dan membawanya kembali ke Hotel Intercontinental. Di sana Ibu Tien telah menunggunya.

Sumber: REPUBLlKA (18/03/1995)

_______________

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 190-192.

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.