LAMBAT LAUN MASYARAKAT INDONESIA MENYUKAI PRODUKSINYA SENDIRI
Menteri Soehoed: "Separoh Barang2 Industri Dihasilkan di Dalam Negeri".
Presiden Soeharto Jum’ at pagi menyaksikan pameran industri bidang teknologi dan permesinan di gedung Perintis Kemerdekaan, Jakarta yang menggambarkan tingkat intelektualitas dan keterampilan yang telah berkembang didalam industri nasional dewasa ini.
Kepala Negara yang didampingi Menteri Perindustrian Ir. A.R. Soehoed menghabiskan waktu tidak kurang dari dua jam, menyaksikan produk2 nasional yang dipamerkan baik oleh industri besar maupun kecil.
Ketika diperlihatkan berbagai produk yang memenuhi standar industri maupun tidak, Presiden bertanya:
"apakah dasar hukumnya sudah ada dalam standardisasi itu", dijawab oleh penjaga pameran: "sudah ada".
Presiden Soeharto menyatakan yakin lambat laun masyarakat Indonesia akan menyukai produksinya sendiri, apalagi dengan adanya standarisasi yang menjamin mutu barang.
Sebelumnya Soehoed mengatakan, sekalipun industri tertentu di Indonesia sudah menghasilkan produk yang dapat bersaing dengan luar negeri, tapi mereka tetap memakai buatan luar negeri untuk produknya.
"Saya sementara masih membiarkan hal ini", kata Soehoed sambil tertawa kepada Presiden.
Separuh Dihasilkan Dalam Negeri
Menteri Soehoed dalam menyambut kedatangan Presiden mengatakan, sektor industri sejak Pelita I berkembang pesat. Dewasa ini separoh keseluruhan akan barang2 industri telah dapat dihasilkan di dalam negeri.
Perkembangan tersebut, kata Soehoed, akan dapat lebih mantap jika seluruh potensi industri dapat dimanfaatkan sepenuhnya.
Pemanfaatan ini mengalami kesukaran akibat adanya persaingan yang tidak wajar dari impor.
Ini disebabkan karena berbagai faktor, termasuk kurangnya kegairahan untuk membeli produk hasil industri dalam negeri. Padahal dalam beberapa cabang industri dan untuk komoditi2 tertentu, industri dalam negeri mampu menghasilkan dengan harga dan mutu yang bersaing dengan barang impor, asal diberi kesempatan.
Seperti Kacang Goreng
Di dalam ruang yang memperlihatkan kegiatan Badan Pengembangan lndustri Kecil (BIPIK), Presiden mendapat penjelasan bahwa BIPIK tersebar di pelosok2 desa2. Di Indonesia terdapat 40.000 sentra industri kecil dan yang telah dibina BIPIK sekarang ini 200 sentra.
Seorang petugas memperlihatkan perbandingan antara sebuah kursi dari rotan yang sebelum dibina BIPIK hanya berharga Rp.2.000,- dan setelah diberi petunjuk mengenai disain oleh BIPIK dengan model kursi Jepang harganya meningkat menjadi Rp.10.000,-.
Dipameran Furni Fair yang kini tengah berlangsung di Jakarta kursi itu laku seperti pisang goreng yang disambut dengan tawa Presiden dan hadirin.
Ketika menyaksikan hasil pertemuan industri kecil Presiden mengemukakan, ia mendatangkan 200 ekor domba dari Australia untuk daerah Wamena di Irian Jaya. Maksudnya agar domba diternakkan itu, bulunya akan dijadikan bahan pakaian untuk penduduk setempat yang sampai sekarang kebanyakan masih menggunakan koteka.
Soalnya daerah Wamena tidak dapat ditanami kapas. Dengan adanya industri tekstil jenis kecil (alat tenun bukan mesin), Presiden yakin penduduk daerah pedalaman Irian Jaya itu akan terangsang untuk menggunakan pakaian.
Direktorat Jenderal Industri Kecil dalam hal ini akan mensurvai bagi kemungkinan pendirian industri alat tenun kecil di Wamena.
Kabel
Seorang pengusaha kabel mengemukakan kepada Presiden, produksi kabel di Indonesia dewasa ini 40.000 ton JHT tahun, sedangkan kebutuhan dalam negeri hanya
32.000 ton. Kelebihan produksi itu sebetulnya tidak akan terjadi asal saja pihak pemerintah yaitu PLN dan Telkom menggunakan kabel dalam negeri.
Ketika ditanyakan mutu kabel ini, Menteri Soehoed menjelaskan "semua industri kabel di Indonesia sudah memenuhi mutu standar industri".
Semen
Ketika meninjau peragaan industri kimia dasar termasuk semen, Kepala Negara bertanya,
”bagaimana perkembangan rencana pembangunan pabrik semen di Kupang, Nusa Tenggara Timur". "Masih dalam penelitian, Pak", kata seorang petugas.
"Kalau tidak ekonomis dan masih lama, apa tidak didahulukan dulu pembangunan industri kapuryang dibakar yang bahan bakunya banyak di daerah itu", tanya Presiden.
Menurut Kepala Negara, Australia sangat memerlukan bahan baku ini untuk bahan uranium.
Presiden menyarankan andaikata industri pembakaran kapur ini dilakukan di Nusa Tenggara Timur agar dikerahkan tenaga rakyat sebanyak mungkin untuk turut menangani industri ini. Karena itu tidaklah usaha dibangun dalam bentuk pabrik besar melainkan industri rakyat.
Di tempat pabrikan besi beton, Ketua APBESI (Asosiasi Pabrik Besi Beton Indonesia) Ir. T. Ariwibowo menjelaskan, Indonesia sejak 1978 sudah tidak mengimpor besi beton lagi. Malah kita kini menjadi negara pengekspor. Nilainya sampai Agustus yang lalu USS 25 juta dengan jumlah ekspor 87.000 ton.
Presiden juga tertarik kepada modernisasi PT Pusri I di Palembang yang ditangani seluruhnya oleh tenaga2 Indonesia sendiri dan perkembangan pabrik senjata Pindad yang telah memproduksi berbagai jenis senjata dan amunisi baik berat maupun ringan. (DTS)
…
Jakarta, Berita Buana
Sumber: BERITA BUANA (22/12/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 361-363.