LAPORAN MENGIKUTI KUNJUNGAN PRESIDEN KE LUAR NEGERI: UPAYA MENGHIDUPKAN KEMBALI DIALOG UTARA SELATAN

LAPORAN MENGIKUTI KUNJUNGAN PRESIDEN KE LUAR NEGERI: UPAYA MENGHIDUPKAN KEMBALI DIALOG UTARA SELATAN

 

 

Jakarta, Media Indonesia

PENJELASAN Mensesneg Moerdiono tanggal 14 November bahwa Presiden Soeharto akan melakukan kunjungan kenegaraan ke Meksiko, Venezuela, Zimbabwe, Tanzania, dan Senegal membersitkan berbagai pertanyaan mendasar.

Apa peran yang bisa dimainkan Indonesia bagi rekan-rekannya termasuk dalam barisan negara-negara kelompok selatan. Apa yang bisa diperankan Republik Senegal ini sebagai calon tuan rumah KTT Non Blok mendatang sekaligus disaat dunia ini sedang berubah?

Masihkah ada relevansi atau raison d ‘etre bagi Gerakan Non Blok disaat perang dimana Uni Soviet sedang kehilangan posisinya sebagai adikuasa dan Amerika Serikat sedang naik daun sebagai polisi dunia?

Sudah banyak pakar dari kalangan yang menilai Gerakan Non blok tidak reievan kehadirannya dengan perubahan global yang masih terus berproses itu.

Tetapi masalahnya tidak sederhana. Orang akan semakin tahu situasi dan kondisi sesungguhnya bila sempat mengamati dan menganilisis apa yang sedang dirintis dan dilakukan Presiden Soeharto selama kunjungannya ke luar negeri itu.

Presiden Soeharto telah menunjukan secara jelas betapa Gerakan Non Blok, juga OKI (Organisasi Konferensi Islam) masih tetap merupakan wadah dan sarana ampuh untuk menggalang kerjasama demi masa depan negara-negara dunia ketiga khususnya dan dunia baru pada umumnya.

Di Meksiko misalnya, Presiden Soeharto kembali mengingatkan betapa pentingnya untuk terus menerus meningkatkan hubungan kerjasama Selatan-Selatan dan dihidupkannya kembali dialog Utara-Selatan.

Tujuannya tidak lain agar dapat diwujudkannya tata hubungan Ekonomi Dunia Baru. Hal itu disampaikan Presiden Soeharto dalam sambutan balasan bagi tuan rumah, Presiden Meksiko Carlos Salinas de Gortari.

Dalam kesempatan itu Kepala Negara melontarkan keprihatinannya atas hubungan negara-negara yang sedang membangun dengan negara-negara maju, yang masih diliputi berbagai kesenjangan dan ketidakadilan.

Pembicaraan utama Presiden Soeharto dengan Presiden Grotari selain menyangkut masalah-masalah multilateral juga hubungan bilateral khususnya di bidang ekonomi dan perdagangan.

Gayung bersambut, kata terjawab, Presiden Meksiko pun menandaskan bahwa sekarang tidak bisa ditunda lagi upaya memperkukuh kerjasama internasional untuk kepentingan pembangunan.

Presiden Salinas juga menyatakan perlunya merumuskan mekanisme yang lebih efektif untuk mendorong hubungan kerjasama Selatan-Selatan dan menjadikan forum kelompok 15 lebih berfungsi sebagai perantara dengan negara-negara yang lebih maju.

Dalam pembicaraan tersebut Presiden Salinas membeberkan ekonominya. Meski telah ikut menandatangani suatu perjanjian bebas dengan Amerika Serikat dan Kanada.

Namun Salinas berjanji bahwa pihaknya tidak akan mengurangi perdagangan Meksiko dengan pasar lain. Ditambahkan olehnya, dengan demikian terbukalah peluang bagi negara-negara lain termasuk Indonesia untuk meningkatkan partisipasinya.

“Kami sedang melakukan diversifikasi pasar dan tidak ingin mendirikan blok-blok yang tertutup,” ujar Presiden Salinas. Belum lama ini Meksiko masuk menjadi anggota Konferensi Kerja Sama Ekonomi Pasiflk (APEC).

Masa kini tengah menciptakan wilayah perdagangan bebas (free trade area) dan Indonesia berharap hal itu akan bisa bermanfaat bagi pihaknya untuk meraih pasar yang lebih luas lagi.

Menko Ekuin Radius Prawiro menilai bahwa Meksiko yang tengah melancarkan berbagai deregulasi di bidang ekonomi dengan tujuan membuat barang-barang produksinya mampu menghadapi persaingan di pasar intemasional.

Untuk di Meksiko pun berlangsung politik uang ketat untuk menurunkan angka inflasi. Hasilnya telah tampak inflasi yang semula mencapai 20% kini tinggal 17% saja.

Meksiko kini sedang mencari rekan dagang yang tangguh diluar AS dan Kanada untuk bisa mendapatkan bahan-bahan yang bisa digunakan untuk barang-barang ekspornya.

Radius Prawiro melihat adanya peluang untuk mengolah tekstil Indonesia di Meksiko dan kemudian mengekspomya ke AS. Bahkan akan ada persoalan dengan AS yang pasti mempermasalahkan asal barang, Radius bilang hal itu bisa diatasi dengan penambahan nilai yang bisa dihasilkan Meksiko.

Kawasan AS, Kanada, dan Meksiko memiliki GNP enam trilyun dolar AS. Jepang sekitar 2,6 trilyun dolar AS, dan masyarakat Eropa 4,2 juta dolar AS. Kawasan dengan penduduk 300 juta jiwa itu, kata Radius, merupakan pasaryang sangat besar.

 

Ramalan Presiden Venezuela

Presiden Venezuela Carlos Anres Peres pastilah bukan seorang juru ramal. Dengan melihat potensi Indonesia sekarang ini, Peres meramalkan akan menjadi salah satu negara berpengaruh dikawasan Asia.

Venezuela dipercaya sebagai tuan rumah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kelompok 15. Sebagai tuan rumah, Venezuela, terjalinnya kerjasama negara-negara berkembang (Selatan) semakin ditingkatkan.

Presiden Carlos Adres Perez juga dengan tandas menyatakan, pentingnya peningkatan ketjasama negara-negara selatan dengan negara-negara industri maju setelah berakhirnya Perang Dingin.

Venezuela adalah sebuah negara latin dengan iklim tropis dan berpenduduk 18 juta jiwa. Masyarakat disana memiliki pendapatan perkapita sekitar 2.800 dolar AS lebih pertahunnya (sekitar Rp. 5,65 juta).

Negara ini berbentuk federasi yang terdiri dari 20 negara bagian. Presiden Perez kini tengah melancarkan aksi swastanisasi dan menghapus berbagai subsidi bagi harga, beberapa jenis kebutuhan pokok. Ia pun melancarkan program swatasnisasi berbagai·perusahaan pemerintah serta upaya penjadwalan kembali utang luar negerinya.

Mengapa Venezuela dipilih sebagai tuan rumah KTT Kelompok 15? Sejarah merupakanja waban yang paling pas . Kelompok 15 berdiri ketika berlangsungnya pertemuan tingkat di Belgrado, Yugoslavia, bulan September 1989.

Sebetulnya masih merupakan anggota baru. Namun bersama Yugoslavia dan Malaysia, Venezuela merupakan sponsor pend irian G-15. Negara-negara yang menjadi anggota kelompok tersebut adalah Aljazair, Argentina, Brasil, Indonesia, India, Jamaika, Meksiko, Mesir, Nigeria, Peru, Senegal, dan Zimbabwe.

Maka sama sekali tidak salah kalau kemudian Venezuela mendapatkan kepercayaan sebagai tuan rumah G-15 itu. Sayang sekali pertemuan G-15 itu hanya dihadiri oleh 11 dari 15 negara anggotanya.

Dalam kesempatan itu Presiden Carlos Andres Perez selaku tuan rumah menyatakan bahwa Selatan bersedia dan siap memikul tanggungjawab menghadapi tantangan baru.

Tantangan baru itu, kata Perez, adalah masalah sedikitnya sumber daya alam, utang luar negeri, proteksionisme, komersial, krisis lingkungan serta peredaran narkotika.

Perdana Menteri Malaysia sebagai wakil kelompok Asia dalam kesempatan berbicara menyampaikan kecamannya atas pemboikotan oleh negara-negara maju terhadap kayu tropis.

Mahathir pun menyeru agar negara-negara industry juga sebagian lahan tanahnya untuk dihutankan. “Rutan iniakan menyelamatkan dunia daripengaruh rumah kaca dan merupakan usaha besar-besaran untuk menghijaukan dunia. Setiap bangsa harus mau memelihara hutannya,” tandas Mahathir.

Pembicara lainnya, Presiden Zimbabwe Robert Mugabe yang mewakili kelompok Afrika menyeru agar negara-negara maju tidak berlaku sombong terutama dalam perundingan multilateral.

“Negara maju seringkali menganggap bahwa hanya ditangan merekalah kekuasaan untuk mengambil keputusan atas nasib dunia,” ujar Robert Mugabe dengan lantang dan tegas.

Selanjutnya Presiden Peru Fujimori selaku wakil kawasan Amerika Latin, mengingatkan kernbali bahwa kerjasama Selatan-Selatan merupakan satu-satunya jalan untuk mendirikan sebuah blok yang utama untuk menghadapi Utara.

Satu-satunya hal yang sangat penting artinya sebagai hasil KTT K-15 ialah, kesepakatan mereka menandatangani sebuah persetujuan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Selatan kepada negara-negara maju.

Mereka juga membahas konsep mengenai keamanan mondial baik dari segi kemiliteran, ekonomi, sosial, dan ekologi sekaligus. Mereka juga membicarakan kemungkinan mengundang Cina, Korea Selatan, Chilli, Kolombia, Kenya, dan Tanzania untuk bergabung dalam wadah tersebut.

Berhasilkah KTT G-15 itu? Apa pula kriteria keberhasilan sebuah KTT seperti itu? Pada dasamya Kelompok 15 adalah sebuah wadah perjuangan negara-negara yang senasib sepenanggungan.

Kesepakatan yang dapat digalang, gagasan-gagasan yang berkembang merupakan potensi utama mencapai tujuan bersama. Dan sebagaimana setiap perjuangan setiap keberhasilannya adalah juga merupakan modal bagi perjuangan seterusnya.

Kehadiran Republik Indonesia dengan Presiden Soeharto sebagai ketua delegasi tidakhanya ikut mewamai KTT-15. Lebih dari itu juga telah memberikan lagi dan perekat penggalangan potensi yang teramat penting bagi masa depan negara-negara yang tergabung sebagai kubu Selatan.

 

Deklarasi

Menjelang akhir KTT Indonesia mengajukan usul baru tentang pertumbuhan yang berkelanjutan dan mandiri sebagai sebagian program kerjasama Selatan-Selatan, diterima semua.

Dalam KTT yang berakhir 30 November itu terbitlah sebuah deklarasi yang menekankan pentingnya memperkuat produksi pertanian di negara berkembang dan program pangan yang mandiri.

Dalam sebuahjumpa pers, Presiden Soeharto menyatakan bahwa utang luar negeri dan pangan merupakan masalah-masalah penting yang dibahas selama berlangsungnya KTT K-15.

“Untuk itu, Kelompok Selatan dan Negara Ketiga lainnya harus menjamin produksi pangan dan meningkatkan program Keluarga Berencana,” ujar Presiden Soeharto.

Menurut Ali Alatas, KTT G-15 juga menyetujui sejumlah proyek kerja sama dua di antaranya dari Indonesia, yakni proyek Keluarga Berencana dan produksi pangan termasuk program pelatihan petani Afrika.

Diterimanya proyek yang ditawarkan konferensi tersebut merupakan indikasi bahwa RI datang tidak dengan tangan kosong. Ada beberapa yang bisa ditawarkan untuk kemudian Indonesia sendiri melaksanakan program itu secara aktif.

Indonesia di bawah kepemimpinan Soeharto telah membuktikan keberhasilannya dalam mencapai swasembada pangan sejak tahun 1980-an, kependudukan dan dalam hal menangani masalah pembayaran utang luarnegeri.

Resep-resep serta kunci sukses itulah yang ditawarkan kepada segenap peserta KTT G-15.Karena tiga hal itu merupakan kebutuhan utama negara-negara peserta, sewajarnyalah bila mereka semua menerimanya secara antusias.

 

 

Sumber : MEDIA INDONESIA (08/01/1992)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 45-49.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.