LAPORAN MENGIKUTI PRESIDEN KE LUAR NEGERI DARI TAPOS MENYONGSONG KTT NON BLOK (3 HABIS)
Jakarta, Media Indonesia
DITENGAH dunia yang penuh gejolak dan perubahan dasyat Indonesia ditunjuk sebagai tuan rumah KTT Non Blok 1992 sekaligus Ketua Non Blok selama tiga tahun mendatang.
Tongkat komando kepemimpinan Gerakan Non Blok beralih dari tangan Yugoslavia yang kini dilanda perpecahan dan perang saudara, ke tangan Republik Indonesia salah satu pelopor pendiri gerakan tersebut.
Semula ada dua calon untuk menjadi tuan rumah gerakan Non Blok.Indonesia dan Nikaragua. Akhirnya lndonesialah yang mendapatkan kepercayaan berat tetapi mulia itu karena beberapa hal.
Pertama karena situasi dan kondisi dalam negeri Nikaragua sendiri yang menuntut penanganan serius. Kedua karena solidaritas Nikaragua sendiri yang begitu respek kepada Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto.
Dengan demikian praktis Indonesia menjadi calon tunggal. Kini kepercayaan itu benar benar berada di atas pundak Indonesia untuk menentukan arah baru Gerakan Non Blok.
Di Accra, Ghana pukul 18.06 waktu setempat atau pukul 01.00 WIB Kamis 5 September Indonesia resmi ditunjuk sebagai tuan rumah KTT Non Blok bulan September 1992. Kepala Negara Ghana (Letnan Penerbang) Jerry John Rawling ketika membuka Konferensi Tingkat Menteri (KTM) Gerakan Non Blok (GNB) di accra yang berlangsung hingga 7 September menyampaikan berbagai pemikiran penting.
Indonesia sendiri sejak semula tidak berambisi untuk menjadi tuan rumah KTT GNB.
“Tetapi setelah keputusan diambil secara bu lat, tentu saja tugas ini akan dilaksanakan dengan penuh tanggungjawab,” ujar Mensesneg Moerdiono.
Menteri Dalam Negeri Rudini yang juga pembina politik dalam negeri juga melontarkan tanggapan yang positif “Itu merupakan suatu kehormatan bagi nusa dan negara kita,” ujar Mendagri.
Dengan demikian kita pantas optimis. Betapapun besarnya beban dan tantangan dengan dukungan dari luar dan dalam negeri Indonesia memiliki peluang untuk berhasil sebagai Ketua GNB.
Gaya Tapos
Ada satu hal lagi yang bisa diharapkan sebagai salah satu kunci sukses bagi KTT Non Blok September 1992 nanti, gaya kepemimpinan Pak Harto.
Pak Harto biasa sekali melakukan temu wicara dengan para petani di mana saja, juga di Tapos. Dengan lugas dan rinci ia memberikan penjelasan secara spontan dan akrab.
Pertemuan dari hati ke hati seperti itu sangat memungkinkan terjadinya kontak batin, penyadaran yang mendalam serta menghapuskan kesenjangan untuk mencapai saling pengertian.
Di Harare, Zimbabwe, cara yang sama dilakukan juga oleh Pak Harto. Di selasela padatnya acara ia melakukan kegiatan nonprotokoler. Meskipun sangat sibuk dan tentu juga lelah ia berbicara di tengah-tengah masyarakat di sebuah kompleks pertanian 100 km sebelah barat Harare.
Kompleks pertanian itu milik Masarini yang betemak sapi mulai dari pembibitan hingga pemerasan susunya. Setelah menerima hadiah berupa seekor sapi, Presiden Soeharto balikmemberikan sumbangan 10.000 dolar AS guna pembangunan gedung sekolah masyarakat setempat.
Selesai Masarini memberikan uraian tentang pertaniannya, langsung saja Pak Harto menyambar mikrofon dan berbicara kepada mereka dengan senyumnya yang khas dan keramahan yang akrab.
“Saya juga datang dengan membawa salam rakyat Indonesia yang jumlahnya 182 juta, bagi rakyat Zimbabwe,” tutur Pak Harto yang segera disambut hangat tepuk tangan masyarakat setempat.
Dijelaskan oleh Presiden Soeharto mengenai persamaan Indonesia-Zimbabwe. Beliau memaparkan bahwa kedua negara itu sama-sama bertujuan untuk meraih kemerdekaan dari tangan penjajah.
Selanjutnya Presiden Soeharto menjelaskan arah dan tujuan pembangunan Indonesia yang didukung oleh sektor pertanian sebab 85 persen rakyatnya adalah petani yang hidup di 67.000 desa.
Begitulah gaya kepemirnpinan Pak Harto. Tokoh besar, masyarakat kecil, semua didekati dengan cara yang sama akrabnya, senantiasa mencari keselarasan dan saling pengertian. Mencari persamaan, menjauhi konflik dan mengupayakan musyawarah demi kesepakatan merupakan dasar pendekatannya.
Semula itu tampaknya berakar mendalam dalam falsafah hidupnya yang terumus dalam ucapan bijak masyarakat dulu, nenek moyang kita: ojo rumongso biso, nanging biso rumongso.
Secara bebas petuahnya yang biasa disampaikan kepada putra-putrinya itu bisa diartikan sebagai berikut janganlah merasa bisa, tetapi sebaliknya bisa merasa. Bisa merasa, dimaksudkan mampu mawas diri, sadar potensi, sadar posisi sehingga orang tidak perlu gegabah apalagi sombong atau pongah.
Itujualah yang terjadi ketika tersiar berita bahwa Indonesia terpilih sebagai tuan rumah dan ketua GNB beberapa waktu yang lalu.
Tidak ada janji yang muluk-muluk. Tidak ada pernyataan yang gegap gempita. Tetapi diam-diam dalam setiap kesempatan Pak Harto selalu melakukan segala sesuatu yang berkaitan dengan keberhasilan KTT Non Blok mendatang.
Mulai dari KTT G-15 di Venezuela hingga KTT OKI, Presiden Soeharto tanpa mengenal lelah menerima kunjungan tokoh-tokoh dari berbagai negara.
Yang juga merupakan gejala positif adalah banyaknya negara-negara Non Blok yang ingin membuka hubungan dengan Indonesia yang baru saja ditunjuk sebagai tuan rumah KTT Non Blok sekaligus sebagai ketua GNB.
Menurut Menlu Ali Alatas hal itu merupakan hal yang wajar. “Setelah kita menjadi Ketua GNB, wajar bila kemudian banyak negara yang ingin membuka hubungan dengan Indonesia,” tutur Alatas.
Medan Internasional
Kalaupun Perang Dingin akan bisa selesai secepatnya, itu belum berarti bahwa segala permasalahan dunia ini selesai begitu saja. Kita untuk kurun waktu mendatang masih harus menyaksikan konflik-konflik yang belum terselesaikan.
Konflik Kamboja, Timur Tengah, Afghanistan, Yugoslavia, masih merupakan ganjalan bagi terwujudnya perdarnaian dunia. Selain itu hubungan Utara-Selatan, juga Selatan-Selatan masih memerlukan waktu dan kerja keras untuk mencapai stabilitas internasional.
“Dalam masa transisi ini Gerakan Non Blok dituntut untuk dapat menyumbangkan pemikirannya dalam mempengaruhi bentuk dan tatanan dunia baru,” ujar Mensesneg Moerdiono ketika membuka seminar “Indonesia, Gerakan Non Blok dan Tata Dunia Baru” di Jakarta tanggal 19 Desember yang lalu.
Berbicara dalam forum yang sama Prof. Juwono Sudarsono menyatakan bahwa Gerakan Non Blok akan tetap relevan selama masih ada bentuk-bentuk dan ikhtiar membatasi kemerdekaan dan kebebasan perdamaian dan keamanan serta keadilan dan pemerataan internasional.
Menurut Dekan FISIP Universitas Indonesia itu, kehadiran Non Blok mengatasi masalah persaingan negara-negara adidaya. Sebab, katanya, perjuangan untuk keadilan dan kemanusiaan di dunia sesuai dengan Mukadimah UUD 1945.
Berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang termaktub dalam UUD 1945 dan Pancasila, maka perjuangan Indonesia di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto begitu penting dan keberhasilannya menj adi harapan manusia sejagad.
Dalam tahun ini saja sedikitnya ada dua beban berat bagi Indonesia: Pesta Demokrasi dan KTT Non Blok. Sementara itu kehidupan ekonomi dunia sangat tidak menentu. Tetapi Indonesia sudah berpengalaman menyelenggarakan pertemuan-pertemuan internasional yang begitu penting dalam sejarah. Konferensi Asia Afrika, KIT ASEAN dan sebagainya. Pengalaman-penga laman itu merupakan modal pula demi suksesnya KTT Non Blok.
Tantangan dan rintangan jelas ada, yang besar maupun yang kecil. Tetapi percayalah bahwa kesulitan akan bisa diatasi dengan falsafah (Surodiro Jayaningrat Lebur Dening Pangastuti). “Keberanian dan kekuatan di dunia bisa diatasi dengan kebijaksanaan dan keramahan.”
Sumber : MEDIA INDONESIA (10/01/1992)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIV (1992), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 54-58.