Laporan Pelita Dari Venezuela: PRESIDEN SOEHARTO, KEPALA NEGARA K-15 PERTAMA YANG TIBA DI KARAKAS

Laporan Pelita Dari Venezuela: PRESIDEN SOEHARTO, KEPALA NEGARA K-15 PERTAMA YANG TIBA DI KARAKAS

 

 

Karakas, Pelita

Presiden Soeharto hari Minggu petang (Senin dinihari WIB) tiba di Karakas, sebagai peserta Konferensi Tingkat Tinggi Kelompok 15 yang pertama tiba di ibukota Republik Venezuela itu.

Wartawan Pelita H. Azkarmin Zaini melaporkan dari Karakas, Presiden dan Ny. Tien Soeharto serta rombongan lepas landas dari bandara Internasional- Cancun, Meksiko, Minggu, 24/11 pukul 10.55 waktu Meksiko, dan mendarat di bandara Internasional Simon Bolivar, Karakas, pukul 15.48 waktu setempat (Senin 02.48 WIB). Presiden Venezuela dan Ny. Blanca Rodrigues de Perez menyambut kedatangan Presiden RI dan rombongan di bandara, dengan upacara kebesaran militer.

Dentuman meriam menggelegar 21 kali seturun Presiden Soeharto dari tangga pesawat. Upacara diawali dengan mengumandangkan, lagu kebangsaan Gloria la Bravo dan Indonesia Raya, lalu Presiden de Perez memperkenalkan para pejabat tinggi Venezuela kepada Presiden dan Ny. Tien Soeharto, dan sebaliknya Presiden RI memperkenalkan anggota rombongannya kepada tuan rumah. Kedua kepala negara kemudian berjalan memeriksa barisan kehormatan, diakhiri dengan pidato singkat kedua pihak.

Selesai upacara penyambut an, Presiden Soeharto danNy. Tien diantar langsung menuju Karakas Hilton Hotel tempat rombongan menginap selama di Karakas.

 

Enam Hari

Presiden Soeharto dan rombongan akan menginap enam malam di Karacas, kota yang terhampar memenuhi lembah luas sampai memanjat bukit-bukit yang mengitarinya. Acara sampai hari Selasa 26/11 bersifat kunjungan kenegaraan membahas kunjungan Presiden (waktu itu) Jaime Lusinchi ke Jakarta bulan April 1988, sedangkan Rabu hingga Sabtu 30/11 untuk menghadiri KTT Kelompok 15.

Dalam kunjungan kenegaraan ini Presiden Soeharto antara lain akan melakukan pembicaraan dengan Presiden Venezuela dan menyaksikan penandatanganan dokumen kerjasama ekonomi oleh menteri luar negeri kedua negara.

 

Bekas Jajahan Spanyol

Republik Venezuela terletak di pantai utara Amerika Selatan, menghadap ke Laut Karibia. Negeri ini ditemukan pertama kali oleh Christopher Columbus pada tahun

1498, yang kemudian dikuasai Spanyol selama tiga abad lebih dari tahun 1500 hingga 1823. Perjuangan rakyatnya melawan penjajah dimulai sejak 1797, dan pemimpinnya, Francisco Miranda, memproklamasikan kemerdekaan Tanah Airnya pada 5 juli 1811. Meskipun demikian, secara de facto baru pada tahun 1923 Spanyol meninggalkan negeri tersebut.

Ketika Simon Bolivar berkuasa, Venezuela pemah bergabung dengan Columbia dalam Gran-Colombia. Tetapi pemimpin Venezuela berikutnya, Jenderal Jose Antonio Paez, menarik negerinya keluar dari konfederasi tersebut dan mendirikan pemerintah sendiri,tahun 1930. Negara ini mengalami pemerintahan diktatorial sejak tahun 1870 hingga tergulingnya Jenderal Perez Gimenez pada 23 Januari 1958.

Atas dasar Konstitusi 23 Januari 1961, republik federasi presidensial tersebut berupaya menerapkan demokrasi liberal dan bahkan berambisi menjadi kampium demokrasi di kawasan Amerika Latin dan Karibia.

Terbagi atas 20 negara bagian, dua daerah istimewa, serta satu daerah khusus ibu kota, luas seluruh negara ini 912.050 kilometer persegi. Penduduknya menurut Sensus 1990 berjumlah 18,1 juta jiwa, terdiri atas 67 persen orang Mestizo (keturunan campuran), 21 persen kulit putih (Spanyol, Portugis, Italia), 10 persen Negro, dan dua persen suku Indian.

Karena demokrasinya yang liberal, di Venezuela terdapat banyak partai (sekarang ada 35).Baru dua partai yang pemah berkuasa sejak jatuhnya kediktatoran pada tahun 1958, yaitu partai Accion Democratia (AD) selama lima periode dan Partai Sosial Kristen dua periode. Presiden Dr. Carlos Andres de Perez yang memegang tampuk pemerintahan sekarang (sejak 1989) berasal dari Partai Aksi Demokrasi.

Parlemen (Kongres) Venezuela terdiri atas 49 anggota Senat (Majelis Tinggi) dan 199 anggota DPR yang dipilih melalui pemilihan umum langsung setiap lima tahun sekali. Carlos Andres de Perez dilantik menjadi Presiden Venezuela pada 2 Februari 1989 menggantikan rekan separtainya, Jalme Lusinchi. Perez dalam Pemilu 4 Desember 1988mengurnpulkan 50,48 persen suara, mengalahkan pesaing utamanya dari Partai Sosial Kristen, Eduarto Fernandez yang hanya memperoleh 36,9 persen.

Sejak awal pemerintahannya, Presiden de Perez berupaya mengefektifkan aparatur pemerintahan dan memberantas narkotika, ia menambah jurnlah menteri dari 24 menjadi 27, antara lain dengan mengangkat seorang Menteri Negara Pemberantasan Narkotika.

 

Negara Minyak

Venezuela termasuk negara berkembang yang sudah maju, yang melaksanakan ekonomi sistem terbuka dengan campur tangan pemerintah melalui penentuan kebijakan ekonomi negara. Pendapatan per kapita rakyatnya pada tahun 1990 sudah mencapai 2.575 dolar AS. Pendapatan negara bersumber 70 persen dari minyak, berikutnya alumunium, besi baja, basil industri manufaktur, pengolahan makanan, serta perakitan mobil. Krisis yang melanda harga minyak di pasaran internasional beberapa tahun belakangan ini memaksa negara beriklim tropis tersebut merundingkan penjadwalan kembali utang-utang luar negerinya yang pada tahun 1990 berjumlah 37 milyar dolar AS.

Di samping itu, Presiden de Perez juga mengambil berbagai langkah kebijakan ekonomi antara lain berupaya menghapuskan sebagian subsidi pemerihtah, penghapusan pengawasan pemerintah atas harga sejumlah bahan pokok, termasuk bahan bakar minyak, serta mengatur kembali upah/gaji. Kebijakan tersebut sempat membangkitkan gelombang aksi protes yang menelan korban 276 orang tewas, sekitar 200 orang ditahan. Gelombang aksi tersebut mengakibatkan kerugian material yang bernilai sekitar enam milyar bolivar (satu bolivar sekarang sekitar 35 rupiah).

Pada tahun 1990, Venezuela memliki 11,5 milyar dollar AS, cadangan devisa Intemasional, surplus perdagangan 10 milyar dollar AS, surplus neraca pembayaran 3,7 milyar dollar, total ekspor 17,59 milyar dollar (dari minyak saja 14 milyar dollar AS), investasi asing sekitar empat milyar dollar dan debt service sebesar 1,9 milyar dollar AS. Tingkat Inflasi tahun lalu masih 36,5 persen.

Politik Luar Negeri

Kebijakan politik luar negeri Venezuela didasarkan atas prinsip anti-penjajahan, menghormati hak setiap bangsa untuk menentukan nasib sendiri, hidup berdampingan secara damai dengan negara tetangga, mendukung terciptanya hubungan yang adil antara negara-negara maju dan berkembang, serta mendukung penyelesaian sengketa secara damai.

Secara tradisional, Venezuella selalu menekankan pentingnya hubungan dengan negara-negara di kawasan Amerika Latin dan Karibia, namun negara ini juga berambisi menjadi salah satu pemimpin Dunia Ketiga.

Venezuela tercatat konsisten mendukung upaya ASEAN dalam menciptakan perdamaian di Kamboja, mendukung perjuangan rakyat Palestina namun tidak mengorbankan eksistensi Israel, menentang diskriminasi rasial di Afrika Selatan, mendukung upaya perlucutan senjata konvensional maupun strategis, serta mendukung pula terciptanya zona damai dan bebas nuklir. Dalam konteks hubungah dengan Blok Barat dan Blok Timur, Venezuela senantiasa lantang mengidentifikasikan cliri sebagai negara yang konsekuen memelihara keseimbangan hubungan dengan kedua blok tersebut. Meskipun demikian, pada kenyataannya negara ini terkesan lebih dekat kepada Barat, baik di bidang sosial politik, ekonomi, budaya, maupun pertahanan keamanan.

 

Indonesia-Venezuela

Indonesia dan Venezuela membuka resmi hubungan diplomatik pada bulan Oktober 1959, meskipun baru pada tahun 1977 Indonesia menempatkan dubesnya yang pertama di Karakas, sedangkan Dubes Venezuela di Jakarta baru ada pada tahun 1981. Di dalam organisasi internasional seperti OPEC dan ECOSOC, Indonesia dan Venezuela berpandangan sama dan saling mendukung. Indonesia juga memberi dukungan ketika Venezuela dipertimbangkan dan kemudian diterirnamenjadi anggota Gerakan Non Blok dalam KTT Non Blok di Beograd, Yugoslavia, September 1989.

Dalam pembahasan masalah Timor Timur sidang di Sidang Umum PBB, pada tahun 1975 Venezuela bersikap memihak usul resolusi yang melawan Indonesia, namun sejak 1976 hingga terakhir dibincangkan lagi di PBB tahun 1982 Venezuela berubah sikap menjadl abstain. Sikap tersebut terutama karena masih kuat ya pengaruh sekitar 80.000 masyarakat Portugal yang berada di Venezuela dan bahkan sangat berpengaruh dalam perekonomian negara Amerika Latin itu.

Venezuela juga termasuk salah satu negara yang senantiasa mendukung Indonesia dalam memperjuangkan Wawasan Nusantara .Menteri Luar Negeri Indonesia Prof Mochtar Kusumaatmadja pada waktu itu, pernah mengunjungi Venezuela pada tahun 1985,sedangkan Presiden Venezuela (waktu itu) Dr Jaime Lusinchi pernah melakukan kunjungan kenegaraan ke Indonesia pada 12-14 April 1988. Kunjungan Presiden Soeharto ke Venezuela sekarang ini, selain untuk menghacliri KTT Kelompok 15,juga sebagai kunjungan balasan.

Tahun 1987 Indonesia mengekspor 1.075.262 dolar AS dan mengimpor senilai hanya 24.100 dolar AS. Tahun berikutnya ekspor 591.432 dolar AS, impor 1.144.100 dolar AS. Sedangkan pada tahun 1989 mengekspor 375 .000 dolar AS dan mengimpor senilai 275.000 dolar AS.

 

 

Sumber : PELITA (26/11/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 250-253.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.