LIBERALISASI PERDAGANGAN DI APEC DIHARAPKAN PALING LAMBAT TAHUN 2010[1]
Jakarta, Antara
Para pengusaha mengharapkan liberalisasi perdagangan dan investasi di kawasan Asia Pasifik sudah terwujud paling lambat tahun 2002 bagi negara maju dan tahun 2010 bagi anggota-anggota lainnya. Harapan itu tercantum dalam laporan yang diserahkan para anggota Pasifik Busi ness Forum (PBF) kepada Presiden Soeharto selaku Ketua APEC di Istana Merdeka , Sabtu.
PBF adalah forum yang dibentuk berdasarkan pertemuan APEC di Blake Island, AS bulan November tahun 1993. Setiap negara mengirimkan dua anggota dan dari Indonesia yang ditunjuk Presiden adalah BustanilArifin (utusan koperasi) dan AR Ramly (wakil pengusaha besar). Pada bagian lain, laporan itu menyebutkan pula” Sebagai suatu prioritas, para Pemimpin APEC hendaknya menyetujui kebijakan untuk tidak mengeluarkan hambatan baru terhadap perdagangan dan investasi .”
” Prinsip yang hams dicakup adalah keterbukaan, tidak ada diskriminasi, perlakuan sama bagi perusahaan nasional maupun bagi perusahaan asing, hak untuk mendirikan usaha, kewajiban melapor, serta insentif penanaman modal dan penyelesaian sengketa,”demikian laporan itu.
Seusai menerima Iaporan itu, Kepala Negara mengatakan hasil pemikiran para pengusaha ini akan diserahkan kepada para peserta Pertemuan Para pemimpin Ekonomi APEC (AELM) di Bogor tanggal 15 November di Bogor sebagai bahan masukan. Menurut Kepala Negara, sumbangan pemikiran lainnya berasal dari para anggota Kelompok Tokoh-Tokoh Terkemuka (Eminent Persons Group/ EPG). Wakil Indo nesia adalah Prof.Suhadi Mangkusuwondo.
Para anggota PBF ini diharapkan berada di Jakarta sekitar tanggal15 November, karena mungkin pemikiran mereka diperlukan para peserta AELM sekalipun pertemuan Bogor itu sendiri terbatas.
Uruguay Round
Rekomendasi para anggota PBF ini juga mencakup harapan agar semua anggota APEC menerapkan peraturan yang dihasilkan perundingan perdagangan multilateral Uruguay, serta mendorong anggotanya masuk ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO), yang akan berdiri 1 Januari 1995. Di bidang usaha, semua pemerintah anggota APEC diharapkan mengesahkan ketentuan umum di bidang bea dan cukai. Prosedur bea cukai harus dipersingkat misalnya dengan menyederhanakan proses penanganan dokumen, komputerisasi daftar tarif, serta harmonisasi klasifikasi barang.
“APEC hendaknya mencari cara untuk memperbaiki sistern perlindungan hak cipta sehingga bisa terjadi peningkatan pertukaran teknologi dan informasi , mempercepat penerapan perjanjian TRIP (Trade Related-Intellectual Property Issues), serta menyarankan semua anggota mengikuti ketentuan Konvensi Berne,” demikian bagian lain rekomendasi ini.
Khusus mengenai kemitraan pemerintah dan dunia usaha serta pembentukan jaringan bisnis, PBF mengusulkan agar semua anggota APEC meningkatkan kemitraan pemerintah dengan dunia usaha melalui pembentukan berbagai komite bersama.
“APEC hendaknya terus mendukung usaha penswastaan lebih lanjut di seluruh kawasan, karena usaha-usaha ini telah dan akan tems meningkatkan kemampuan sektor swasta memainkan peran yang lebih aktif,” demikian isi laporan itu.
Seusai menyerahkan laporan ini, Bustanil Arifin (mantan Menteri Koperasi dan Kepala Bulog) mengatakan kepada pers bahwa peningkatan peranan pengusaha kecil dan menengah memang amat penting. Di Jepang, 99 persen kegiatan ekonomi dilaksanakan oleh perusahaan perusahaan kecil, katanya. (T/ EU02/EL 03/15/10/9413:49/ruZ)
Sumber:ANTARA (15/10/1994)
______________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVI (1994), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 387-388