Maj. Djend. M. Jusuf Di MPRS: S.P. 11 MARET MASIH PUNJA TUGAS MASA DEPAN [1]
Djakarta, Angkatan Bersendjata
MEMAHAMI FUNGSI, djiwa dan tugas jang terkandung dalam Surat Perintah Presiden Panglima Tertinggi/Pemimpin Besar Revolusi/Mandataris MPRS tanggal 11 Maret 1966 atau jang kemudian dikenal Rakjat dengan sebutati sederhana “SP-11 Maret”, tidaklah mungkin tanpa memahami rangkaian situasi jang melatar belakangi dan mengakibatkan lahirnja “SP-11 Maret”, itu sendiri.
Djauh sebelum kelahiran “SP-II Maret”, situasi umum di Tanah Air diliputi oleh kepintjangan2, ketidakadilan dan penjelewengan2 jang setjara keseluruhannja ternjata telah bertemu dan berdjalin tiga matjam penjelewengan, jaitu: petualangan kontra revolusi Gestapu/PKI, petualangan politik ala durno serta petulangan ekonomi jang setjara amoral dan asosial telah merusak ekonomi negara, hidup bermewah2 diatas pundak penderitaan Rakjat jang dideritakan karenanja.
Karena kelitjikan tjara2 dan teror mental jang dilakukan oleh PKI jg. bertudjuan untuk mendominir golongan2/kekuatan2 progresif revolusioner Rakjat jang lain, karena ambisi dan nafsu sementara petualangan politik untuk mempertambahkan kedudukannja, karena keinginan petualang2 ekonomi untuk menjembunjikan kedjahatannja, maka rakjat pemegang dan pemilik kedaulatan, dibuat tidak mungkin menjuarakan isi hatinja melalui lembaga2 perwakilan rakjat, sebagai lembaga penjalur suara hati nurani rakjat.
Karena lembaga2 perwakilan Rakjat itu tidak dapat mensjahkan fungsi2 sebagaimana mestinja, maka Rakjat, dengan dipelopori oleh golongan mahasiswa, peladjar dan pemuda, terpaksa harus mengadakan keinginan dan suara hatinja melalui tjara2 lain, diluar lembaga2 perwakilannja.
Tuntutan hati nurani Rakjat jang ternjata tidak ditanggapi dengan tepat dan tidak tersalur dengan wadjar telah menimbulkan ketegangan2 dalam arti luas, sehingga tidak adanja ketenangan dan kestabilan Pemerintahan, membahajakan djalannja revolusi.
Oleh karena itu, dapat difahami perlunja tindakan chusus untuk mengatasi keadaan.
Tindakan chusus itu oleh Presiden diserahkan pelaksanaannja kepada Letnan Djenderal Soeharto/Menteri Panglima Angkatan Darat untuk atas nama Presiden mengambil tindakan jang perlu guna:
- Pemerintahan dan djalannja Revolusi;
- Mendjamin keselamatan pribadi dan kewibawaan pimpinan Presiden/ Pemimpin Besar Revolusi/Panglima Tertinggi Angkatan Bersendjata Republik Indonesia/Mandataris MPRS;
- Mendjamin keutuhan Bangsa dan Negara;
- Melaksanakan dengan pasti adjaran Pemimpin Besar Revolusi.
Sumber Hukum SP 11 MARET
Apabila ditindjau sedjarah lahirnja “SP 11 Maret”, maka nampak djelas, bahwa Surat Perintah itu telah lahir dalam keadaan darurat, dimana setjara keseluruhannja dapat dinilai, bahwa dari kehidupan Bangsa dan Revolusi berada dalam keadaan bahaja; terutama karena timbulnja penjelewengan serius terhadap pelaksanaan djiwa, semangat, kebesaran dan kebenaran Pantja Sila, dasar falsafah negara “SP 11 Maret” lahir dalam keadaan jang demikian, ja lahir dari sumber hukum darurat, dalam hal ini hukum tata negara darurat (dalam arti tidak tertulis). Bukankah UUD 45 menjatakan pula bahwa kita mengenal Hukum Dasar tak tertulis.
Dengan demikian, ia adalah hukum dan merupakan sumber hukum bagi pelaksanaan perintah itu. Sebagai sumber hukum, ia telah melahirkan beberapa keputusan penindakan dan telah memperoleh tanggapan penerimaan positif daripada Rakjat. Ja sebagai sumber hukum mempunjai nilai psychologis dan sosiologis, karena memperoleh penerimaan positif dari Rakjat. Ini dapat kita simpulkan dari berbagai tanggapan2 pernjataan dari Orpol-Ormas dan terutama sekali dapat kita lihat dan selami dari memorandum DPRGR tanggal 9 Djuni 1966 tentang SP 11 Maret itu. Ja mempunjai nilai filosofis, karena memenuhi selera keadilan suara nurani hati Ralgat dengan adanja tindakan2 landjutan jang bersumber pada “SP 11 Maret” itu.
Garansi objektif untuk mendjamin tidak: terulangnja dan tidak: menambah bentuk2 penjelewengan jang dapat kita temukan, dan jang sebenarnja memang telah ada jaitu azas dan sendi UUD 1945 jang merupakan bagian daripada tjita hukum Rakjat Indonesia.
Oleh karena itu “SP 11 Maret” a.l. harus pula dapat mengamankan pembentukan MPR berdasarkan hasil2 pemilihan umum.
Agar supaja pelaksana dan memanfaatkan “SP 11 Maret” disatu pihak selalu difahami oleh dan diabdikan kepada kepentingan Rakjat, sedangkan dilain fihak sebagai alat chusus guna mengatasi keadaan harus dapat dengan tjepat dan tepat digunakan, maka pelaksanaan “SP 11 Maret” akan dilakukan dengan penuh kebidjaksanaan oleh Pemegang”SP 11 Maret”.
Kesimpulan
Dari uraian dimuka, datanglah kita pada kesimpulan2,jaitu:
- “SP 11 Maret” adalah upaja chusus dan darurat untuk mengatasi bahaja2 terhadap Revolusi, keutuhan Bangsa dan Negara.
- “SP 11 Maret” tidak: bertentangan dengan hukum Dasar, tetapi bahkan alat chusus jg sesuai dengan kondisi dan situasi untuk mengamankan dan mendjamin pelaksanaan Hukum Dasar Undang2 Dasar 1945 setjara murni dan konsekwen.
- Dewasa ini Rakjat Indonesia sedang berdjoang untuk melaksanakan TRITURA dengan mengikis habis segala bentuk penjelewengan terhadap pelaksanaan UUD 1945 sehingga “SP 11 Maret” masih perlu dimanfaatkan terus terutama untuk mendjamin terbentuknja MPR hasil pemilihan umum.
- Saran2 untuk memberikan djaminan objektif harus ada, jaitu dalam bentuk:
- Pemberian batas waktu sesuai dengan fungsi dan tugasnja;
- Sesuai dengan keadaan pelaksanaan “SP 11 Maret” dipertjajakan dilakukan dengan kebidjaksanaan.
Rantjangan Ketetapan MPRS Tentang SP 11 MARET
Dengan demikian ditindjau hukum dan filsafatnja “SP 11 maret” pada hakekatnja merupakan upaja mewudjudkan kata hukum ( rechtaidee) Pantjasila.
Hari Depan SP 11 MARET
Dari uraian singkat mengenai situasi jang melatar belakangi dan mengakibatkan lahirnja “SP 11 Maret” suatu penengokan kebelakang kita dapat memahami dengan djelas pula hari depan jang ditudju dan kemanfaatannja. Hari depanjang ditudju dengan pelaksanaan “SP 11 Maret” tidak lain ialah perwudjudan tjita hukum itu sendiri. Perwudjudan tjita hukum itu untuk sebagian terkenal dengan Tri Tuntutan Rakjat, jang didalam salah satu bentuknja berkembang setjara dialektis, berupa tuntutan pelaksana, setjara murni azas dan sendi UUD 1945.
Karena penjelewengan2 pada masa lalu itu bertentangan dengan tjita2 hukum Rakjat, maka kemanfaatan “SP 11 Maret” harus lurus bertolak belakang dengan penjelewengan2 jang mendjadi sebab kelahiran “SP 11 Maret” itu sendiri.
Oleh sebab itu “SP 11 maret” masih mempunjai tugas masa depan jaitu untuk mengantarkan, mengamankan dan mendjamin pelaksanan azas dan sendi UUD 1945 itu sendiri.
Pengamanan tadi masih diperlukan, berhubungan dengan sikap mental kita telah tergojahkan oleh penjelewengan jang telah berdjalan lama, biasanja dan njatanja terasa bukan lagi sebagai penjelewengan , bahkan sekan-akan penjelewengan itu sudah mendjadi “biasa” ,”biasa” dalam arti kata jang tidak baik.
Berdasarkan alasan2 dan pertimbangan-pertimbangan diatas djuga untuk memperlengkapi saran2 dan usul2 DPRGR lembaga perwakilan Rakjat, seperti jang dituangkan dalam memorandumnja tentang sumbangan pikiran untuk didjadikan atjara pokok dalam Sidang Umum ke IV MPRS ini, dengan ini diantarkan Rantjangan Ketetapan MPRS tentang “SP 11 Maret” sebagai terlampir. (DTS)
Sumber: ANGKATAN BERSENDJATA (20/06/1966)
[1]Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku I (1965-1967), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, Hal 180-183.