MAKNA KUNJUNGAN PAK HARTO KE AMERIKA LATIN & AFRIKA

MAKNA KUNJUNGAN PAK HARTO KE AMERIKA LATIN & AFRIKA

 

 

Jakarta, Bisnis Indonesia

Hampir satu bulan lamanya Presiden Soeharto, Ny. Tien Soeharto dan rombongan berkunjung ke Amerika Selatan dan Afrika, yaitu ke Meksiko, Venezuela, Zimbabwe, Tanzania dan Senegal. Perjalanan sejak pekan ketiga bulan November hingga pertengahan bulan Desember 1991 memberikan makna yang berarti bagi peningkatan hubungan Indonesia dengan negara-negara yang dikunjungi Pak Harto itu. Kunjungan itu adalah sebagai salah satu perwujudan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif dan sekaligus untuk lebih membulatkannya.

Kita melihat, negara-negara yang dikunjungi Presiden Soeharto itu menaruh banyak harapan pada Indonesia, karena dari segi ekonomi Indonesia sebagai negara Dunia Ketiga dipandang sebagai negara yang mampu melakukan manajemen ekonomi yang sukses. Sedangkan di bidang politik luar negeri, sejak Orde Baru kita telah menjalankannya dengan semestinya. Jauh dari dugaan banyak orang, yang pada awal Orde Baru mereka menyangsikan apakah Indonesia masih menganut politik Non Blok, bebas aktif.

Ketika itu mereka malah menuduh, seolah-olah kita memihak ke Barat. Namun sejak semula kita tidak percaya dengan anggapan itu dan telah berusaha membantahnya. Hanya saja bantahan kita itu memerlukan waktu lama, barulah kemudian mereka maklumi. Kita jelaskan, bahwa kita hanya sebatas bersahabat dengan negara-negara Barat itu, tetapi tidak berarti semua pandangan negara Barat kita terima begitu saja. Pandangan kita sendirilah yang kita jadikan sebagai titik tolak untuk melangkah dalam setiap mengambil kebijaksanaan.

 

Berbagai KTT

Yang merupakan kunjungan resmi kenegaraan adalah kunjungan Presiden Soeharto ke Meksiko, Venezuela, Zimbabwe dan Tanzania. Sementara kunjungannya ke Senegal, Pak Harto ikut menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Organisasi Konferensi Islam (OKI). Di Venezuela, ikut menghadiri KTT Kelompok-15 (G-15) untuk Konsultasi dan Kerjasama Selatan-Selatan, yang lebih dikenal dengan sebutan negara-negara yang sedang berkembang. Ke-15 anggota kelompok itu adalah Aljazair, Argentina, Brasil, Mesir, India, Indonesia, Jamaika, Malaysia, Meksiko, Peru, Nigeria, Senegal, Venezuela, Yugoslavia dan Zimbabwe.

KTT ke- 16 OKI di Dakkar, Senegal selama beberapa hari dalam pekan kedua bulan Desember 1991, Indonesia yang sudah diakui mayoritas penduduknya beragama Islam, hadirnya Presiden Soeharto tentu saja menjadi pusat perhatian. Apalagi setelah usainya Festifal Istiqlal di Jakarta baru-baru ini, yang menggelar berbagai acara menyangkut keislaman. Dalam KTT OKI kali ini adalah untuk pertamakalinya Presiden Soeharto menghadirinya. Sebelumnya, KTT ke-2 OKI di Lahore dipirnpin oleh Adam Malik (ahn), sedangkan KTT ke-5 di Kuwait, delegasi Indonesia dipimpin oleh Wakil Presiden ketika itu, Umar Wirahadikusurna.

Indonesia menganggap, KTT OKI kali ini sangat penting karena itu delegasi Indonesia dipirnpin langsung oleh presiden sendiri tanpa mengurangi makna penting dari KTT-KTT terdahulu. Penting; karena berlangsung setelah era pasca perang Teluk dan tengah berlangsung usaha untuk meletakkan dasar yang adil dan kokoh pada perdamaian di Timur Tengah. Apalagi posisi Indonesia sejak semula sudah jelas, yang mendukung rakyat Palestina dalam memperjuangkan hak-haknya yang adil dan sah untuk memiliki tanah Lainya sendiri dan kemerdekaannya. Unsur kedua yang menandai KTT OKI sangat penting, seperti dikatakan Mensekneg Moerdiono, adalah karena dunia dewasa ini berada di dalam pasca perang Dingin, dan Indonesia sebagai negara yang berpenduduk Islam terbesar di dunia diharapkan dapat memainkan peranan yang penting dalam menggalang persatuan di kalangan Dunia Islam.

Regionalisme masih tetap menjadi kecenderungan antar bangsa. Karena itu sah dan bermanfaat kerjasama Selatan-Selatan dan bertemu pada tingkat pusat dalam KTT G-15 di Caracas, ibukota Venezuela. Namun dalam ketjasama regional itu pun berhembus angin perubahan. Di mana, kerjasama regional ini sejalan dengan semangat baru hubungan antar negara. Kerjasama itu bersemangatkan dialog dan kooperatif, bukan lagi konfrontasi. Kerjasama tetap saja bermotivasikan cita-cita perjuangan, namun cara dan pandangannya lebih berpijak di atas bumi, lebih pragmatis.

Yang perlu mendapat perhatian serius adalah, kerjasama regional di antara negara sedang berkembang harus beralih dari forum retorika menjadi kerjasama yang diwujudkan secara konkret dan secara bertahan berdasarkan rencana, program serta perangkat atau instrumen yang diperlukan. Perjuangan negara -negara berkembang ke luar, harus lebih berpedoman pada kemampuan serta hasil-hasil di dalam negeri. Zaman retorika perjuangan telah beralih ke zaman kemauan politik yang secara nyata membawa kesejahteraan bagi rakyat di masing-masing negara berkembang tersebut.

Indonesia yang walaupun masih merupakan negara berkembang, namun berkat kerja keras pemerintah dan segenap rakyat, akhirnya kita termasuk negara yang berhasil banting stir dan karena itu berhasil juga beranjak ke arah kemajuan. Kemajuan Ini akan dapat lebih ditingkatkan lagi, jika dapat lebih bersaing lagi dalam menghadapi kompetisi yang lebih berat lagi keras.

Kunjungan Pak Harto ke Meksik:o menjadi penting, karena besar pengaruhnya terhadap seluruh Amerika Tengah. Sedangkan ke Venezuela yangjuga memiliki makna yang penting adalah karena berkaitan dengan OPEC. Kesan di Tanzania mengingatkan peran presiden negeri itu yang merupakan salah satu pendiri Gerakan Non Blok dan yang memelopori gerakan penanggulangan kemiskinan, sehingga isu itu terangkat ke tingkat dunia.

Pada intinya, makna kunjungan Pak Harto ke negara-negara berkembang itu adalah untuk menjajaki sikap Non Blok, masalah spiritual, dan masalah Selatan­Selatan yang juga masih mempunyai dampak terhadap negara-negara Timur Tengah dalam membahas masalah Palestina. Perjalanan Pak Harto tersebut tidak lepas dari peristiwa penting tentang terpilihnya Indonesia sebagai ketua dan tuan rumah KTT Gerakan Non Blok tahun 1992 mendatang.

Hal itu menunjukkan Indonesia sebagai calon tuan rumah dan ketua Gerakan Non Blok itu. Sebab untuk menjadi tuan rumah diperlukan upaya kepala negara lewat kunjungan seperti yang dilakukan Pak Harto kali ini. Maka dengan kunjungan itu, terlihat ada salah satu aspek yang kuat untuk dijadikan bahan dalam KTT Non Blok nanti.

Bahan yang dimaksud yaitu berusaha menumbuhkankesadaran negara Non Blok untuk mengenyahkan kemiskinan di dalam negeri masing-masing, menumbuhkan keterbukaan, proses demokratisasi menurut laju percepatan masing-masing negara, serta tak ketinggalan pula mewujudkan keadilan ekonomi di dalam negeri setiap negara anggota Non Blok.

Di negara-negara yang dikunjungi, serta dalam konferensi puncak yang dihadiri Pak Harto di Venezuela dan Senegal, tukar pandangan untuk bahan KTT Non Blok adalah masuk akal. Kunjungan tersebut disamping untuk bertukar pikiran dari berdialog antara Selatan-Selatan. Dialog tersebut juga menjadi sangat penting untuk mewujudkan kerjasama Selatan-Selatan. Yang terwujud bukan hanya dialog antara Selatan-Selatan, melainkan juga dapat diwujudkan dalam dialog yang sifatnya kooperatif dengan negara-negara Utara yang telah lebih maju.

 

Ekonomi

Pertemuan Presiden Soeharto dengan Presiden Meksiko Carlos Salinas de Gortari beberapahari lalu dinilai sangat penting sebagai pembuka jalan hubungan kedua negara menuju kerjasama yang lebih erat dan saling menguntungkan.

Dasar-dasar untuk meningkatkan hubungan cukup kuat karena kedua negara mempunyai banyak kesamaan. Di samping sama-sama negara berkembang, juga yang sedang berada pada proses modernisasi. Sama-sama penghasil minyak, walaupun Meksiko tidak masuk dalam OPEC, namun kebijakan perminyakannya selalu mengikuti kesepakatan OPEC.

Di bidang ekonomi dan perdagangan, hubungan Indonesia-Meksiko akhir-akhir ini lebih nyata dan terus meningkat. Nilai perdagangan kedua negara tahun 1990 lalu mencapai US$103 juta, hampir limakali lipat nilai perdagangan tahun 1987 yang ketika itu hanya berjumlah US$ 20,4 juta. Tahun 1991 ini yang masih tersisa sekitar satu bulan lagi, diperkirakan meningkat lagi. Setelah kunjungan Presiden Soeharto ke Meksiko, kaum bisnis kedua negara juga perlu saling bertukar informasi guna menunjang hubungan perdagangan selanjutnya.

Kunjungan Pak Harto ke negara-negara Tanzania, Senegal dan Zimbabwe di Afrika jelas juga membawa misi muhibah bagi peningkatan hubungan Indonesia dengan negara-negara yang dikunjungi itu, saat ini maupun prospek masa mendatang. Ketiga negara Afrika itu jelas memiliki problem kependudukan yang rumit, di samping problem lain, termasuk perekonomiannya. Saling berkomunikasi dengan Indonesia, akan dapat memperbaiki perekonomian negara-negara Afrika itu.

Berbagai perubahan yang terjadi sedemikian cepat di negara-negara Afrika tersebut, cukup menarik untuk kita kaji bersama. Tidak terbatas hanya mengkajinya pada saat kunjungan Pak Harto ke negara-negara itu, tetapi juga setelah kunjungan itu.

Kita bisa menjadikannya sebagai bahan perbincangan untuk mendapatkan kesamaan pada era globalisasi dunia dewasa ini, oleh sesama negara berkembang khususnya. Bisa mungkin, meskipun negara-negara Afrika itu masih sedang berjuang meningkatkan perekonomiannya, terdapat hal-hal yang positif untuk lebih meningkakan hubungan ekonomi kita dengan negara-negara itu.

 

 

Sumber : MEDIA INDONESIA (21/11/1991)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XIII (1991), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 198-201.

 

 

 

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.