MAKNA LAWATAN PRESIDEN[1]
Jakarta, Republika
Sabtu (13/ 11) pukul 19.00 WIB rombongan Presiden Soeharto berangkat memulai lawatannya ke tiga negara. Negara pertama yang akan dikunjungi adalah Tunisia, di Afrika Utara, lalu AS untuk menghadiri forum negara-negara anggota Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Seattle, Washington dan terakhir Iran. Total lawatan ini direncanakan selama 14 hari.
Makna terpenting lawatan Presiden kali ini tentu adalah kunjungan Presiden dalam forum APEC. Seperti diketahui, APEC adalah forum kerjasama ekonomi negara negara Asia Pasifik, dibentuk tahun 1989 dan kini beranggotakan 15 negara. Tujuan pembentukan menjalin kerjasama ekonomi multilateral antar anggota berdasar prinsip keseimbangan dan saling menghormati di kawasan Asia Pasifik.
Memang, keberadaan APEC masih menimbulkan pro dan kontra. Malaysia, misalnya, dengan tegas menolak APEC. Dicemaskan, APEC akan mengganggu kerjasama ekonomi antar negara ASEAN yang sudah lama ada. Selain itu, ada kecurigaan bahwa APEC akan menjelma menjadi blok ekonomi baru yang proteksionis. Sikap Malaysia ini didukung Brunei dan RRC.
Kecemasan seperti ini wajar. Betapapun, konstelasi ekonomi intemasional saat ini terutama blok-blok perdagangan yg disponsori negara-negara maju cenderung merugikan dunia ketiga. Dan APEC tak luput dari (Ulggapan seperti itu. Dalam konteks inilah, kehadiran Presiden Soeharto selaku ketua Gerakan Non Blok mau pun selaku Presiden Rl jadi penting. Diharapkan, dalam forum APEC itu keberatan Malaysia, Brunei dan RRC bisa dibicarakan.
Makna penting kehadiran Presiden Soeharto juga menguat mengingat tahun 1994 nanti kepemimpinan APEC besar kemungkinan akan dipegang Indonesia. Selaku bagian dari dunia ketiga, Indonesia tentu tak akan mengarahkan posisi APEC dalam konstelasi ekonomi intemasional ke situasi yang merugikan dunia ketiga sendiri.
Tak kurang pentingnya adalah makna kunjungan Presiden ke Iran dan Tunisia. Resminya, kunjungan ke dua negara di kawasan Timur Tengah ini adalah untuk memenuhi undangan masing-masing kepala negara Islam tersebut. Namun kunjungan ini tentujuga akan ditempatkan dalam posisi peningkatan kerjasama bilateral sesama anggota Gerakan Non Blok.
Hubungan Iran-Indonesia, misalnya, belakangan ini telah berjalan hangat. Dalam berbagai forum intemasional, Iran adalah salah satu negara yang banyak mendukung Indonesia. Iranlah yang menjadi pendukung kuat agar Indonesia terpilih sebagai Ketua Gerakan Non Blok.
Demikian pula dengan hubungan Indonesia-Tunisia. Meski tidak terlalu istimewa, kerjasama ekonomi Indonesia dengan Tunisia telah berjalan lama. Jika kerjasama ini bisa diperkuat, maka kedua negara bisa memperoleh manfaat yang lebih besar. Ini mengingat posisi Indonesia yang secara ekonomi cukup kuat di kawasan Asia dan posisi Tunisia yang telah memainkan peran besar dalam membentuk kerjasama ekonomi Persatuan Arab Magrib (UMA) yang terdiri dari lima negara Tunisia (Ketua), Maroko, Aljazair, Libya dan Mauritania. Karena itulah, pertemuan kali ini, selain akan merupakan pengukuhan kerjasama yang telah terjalin, juga bisa menjadi penegasan politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif Penegasan ini penting untuk menetralisir kesan bahwa pemerintah Indonesia lebih condong menjalin hubungan dengan negara-negara pro-Barat.
Sumber: REPUBLIKA (15/11/1993)
__________________________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 287-288.