MANTAN SISWA-SISWI HBS KW-III ADAKAN REUNI
Jakarta, Antara
Sekitar 150 mantan siswa-siswi Hogere Burger School (HBS-sekolah menengah) Koning Willem (KW) III School Batavia, Minggu pagi mengadakan reuni pertama kalinya setelah sekolah mereka itu bubar pada 1942.
Auditorium Perpustakaan Nasional di Jalan Salemba Jakarta yang dulunya merupakan aula sekolah tersebut, dipilih sebagai tempat reuni. Gelak tawa dan obrolan seperti tak ada putus-putusnya, dalam acara santai diiringi alunan lagu-lagu kelompok band Los Morenos.
J. Muskita-ketua umum panitia reuni mengawali sambutannya dengan mengenang Alm. Prof. Dr. Sjarif Thajeb, rekan yang sangat mereka banggakan. Sjarif, yang meninggal awal bulan ini, adalah mantan sejumlah jabatan seperti Mendikbud, rektor UI, Dubes Indonesia untuk AS dan anggota DPA, adalah lulusan HBS KW III tahun 1938.
Kendati kebanyakan siswanya adalah warga Belanda, katanya, tetapi KW-III juga melahirkan pejuang bangsa Indonesia seperti Achmad Djajadiningrat, Haji Agus Salim, Mohamad Husni Thamrin, Chairul Saleh Harun Zain, J. Latuharhary, Ali Sastroamidjojo, dan Haryati Subadio.
Mantan siswa-siswi KW-III, perlu memiliki dan menghayati suatu wawasan sejarah, sehingga mereka akan terus memberikan sumbangannya bagi masa depan dengan bercermin kepada jiwa kepahlawanan masa lalu, katanya.
Dalam reuni itu yang banyak dianggap sangat terlambat mereka sepakat untuk membentuk Yayasan Kawedri. Melalui yayasan itu mereka berharap dapat mengenang KW-III sekaligus memberikan sumbangan dalam upaya mencerdaskan kehidupan bangsa.
HBS KW-III merupakan yang tertua dari delapan HBS yang didirikan pemerintah kolonial yakni pada 27 Nopember 1860. HBS lainnya ada di Batavia (Jakarta) yang dikenal dengan Prins Hendrik School (PHS), kemudian Surabaya, Malang, Bandung, Makasar (Ujungpandang) dan Medan.
Acara reuni yang berakhir pada pukul 14.00 siang itu diakhiri dengan kunjungan keliling Perputakaan Nasional.
Lewat Perpustakaan
Kepala Perpustakaan Nasional Mastini Hardjoprakoso, MLS. bukan mantan siswi KW-III-berbicara tentang lembaga yang dipimpinnya itu. Perpustakaan Nasional berdiri pada 17 Mei 1980 sebagai wadah dari peleburan empat perpustakaan, dengan status swasta.
Setelah sembilan tahun, perpustakaan itu memperoleh gedung yang dibangun Yayasan Harapan Kita di lokasi bekas sekolah KW-III, yang diresmikan penggunaannya oleh Presiden Soeharto pada 11 Maret 1989.
Dengan status lembaga pemerintah non-departemen, Perpustakaan Nasional bertugas membina dan mengembangkan semua jenis perpustakaan Indonesia.
Ia menyambut baik keinginan para mantan siswa-siswi KW-III dan juga masyarakat lain yang berminat untuk ikut serta meningkatkan fungsi dan tugas perpustakaan khususnya dalam pelayanan informasi guna menyebarluaskan ilmu pengetahuan.
Untuk itu ia menyediakan wadahnya yang non-struktural dengan nama Himpunan Mitra Perpustakaan.
Sumber : ANTARA (26/11/1989)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XI (1989), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 628-629.