MARTABAT BURUH TIDAK BOLEH DIMEROSOTKAN
Presiden:
Pengusaha Harus Menempatkan Buruh Sebagai Manusia
Presiden Soeharto mengingatkan adalah melawan rasa keadilan bahwa peningkatan produksi dan laba dilakukan di atas kesengsaraan kehidupan kaum buruh yang bekerja di perusahaan, betapapun pentingnya produksi dan laba bagi suatu perusahaan.
"Buruh tidak boleh sama sekali hanya dianggap sebagai salah satu faktor produksi saja, lebih-lebih tidak boleh dimerosotkan martabatnya hanya sebagai bagian dari mesin besar industri," kata Presiden Soeharto lagi di depan para peserta Sidang Dewan Nasional FBSI (Federasi Buruh Seluruh Indonesia) di Istana Negara hari ini.
Kata Presiden, para pengusaha hendaknya menghargai kedudukan buruh dalam perusahaan, dengan menempatkan kaum buruh sebagai manusia.
Dalam usaha memperbaiki kesejahteraan kaum buruh, tidak boleh melupakan tanggung jawab buruh terhadap pembangunan masyarakat, bangsa dan negara.
"Sebaliknya para pengusaha hendaknya juga menyadari peranannya dalam pembangunan bangsa," kata Presiden.
Diakui
Presiden mengatakan, modal dan milik pribadi serta hak mengelolanya memang diakui Negara, demikian pula hak untuk menikmati hasil pembangunan modal dan hak milik pribadi, namun harus juga menghargai peranan buruh dalam perusahaan.
Jika semua pihak menyadari peranan dan tanggung jawab masing-masing, jika buruh dan perusahaan saling menghormati dan saling percaya, perbedaan-perbedaan kepentingan antaraburuh danperusahaan pasti dapat diselesaikan melalui musyawarah dengan semangat kekeluargaan.
Kata Presiden seterusnya, sistem hubungan perburuhan Pancasila harus menjamin hak dari kewajiban yang adil bagi buruh maupun majikan dan juga hubungan yang adil antara buruh dan majikan.
Dalam hubungan ini, kata Presiden, pemogokan yang biasanya dianggap sebagai senjata ampuh kaum buruh untuk memperjuangkan nasibnya bukan saja tidak perlu dilakukan, tetapi terasa sebagai tindakan yang tidak cocok dengan Hubungan Perburuhan Pancasila.
Sebaliknya perusahaan juga tidak perlu melakukan penutupan perusahaan atau menakuti buruh dengan bayang-bayang pemecatan, jika tidak terdapat kesesuaian kepentingan antara buruh dari perusahaan.
Rasa persatuan dan kekeluargaan antara buruh dan pengusaha harus dikembangkan sebab dalam tahap-tahap pembangunan kita akan menghadapi tugastugas besar untuk menaikkan produksi dan memperluas industri, kata Presiden.
Sulit
Presiden Soeharto mengatakan pembangunan sulit dilakukan tanpa ikut sertanya kaum buruh. Pembangunan yang dilakukan sekarang bertujuan meningkatkan kesejahteraan lahir dan batin seluruh rakyat Indonesia termasuk kaum buruh, sehingga masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dapat dicapai.
Dalam pada itu Ketua FBSI Agus Soedono, dalam laporannya mengatakan kaum buruh Indonesia menyadari keberhasilan pembangunan nasional tidak otomatis jatuh dari langit apa lagi ”tenguk tenguk nemu getuk”, tetapi pembangunan hanya berhasil jika seluruh rakyat Indonesia tekun dan rajin membanting tulang, memeras keringat, tidur lebih malam dan bangun lebih pagi untuk meningkatkan produksi barang serta jasa di segala bidang.
Agus Soedono juga membacakan keputusan sidang dewan nasional tentang usul penetapan Jenderal Purnawirawan Soeharto sebagai Bapak Pembangunan dan sebagai Presiden RI/Mandataris MPR untuk periode 1983-1988. (RA)
…
Jakarta, Merdeka
Sumber : MERDEKA (22/12/1981)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku VI (1981-1982), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 637-638.