MARTABAT LEMBAGA KEPRESIDENAN
Tradisi bangsa Indonesia dalam memberikan sesuatu sebagai hadiah atau sumbangan umumnya dicarikan yang baik, bahkan sering kali diusahakan yang terbaik. Pantangan untuk memberikan yang buruk.
Dan kalau toh sangat terpaksa menyerahkan pemberian yang mutunya kurang, seringkali disertai dengan penjelasan dan sekaligus permintaan maaf lebih dulu.
Sejak beberapa waktu yl. kita mengamati bermunculannya berita menyangkut nasib sesuatu yang berpredikat "Sumbangan Presiden" atau "Bantuan Presiden" atau bangunan yang didirikan berdasarkan "Instruksi Presiden".
Yang pasti tidak sekali dua berita roboh, ambruk atau terlantarnya gedung sekolah dasar (SD) yang didirikan berdasarkan Instruksi Presiden (lnpres) beredar di masyarakat. Baik oleh cerobohnya pemborong, maupun karena menjadi sangat terbatasnya biaya berhubung bocor atau disunat di sana sini, diceritakan sebagai sebab musababnya. Yang pasti dalam kasus-kasus semacam itu, terbawa kata Inpres, Instruksi Presiden.
Pada kesempatan lain bukan gedung sekolah, tapi pompa air sumbangan Presiden. Ada yang diberitakan macet, atau karatan sehingga tak berfungsi dengan baik dst. Begitu juga menyangkut generator, pembangkit tenaga listrik untuk sesuatu desa. Juga pemah terbetik yang berkaitan dengan mobil tanki air. Semuanya membawa serta nama Presiden.
Dan yang paling aktual sekarang ini menyangkut kapal KM ”Bawomatulo”, kapal berharga Rp.925 juta hadiah Presiden RI kepada Pemda Sumatera Utara yang tenggelam pada tanggal 25 Agustus 1979 yl. di depan dermaga 105 pelabuhan Belawan, Medan.
Peristiwa itu telah menarik perhatian seorang anggota DPR-RI Sjufri Helmy Tanjung dari FPP asal dari daerah pemilihan Sumatera Utara. la mengatakan kepada pers kasus tersebut tidak bisa didiamkan dan berlalu begitu saja. Lebih-lebih karena peristiwa itu adalah untukkedua kalinya. Yang pertama KM ”Kuala Deli”, juga hadiah Presiden R.I. telah tenggelam beberapa waktu yl.
Sehingga, dari 3 buah kapal motor hadiah Presiden untuk Pemda Sumatera Utara itu, 2 diantaranya telah tenggelam ke dasar laut. Anggota DPR tersebut akan mempersoalkannya dalam kesempatan rapat kerja dengan Menteri Perhubungan.
Kita tidak tahu persis bagaimana rapat ketja DPR akan mempersoalkan dan juga bagaimana tindak lanjutnya setelah yang berisi tanya jawab itu usai. Ini baru menyangkut satu jenis kasus.
Secara konstitusional, Presiden adalah suatu lembaga tinggi negara yang kedudukannya mesti dijaga sedemikian rupa sehingga martabat lembaga tsb tidak ternoda.
Cobalah kita hayati effek kejiwaan yang timbul ketika orang membaca berita.
"Dua diantara 3 buah kapal motor hadiah Presiden R.I. kepada Pemda Sumatera Utara telah tenggelam ke dasar laut". Jelas tidak menguntungkan martabat dan nama baik lembaga tinggi negara itu.
Dengan tidak mengabaikan berbagai segi positifnya, rasanya patut untuk ditinjau kembali secara menyeluruh penggunaan nama Presiden untuk berbagai bantuan atau sumbangan seperti diuraikan di atas.
Memang bisa saja terjadi, barang yang disumbangkan itu mutunya bagus, harganya pun mahal sekali. Namun karena pemeliharaannya yang tidak memenuhi persyaratan minimal, maka dalam waktu sangat singkat barang tersebut telah ambruk, menjadi besi tua atau tenggelam ke dasar laut.
Atau bisa juga dana yang tersedia untuk sesuatu jenis sumbangan atau bantuan Presiden tidak digunakan oleh para pelaksana seperti yang telah ditetapkan sehingga barang yang diperoleh menjadi cepat rusak dsb.
Walhasil harapan kita untuk menjaga nama baik dan martabat lembaga kePresidenan, hal-hal tersebut dinilai kembali barangkali saja memang tidak perlu menggunakan kata keterangan "sumbangan atau hadiah Presiden R.I.". Kecuali tentu saja jika ada jaminan tidak menimbulkan effek negatif atas penggunaan nama tsb di belakang hari. (DTS)
…
Jakarta, Pelita
Sumber: PELITA (06/09/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 158-160.