MENAKER TTG KEBAKARAN KONFEKSI NIDO
Jakarta, Antara
Menteri Tenaga Kerja, Sudomo mengatakan, meskipun sudah jelas permasalahannya namun kasus kebakaran perusahaan konfeksi “Nido”, akan tetap diajukan ke pengadilan.
“Peristiwa itu telah mengakibatkan 21 orang meninggal dunia,” kata menteri ketika memberi keterangan seusai diterima Presiden Soeharto di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis.
Kebakaran di perusahaan konfeksi Nido, yang terjadi Jumat, 16 Oktober 1987 itu mengakibatkan 21 orang karyawan perusahaan tersebut hangus terbakar.
Menurut Sudomo, besarnya jumlah mereka yang meninggal itu selain disebabkan karena keadaan ruang kerja yang serba tertutup, juga karena ke-21 yang meninggal, tidak menyadari bahwa api yang menyala di lantai bawah ruang konfeksi dapat menyambar ke ruang atas.
Karena sebelumnya, sepuluh dari karyawan yang semula berada di ruang atas, sempat turun ke bawah, sehingga akhimya selamat. Ke-21 korban tersebut umumnya mati lemas dahulu sebelum kemudian hangus terbakar, katanya.
Atas peristiwa tersebut, kata Sudomo, Presiden Soeharto telah menginstruksikan pada Menaker dan Menteri Perindustrian, Hartarto, untuk bersama-sama memperhatikan masalah keselamatan dan keamanan kerja.
Untuk itu, akan dibentuk tim khusus yang akan mendatangi perusahaanperusahaan industri kecil seluruh Indonesia, untuk melihat dari dekat segi-segi keselamatan dan keamanan kerja di perusahaan bersangkutan.
“Paling tidak, sekali atau beberapa kali latihan untuk mengatasi kemungkinan terjadi bahaya kebakaran, pernah diberikan kepada para karyawan perusahaan industri kecil,” ujar Sudomo sambil mengharapkan agar kasus Nido merupakan kasus kebakaran terakhir.
Pinisi Nusantara
Sudomo dalam kesempatan itu juga melaporkan kepada Presiden Soeharto tentang perkembangan perahu Pinisi Nusantara yang di kirim dimanfaatkan dalam dunia kepariwisataan untuk mengangkut para para wisatawan.
Sudomo mengatakan perahu tersebut setelah mengalarni beberapa perbaikan (renovasi) digunakan untuk melayari jalur Bali-Lombok, Maluku, Ambon-Ternate Manado-Ujungpandang dengan tariff 3.000 dolar AS/orang.
“Namun Pinisi Nusantara tidak akan diarahkan menjadi kapal pesiar yang mewah (yacht) karena orang tidak senang. Mereka menginginkan yang asli (orisinil),” kata Sudomo yang sejak semula ikut aktif pada persiapan pembangunan kapal Pinisi hingga keberangkatannya ke Vancouver Kanada.
Kapal berbobot mati sekitar 200 ton tersebut, sekarang mampu menampung 20 wisatawan yang diawaki delapan awak berlayar selama 33 hari dalam tiap perjalanannya.
Presiden Soeharto, kata Sudomo, memberi petunjuk agar dibangun beberapa kapal sejenis dengan ukuran 800-1000 ton sehingga nantinya lebih banyak wisatawan yang bisa menikmati berbagai daerah tujuan wisata. Namun kapal-kapal baru itu pun tidak akan dibangun seperti kapal pesiar mewah, Demikian.
Sumber: ANTARA (22/10/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 626-627