MENARIK PELAJARAN DARI PENGALAMAN PAHIT

HM Soeharto dalam berita

Tajuk Rencana

MENARIK PELAJARAN DARI PENGALAMAN PAHIT [1]

 

Jakarta, Sinar Harapan

Presiden Soeharto menyebut masalah Pertamina sebuah pengalaman pahit, berhubung dengan akibat2nya yang masih akan lama terasa. Ada yang menyebutnya sebuah musibah nasional.

Tiga hal kita hadapi berhubung dengan masalah ini (1) mengatasi akibat2nya baik dalam jangka pendek maupun  dalam jangka  panjang;  (2) mengambil  tindakan2 korektif dan mencegah terulangnya pengalaman pahit seperti itu; (3) menarik pelajaran daripadanya yang tidak hanya berlaku bagi lingkungan Pertamina saja.

Dalam pidato akhir tahunnya Presiden berkata bahwa pengalaman pahit dengan Pertamina harus menjadi pelajaran bagi kita semua, bagi semua aparatur Pemerintah dan bagi perusahaan2 milik negara.

Bagaimanakah cara mengkonkritkan anjuran Presiden ini?

Sebab jelas bahwa kita tidak akan dapat menarik pelajaran yang nyata dari pengalaman pahit itu apabila tidak ada usaha yang teratur untuk mempelajari sebab2 dan latar belakang pengalaman tsb dan berdasarkan itu merumuskan pokok2 pelajaran yang dapat ditarik dari padanya.

Secara umum kita semuanya tentu dapat mengemukakan penilaian dan pendapat kita masing2 mengenai sebab dan latar belakang kejadian2 dalam Pertamina di tahun yang lalu. Secara umum kita semuanya mampu memberikan pandangan mengenai palajaran yang dapat ditarik dari pengalaman tersebut.

Kita sadar bahwa dilingkungan Pemerintah tentu telah ada usaha2 untuk mempelajari sedalam-dalamnya sebab2 dan latar belakang kejadian2 dalam Pertamina dan berdasarkan itu Pemerintah telah mengambil tindakan2.

Tetapi seperti ditegaskan dalam pidato akhir tahun Presiden Soeharto maka arti masalah Pertamina itu tidak terbatas pada lingkungan Pertamina atau Pemerintah saja.

Pertamina merupakan perusahaan milik negara kita yang terbesar:

UUD 45 pasal 33 ayat 2 berbicara mengenai “cabang2 produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak”.

Ayat 2 dari pasal tsb berbunyi “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat”.

Kita kutip ayat2 tadi sekedar untuk mengingatkan diri kita sendiri, bahwa kemampuan atau ketidak mampuan negara dan bangsa kita untuk menemukan cara2 yang efektif dalam mengarahkan dan mengawasi perusahaan2 milik negara dan untuk menjamin bahwakekayaan alam dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, adalah faktor2 yang penting yang akan turut menentukan kegagalan atau keberhasilan pembangunan kita.

Dalam hubungan ini kita catat bahwa di tahun2 yang lalu berbagai pihak luarnegeri, dan demikian juga pengumuman2 resmi, selalu mengemukakan pujian dan penghargaan terhadap Pertamina, sedangkan di kalangan luas, dalam masyarakat kita sendiri telah lama terdengar suara2 yang kritis berdasarkan apa yang mereka dengar dan lihat sehari-hari.

Harus kita akui, sebagai negara dan bangsa dalam kasus ini telah gagal guna mengadakan pengawasan dan koreksi yang efektif sebelum sedikit banyak nasi menjadi bubur.

Inilah yang harus kita cegah di waktu yang akan datang.

Mungkin ada yang berpendapat bahwa berhubungan dengan keadaan yang sulit dan peka adalah lebih baik untuk mendiamkan masalah Pertamina ini untuk sementara waktu, dan memberikan waktu kepada Pemerintah guna merampungkan tindakan2 yang telah dan sedang diambil.

Hal yang terakhir ini kita setuju sepenuhnya.

Namun menurut pandangan kita, rasa tanggungjawab masyarakat perlu juga dihargai dan dibina dalam masalah ini dan dalam masalah perusahaan2 milik negara lainnya.

Hal seperti itu sudah pemah dilakukan waktu Presiden mengangkat Komisi Empat yang bertugas memberikan laporan dan anjuran2 mengenai Pertamina.

Kita cenderung untuk mengkonkritkan anjuran yang terdapat dalam pidato akhir tahun Presiden, yaitu mempelajari pengalaman Pertamina dan mengemukakan pelajaran2 yang perlu diambil dari pengalaman tersebut bagi kita semuanya, bagi aparatur negara dan bagi perusahaan2 milik negara. (DTS)

Sumber: SINAR HARAPAN (05/01/1976)

[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IV (1976-1978), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 122-124.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.