Menerima Perwira Tinggi di Tapos, Presiden Soeharto: Kritik Jangan Asal “Jeplak” Agar Dianggap Berani [1]
MINGGU, 29 SEPTEMBER 1991 Pukul 07.00 pagi ini, di Tapos, Presiden Soeharto menerima 75 orang perwira tinggi peserta Rapim ABRI dipimpin Pangab Jenderal Try Sutrisno.
Dalam acara itu hadir pula Menteri Hankam LB Moerdani. Pada kesempatan itu Kepala Negara mengharapkan kepada ABRI dan seluruh lapiasan masyarakat agar hasil yang telah diperoleh didalam proses pembangunan nasional supaya dipertahankan, dan jangan sampai mengalami kemunduran.
Dihadapan para peserta Rapim ABRI tersebut, Kepala Negara juga berbicara mengenai hubungan antara pemerintah dengan DPR. Dikatakannya bahwa pemerintah dan DPR tidak perlu saling berhadapan dan tidak bisa saling menjatuhkan tetapi saling isi mengisi.
Namun ditegaskannya bahwa tidak ada larangan bagi anggota DPR untuk bicara vokal dan melakukan kritik terhadap pemerintah asalkan itu dilakukan sesuai dengan sopan santun Demokrasi Pancasila dan aturan main yang ada serta tidak asal “jeplak” atau asal ingin dicap berani saja.
Menurut Presiden DPR tidak dilarang untuk vokal dalam menyuarakan aspirasi rakyat karena memang tugasnya adalah mengontrol pemerintah.
Namun dalam soal mengeritik, hal itu harus dalam batas-batas wewenangnya. Presiden mengakui bahwa masih banyak orang yang tidak mengerti Demokrasi Pancasila yang berdasarkan musyawarah mufakat.
Dalam musyawarah untuk mufakat itu kepentingan rakyat dan kepentingan negara harus diutamakan dan sebaliknya kepentingan pribadi dan golongan harus disingkirkan. (DTS)
[1] Dikutip dari buku “Jejak Langkah Pak Harto 21 Maret 1988 – 11 Maret 1993”, hal 458-459. Buku ini ditulis oleh Team Dokumentasi Presiden RI, Editor: Nazaruddin Sjamsuddin dan diterbitkan PT. Citra Kharisma Bunda Jakarta Tahun 2003