MENGAPA PRESIDEN KE PAPUA NUGINI
Diantara semua negara tetangga, hanya Papua Nuginilah yang belum pernah dikunjungi Presiden dan Ny. Tien Soeharto. Maka itu pemerintah dan rakyat Papua Nugini benar-benar menantikan keduanya di ibukota Port Moresby.
PM Papua Nugini, Michael Somare sendiri bulan Januari tahun 1977 yang lampau datang di Indonesia. Hasil pembicaraannya dengan Presiden Soeharto menelorkan komunike bersama Indonesia – Papua Nugini.
Komunike itu antara lain memuat kesepakatan untuk meningkatkan hubungan perdagangan, pendidikan dan lain sebagainya, tekad untuk berperan lebih aktif dalam konperensi hukum laut memperjuangkan masalah Wawasan Nusantara.
Kedua negara juga bertekad untuk menegakkan perdamaian dan stabilitas, memperjuangkan tercapainya perlucutan senjata yang menyeluruh di bawah pengawasan internasional yang efektif, serta menentang politik apartheid dan perbedaan rasial.
Dua setengah tahun telah berlalu sejak dikeluarkan komunike bersama di Jakarta. Selama itu banyak terjadi perkembangan politik internasional, perubahan di Asia Pasifik terutama di Indonesia.
Lain dari itu, konferensi UNCTAD ke-V di Manila yang tampaknya menghadapi jalan buntu khususnya yang menyangkut pemecahan masalah hutang dan pemasaran barang-barang produksi negara-negara sedang berkembang, berpengaruh pada masa depan pembangunan Indonesia dan Papua Nugini.
Kesemuanya tentu perlu ditelaah seraya mengkaji upaya strategi meningkatkan hubungan kerjasama kedua negara yang bertetangga, serta pelaksanaan kontak antara negara-negara di Pasifik Selatan dengan ASEAN.
Karena itulah kunjungan kenegaraan Presiden Soeharto ke Papua Nugini yang dimulai hari ini sampai Rabu lusa bukanlah sekedar balasan terhadap kehadiran PM Somare di Indonesia bulan Januari 1977 lalu.
Lebih dari pada kunjungan balasan, pembicaraan Presiden Soeharto – PM Somare di Port Moresby besok cukup penting. Diantara kedua negara memang tidak ada masalah yang pelik, walau Menlu Mochtar di Bina Graha tanggal 13 Mei 1978 menyatakan bahwa Organisasi Papua Merdeka (OPM) merupakan gangguan kecil.
Kalaupun ada gangguan kecil di daerah perbatasan, kedua belah pihak telah mengambil langkah-langkah positif dan tindakan tegas untuk mengatasinya. Yang perlu diselesaikan menyangkut seabad boundary dan border arrangement.
Ada baiknya kalau Presiden Soeharto dan PM Somare membicarakan prinsip prinsip dasar seabad boundary dan border arrangement itu untuk lebih memperlancar perundingan berikutnya, mengingat “administrative border arrangement” akan habis masa berlakunya tanggal 26 Nopember mendatang.
Pembicaraan mengenai ikhwal masa depan peningkatan hubungan kedua negara itu saja sudah memberi jawaban atas pertanyaan: Mengapa Presiden ke Papua Nugini.
Tidak benar anggapan yang seolah-olah mengatakan kunjungan ke Port Moresby bersifat sekunder karena kunjungan kerja ke Jepanglah yang primer. (DTS)
…
Jakarta, Pelita
Sumber: PELITA (04/06/1979)
—
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku V (1979-1980), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 70-71.