Mengapa Tidak Reformasi Damai ?

Desa Suka Makmur, 7 Juli 1998

Kepada

Yth. Bapak H. Muhammad Soeharto

di Rumah

MENGAPA TIDAK REFORMASI DAMAI ? [1]

 

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Saya terkejut menyaksikan pidato Bapak di TV pada tanggal 21 Mei 1998, yang menyatakan berhenti memegang jabatan Presiden Republik Indonesia. Saat itu saya merasa sedih karena kehilangan seorang Pemimpin bangsa yang sangat arif dan bijaksana. Saya menyesalkan tindakan sebagian tokoh masyarakat dan Mahasiswa yang mengatasnamakan rakyat meminta dan memaksa Bapak untuk mundur. Bukanlah masih ada jalan terbaik yaitu reformasi secara damai.

Mereka hanya tahu menuntut dan menuduh, tapi tidak mem­pertimbangkan dan berterima kasih atas jasa perjuangan dan pengabdian Bapak menyelamatkan Negara dan bangsa ini, serta kerja keras Bapak membangun negeri ini menjadi bangsa yang maju dan makmur. Tapi saya yakin, masih banyak rakyat yang tahu berterima kasih, mengagumi, dan tetap menghormati Bapak.

Walaupun rakyat kecil, saya ikut prihatin dengan keadaan negara kita saat ini, terlebih atas tuduhan dan prasangka buruk terhadap Bapak dan keluarga. Hal ini juga mempengaruhi masyarakat sekitar daerah saya. Dengan pengetahuan dan wawasan yang saya dapat dari mem­baca buku riwayat hidup Bapak, membaca majalah dan TV, saya ber­usaha meluruskan issu atau berita yang tidak benar, agar masyarakat jangan terhasut.

Saya selalu katakan kepada mereka, kita harus bisa berpikir luas dan jernih, menilai dengan adil, bertindak arif, kita tidak boleh menyudutkan pemerintah apalagi membenci Pak Harto, karena beliau sudah berusaha agar rakyat dapat hidup makmur. (DTS)

Hormat saya,

Soeharto

K. Simpang Daista Aceh

[1]       Dikutip langsung dari dalam sebuah buku berjudul “Empati di Tengah Badai: Kumpulan Surat Kepada Pak Harto 21 Mei – 31 Desember 1998”, (Jakarta: Kharisma, 1999), hal 607-608. Surat ini merupakan salah satu dari 1074 surat  yang dikirim masyarakat Indonesia dari berbagai pelosok, bahkan luar negeri, antara tanggal 21 Mei – 31 Desember 1998, yang menyatakan simpati setelah mendengar Pak Harto mengundurkan diri. Surat-surat tersebut dikumpulkan dan dibukukan oleh Letkol Anton Tabah.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.