MENJENGUK SEORANG PEJUANG (I) DAUD BEUREUH SANGAT ANTI KOMUNIS
Jakarta, Pelita
Labilitas kesehatan karena usia amat lanjut, kontras membangkitkan nostalgia jasa-jasa besar Daud Beurueh non-stop selama setengah abad lebih.Jakarta, Pelita Janji bersaksi Tuhan oleh Presiden Soekarno yang tidak ditepati berada di luar garis kewajaran. Gaya pidato Daud Beureueh memukau, dan agitasi propaganda komunis dilumpuhkan dari mesjid.
Momentum sejarah yang berlatar belakang panjang terjadi pada hari Selasa 27 Januari 1987 di desa Beureueh di Kabupaten Pidie, dekat ibu kota Sigli, di segi tiga ujung barat laut Daerah Istimewa Aceh, yang menghampar rata menghadapi Selat Malaka.
Secara ukuran jarak jauh, desa Beureueh tempat kelahiran ulama utama Teungku Muhammad Daud Beureueh, terletak 120 kilometer di timur ibu kota Banda Aceh.
Pada hari itu jam 09.15 pagi utusan resmi Presiden Soeharto, Menteri Koperasi/ Kabulog Bustanul Arifin S.H. dan rombongan datang berkunjung di tempat kediaman Daud Beureueh yang telah berumur 87 tahun dalam keadaan sakit tua yang telah berjalan 5 tahun dalam keadaan labil.
Pada saat itu keadaan beliau dapat mendengarkan kata-kata yang disampaikan kepadanya. Di sekitar Agustus tahun lalu beliau masih sanggup duduk bersandar di tempat tidur dan mengenal para tamu yang datang kini tidak lagi.
Kondisi fisiknya akhir-akhir ini semakin menurun dan membuatnya semakin parah. Salam Presiden Soeharto yang disampaikan Menteri Bustanul Arifin sulit benar ditangkapnya, sementara mulut beliau bcrgerak-gerak seperti mengucapkan sesuatu.
Pendengaran dan penglihatannya semakin berkurang. Bila meninggalkan tempat tidur harus dipapah, sebagaimana ditulis wartawan Kompas dari Sigli, 28 Januari 1987.
Wallah, Billah Soekarno
Seperti bumi dengan langit bedanya posisi dan kondisi Daud Beureueh tepat 40 tahun yang silam. Dalam tahun 1947 Presiden Soekarno untuk pertama kali datang ke Aceh menemui Daud Beureueh.
Dia membawa harapan bagi perjuangan umat Islam Indonesia umumnya dan umat Islam di Aceh khususnya. Terjadi pembicaraan khusus antara keduanya dengan akrab sekali, dan Bung Karno memanggil Daud Beureuch dengan sebutan “Kakak”.
Dimintanya rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sedang berkobar waktu itu antara Indonesia dan Belanda. Katanya, perjuangan seperti yang dikobarkan para pahlawan Aceh yang terkenal seumpama yang dilakukan Teungku Cik Ditiro dan lain-lain dalam perang yang tidak kenai mundur.
Daud Beureueh berkata dengan segala senang hati memenuhi permintaaan itu dengan melancarkan perang sabil untuk menegakkan agama Allah, hingga bagi rakyat Aceh yang terbunuh dalam perang itu berarti mati syahid. Dimohonkannya apabila perang telah usai nanti, kepada rakyat Aceh diberikan kebebasan menjalankan Syariat Islam dalam Daerah Aceh.
Jawab Bung Karno, tak usah kakak khawatir mengenai hal ini, sebab 90 persen rakyat Indonesia beragama islam. Daud Beureueh memohonkan Presiden Soekarno sudikiranya menulis sedikit di atas kertas yang disodorkannya.
Presiden menangis terisak-isak, air matanya mengalir di pipinya, membasahi bajunya. Kalau begitu, katanya pula, apa gunanya dia menjadi Presiden, kalau tidak dipercayai jawab Daud Beureueh, hanya sekedar menjadi tanda yang akan diperlihatkan kepada rakyat Aceh yang diajak berperang melawan Belanda.
Presiden bersumpah dengan mengucapkan Wallah, Billah, bahwa kepada daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri dengan Syari ‘at Islam.
Daud Beureueh, karena iba hati dan terharu melihat Presiden Soekarno menangis terisak -isak, tidak sampai hatinya lagi meminta jaminan hitam di atas putih. Tetapi …. beberapa tahun kemudian, nyatanya Presiden Soekamo mengatakan di Amuntai, Kalimantan Selatan, bahwa dia tidak menyukai lahirnya Negara Islam dari Republik Indonesia.
Dan hal itu sangat mengecewakan Daud Beureueh dan rakyat Aceh yang tetap ingin melaksanakan ajaran-ajaran Islam dalam kehidupan masyarakat dan negara.
Pribadi Daud Beureueh
Nama lengkapnya Teungku Muhammad Beureueh. Namanya yang sebenarnya pada waklu lahirnya hanya Muhammad Daud, dan Beureueh itu nama desa tempat tinggalnya. Teungkunya menunjukkan beliau seorang ulama yang sudah dipandang ahli agama di Aceh.
Sudah jadi kelaziman di Aceh, seseorang ulama dipanggilkan tempat desanya, seperti Teungku Inderagiri, Teungku Cik Ditiro. Adat istiadat ini berlaku sampai sekarang.
Kalau seseorang hidup dalam masyarakat Aceh, hendaklah jangan salah-salah memakaikan gelarnya. Di Aceh ada beberapa gelar yang hampir bersamaan bunyinya, tetapi lain sekali artinya.
Umpamanya kala Teuku hanya teruntuk golongan hulubalang (kepala negeri atau distrik). Teungku ialah golongan kaum ulama. Tuanku ialah golongan Sultan Aceh langsung. Jadi Teungku Muhammad Daud Beureueh ialah dari golongan kaum ulama yang sehari-hari dipanggil “Ayah Daud”
Sifat Daud Beureueh keras laksana batu, yang dalam istilah sekarang di sebut militan. Sesuatu yang tidak di hatinya, dengan terus terang dikatakannya. Golongan ulama maupun rakyat di Aceh dan murid-muridnya menghargai keberaniannya, dan sehari demi sehari beliau terkenal dan banyak mendapat pengikut. Dia mulai populer sejak tahun 1930.
Beliau seorang yang taat beragama. Keberaniannya dengan dengan terus terang itu, dibuktikannya benar. Dalam banyak pertempuran Beliau senantiasa menjadi dan tiang terasnya, menjadi pohon kayu berlindung para pengikutnya.
Mula-mula mengganyang Belanda sesudah selesainya Perang Pasiflk di tahun 1945. Kemudian menetang Jepang dan menghancurkan potensi, kaum feudal Aceh yang pro BeIanda dalam peristiwa Cumbok.
Pimpinan ini semua berada dalam tangan Daud Beureueh, Di zaman Belanda beliau pernah berkedudukan sebagai anggota Aceh raad (Dewan Aceh). Di zaman Jepang kepadanya diberikan juga penghormatan, dan dipandang tinggi oleh Jepang. Pernah ditahan Jepang, tetapi nasibnya baik tak sampai menemui ajalnya.
Beliau seorang orator dalam bahasa Aceh. Pandai memberi kiasan, perbandingan untuk diambil ibarat dan pelajaran dari padanya dalam berkata-kaca. Matanya sedikit agak merah, kupiah atau pecinya biasanya ditekankannya agak ke dalam kepalanya.
Kalau berpidato, lamanya sampai satu dua jam, kadang-kadang lebih, hingga publik pendengar puas. Beliau sangat anti orang komunis. PKI di Aceh di zaman Belanda mulanya banyak juga pengikutnya. Hal itu bukanlah karena mereka sadar apa tujuan partai yang itu yang sebenamya.
Melihat PKI menentang politik Belanda, hal itulah menyebabknyan mula-mula PKI mendapat hanyak pengikut di Aceh.
Kemudian setelah Daud Beureueh pada suatu kali berpidato di Masjid Raya Baiturrahman di Banda Aceh yang terus terang mengatakan komunisme itu beraliran yang berlawanan dengan agama Islam, maka sesudah itu banyak orang Aceh meninggalkan PKl dan masuk Masyumi atau partai lain.
Sesudah Proklamasi Republik Indonesia 1945 timbul suatu kesulitan, yaitu memasukkan TRI ke TNl. Daud Beureueh oleh Pemerintah RI diangkat jadi Gubernur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo yang meliputi daerah yang lebih besar dari pada propinsi Jawa Barat. Langkat dan Tanah Karo berlokasi di Sumatera Timur.
Beberapa waktu kemudian hal-hal yang amat sulit itu umumnya berjalan dengan aman dan tenteram.
Sumber: PELITA (13/02/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 759-762