‘MENJENGUK’ SEORANG PEJUANG (II) DAUD BEUREUEH DAN DIMULAINYA ERA PUSA

‘MENJENGUK’ SEORANG PEJUANG (II) DAUD BEUREUEH DAN DIMULAINYA ERA PUSA

Jakarta, Pelita

Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA) pimpinan Daud Beureueh, adalah persemaian pertumbuhan para pemimpin Aceh setengah abad terakhir ini. Tuntutan propinsi otonomi dalam Negara Kesatuan RI sebagai lanjutan kondisi semula.

Wapres Hatta dan PM Natsir menenteramkan pergolakan aspirasi penuntutan propinsi otonomi itu. Kembali kita ke ternpat kediaman Duad Beureueh pada tanggal 27 Januari 1987.

Sepasang mata manusia melihat Daud Beureuh terbatas dalam keadaan terus terbaring. Tidak demikian halnya dengan mata sejarah yang paling kurang menurutkannya dalam Konstatasi singkatnya sebagai pemah menjadi Gubemur Militer Aceh, Langkat dan Tanah Karo, 1947-1950.

Seterusnya beliau Gubemur Aceh periode 1950-1951. Dalam tahun 1953 memimpin pemberontakan DI/TII di Aceh untuk menentang pemerintahan Soekarno.

Kemudian beliau mendapat pengampunan dari Presiden Soekarno di tahun 1962. Pernah jadi anggota Dewan Pertimbangan Agung. Beliau tetap tinggal di Aceh hingga tahun 1978. Lantas dibawa ke Jakarta karena alasan kesehatan. Di tahun 1982 kembali ke Aceh sampai tiba saat Menteri Bustanul Arifin menyampaikan salam Presiden Soeharto kepada beliau.

Kalau kita mulai memantau perjuangan Daud Beureueh di zaman militerisme Jepang, beliau sudah lama sebelum itu memimpin organisasi Persatuan Ulama Seluruh Aceh (PUSA).

PUSA didirikan 14 tahun sebelum fasisme Jepang menduduki Indonesia, yakni pada 5 Mei 1939 atas prakarsa Teungku Abdul Rahman Matang Glumpang dua di Peusangan, Bireun, antara Sigli dan Lhokseumawe bertepatan pada hari Iahir Nabi Muhammad S.A.W. Seluruh ulama di Aceh berkumpul di Gedung Al-Muslim, di kota itu yang mencetuskan lahirnya PUSA dengan ketuanya Daud Beureueh.

Oleh karena beliau bertempat tinggal di Sigli, maka Pengurus Besar PUSA ditempatkan di kota ini memulai perjuangannya.

Tujuan PUSA sebagian besar dipusatkan kepada usaha pendidikan Islam dengan menumbuhkan sekolah agama Islam sebagai jamur di musim hujan, di bawah pengawasan gerakan itu. Berdiri sekolah menengah Normal Islam Institut (NIT) di bawah pimpinan Al Ustaz M. Nur El Ibrahimy, menantu Daud Beureueh.

Selama ini pelajar Aceh tamatan Ibtidaiyah dan Tsanawiyah melanjutkan pelajarannya ke Minangkabau dan pulau Jawa. Para pelajar yang telah tamat NII itulah kemudian menjadi pemimpin perjuangan di Aceh. Sebagian terus menuntut ilmu ke Arab Saudi dan Mesir.

Kongres PUSA pertama dilangsungkan di Sigli pada 20-24 April 1940 yang membentuk Pemuda PUSA di bawah pimpin an Teungku Amir Husin Al Mujahid, dan Barisan Muslimat yang dipimpin Teungku Nyak Asma Daud (isteri Daud Beureueh). PUSA di waktu itu satu-satunya organisasi yang paling terkenal sampai ke Malaya dan menjadi anggota MIAI (Majelis Al Islam Aa’ Ia Indonesia) yang berpusat di Jawa.

Kongres PUSA kedua berlangsung 10 tahun kemudian pada 22 Desember 1950 di Banda Aceh yang menuntut satu propinsi otonomi buat wilayah Aceh. Di zaman Belanda daerah itu dikenal sebagai residens Aceh, dan zaman Jepang tetap mengistimewakannya. Dalam masa memperjuangkan Proklamasi Kemerdekaan RI, Aceh pun mengambil tempat yang istimewa pula.

Sampai waktu daerah-daerah di Indonesia sudah dimasuki penjajahan Belanda, namun di Aceh, Belanda belum berani melakukan pendaratan. Terkenal buat pertama kali Belanda mencoba memaksakan pendaratan di tahun 1873 di pantai sekitar Banda Aceh dalam suatu perang yang diakuinya berat.

Panglima Perang Belanda Jenderal Kohler pada 14 April 1873 ditembak mati di depan Mesjid Raya Baiturrahman di ibu kota itu. Tentara Belanda, angkatan darat dan !aut yang amat besar jumlahnya dikalahkan pasukan Aceh, hingga sisa pasukan Belanda itu pada akhir April 1873 berikutnya mundur dari daratan Aceh dan seluruhnya berlayar pulang ke Batavia (Jakarta).

Kembali pada hasil Kongres PUSA Desember 1950 yang menuntut satu propinsi otonomi bagi Aceh, bukanlah berarti hendak melepaskan diri dan Negara Kesatuan Indonesia, tetapi agar Aceh yang sepanjang zaman bersatu itu, jangan terpecah belah.

Aceh harus tetap tinggal dalam satu darah yang berpusat di Banda Aceh. Kalau Aceh dimasukkan ke dalam Sumatera Utara dengan berpusat di Medan, maka Aceh akan menjadi beberapa kabupaten saja yang tidak bulat ikatannya lagi.

Hal demikian oleh pemerintah pusat dilaksanakannya ialah sesuai dengan dasar­ dasar Negara Kesatuan Indonesia dengan maksud untuk mencapai efisiensi yang setinggi-tingginya, seperti yang dicita-citakan dalam piagarn persetujuan Republik.

Indonesia Serikat (RIS) dan Republik Indonesia (RI) pada tanggal 19 Mei 1950 dengan peraturan nomor 25 tahun 1950 yang menentukan Indonesia dibagi dalarn 10 propinsi, yaitu 3 di Jawa, 3 di Sumatera, 3 di Indonesia Timur dan 1 di Kalimantan.

Keputusan inilah yang disanggah oleh sebagian besar rakyat di Aceh bersama pemerintahnya. Oleh karena kini telah timbul soal-soal yang bertentangan, maka Menteri Dalam Negeri Mr. Assaat Datuk Mudo datang ke Aceh untuk menyelesaikan soal itu. Tetapi Aceh tetap mempertahankan satu propinsi berotonomi. Tegasnya tidak bersedia masuk ke dalam lingkungan pemerintahan daerah Sumatera Utara yang berpusat di Medan.

Assaat Hatta – Natsir

Pada 26 September 1950, pada saat Aceh demikian hangatnya, hingga Mendagri Mr. Assaat, Menteri Keuangan Mr. Sjafruddin Prawiranegara dan rombongan dari Jakarta dan Medan, termasuk anggota parlemen Amelz, M. Nur El lbrahimy berkunjung kepada Gubemur Aceh, Daud Beureueh.

Mendagri menyatakan kedatangannya dan rombongan untuk mendengar dari rakyat Aceh tentang soal-soal yang bersangkutan dengan pembentukan propinsi Sumatera Utara yang memasukkan Daerah Aceh ke dalamnya.

Republik Indonesia telah menyetujui dibagi dalarn 10 propinsi otonomi, yaitu antara lain 3 di Sumatera menurut Undang-Undang no. 22 tahun 1948.

Baru saja Mendagri sehari bertugas di Kementerian Dalam Negeri di Jakarta, datang keinginan rakyat Aceh yang menuntut supaya wilayah Aceh berbentuk satu propinsi dalam Negara Kesatuan.

Mendagri ingin tahu apa alasannya untuk melaksanakan pembentukan propinsi itu. Selanjutnya dikatakannya adalah berat menyimpang dari persetujuan RIS/RI yang dimaksud.

Pendirian Daud keras laksana batu. Antara lain katanya, keburukanlah yang akan timbul apabila hasrat rakyat Aceh tidak mendapat perhatian pemerintah pusat. Beliau pribadi tidak keberatan apabila propinsi Aceh dilebur ke dalarn propinsi Sumatera Utara. Katanya “Tetapi bagi rakyat biasa, sanggupkah menyampaikan itu ke dalam otak mereka. Mereka nanti merasa kami yang menipu, bukan pemerintah pusat.”

 Kemudian pada 27 November 1950 Wakil Presiden Moh. Hatta di sidang DPR Propinsi Aceh mengatakan “Dalam suatu negara yang demokratis, tentu tidak salahnya untuk menyatakan keinginan.

Tapi dalam keadaan sekarang ini baiklah diterima penetapan pemerintah yang telah ada, karena dia masih bersifat sementara. Nanti setelah terbentuk konstituate, bolehlah soal ini diajukan kepada parlemen yang akan datang.

Pada 23-24 Juli 1951 Perdana Menteri Moh. Natsir dan rombongan datang ke Banda Aceh untuk melakukan timbang terima masuknya Aceh ke dalam lingkungan Propinsi Sumatera Utara yang berpusat di Medan.

Melalui RRI Banda Aceh, PM Natsir menyampaikan pidato bersejarah yang dinilai dapat menenterarnkan sanubari rakyat Aceh.

Katanya. “Timbul soal pembahagian daerah-daerah di dalam wilayah-wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Soal baru ini berlainan namanya, akan tetapi sama sulit, dan berkehendak kepada persiapan dan peninjauan yang sempurna.

Saya datang ke sini agar jangan ada perbedaan atau kekeliruan paham yang tidak kita inginkan, dan harus kita singkirkan selekas mungkin. Saya menyatakan penghargaan saya yang besar terhadap saling pengertian yang telah dinyatakan oleh para pemimpin serta alim ulama dari masyarakat yang bertanggungjawab”.

Sumber: PELITA (14/02/1987)

 

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 762-765

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.