MENKOP: MELALUI PENGEMBANGAN INDUSTRI MENGENTAS KEMISKINAN[1]
Beijing, Antara
Menteri Koperasi dan Pembinaan Pengusaha Kecil (Menkop & PPK) Subiakto Tjakrawerdaja mengatakan industri kecil merupakan salah satu cara strategis mengefisienkan produktivitas dan menyerap tenaga kerja.
Dalam taklimat di hadapan para staf KBRI di Beijing hari Senin, menteri menegaskan untuk mengimplementasikan salah satujawaban itu ialah mengembangkan industri kecil, untuk pembangunan ekonomi Indonesia di masa mendatang.
Untuk itulah saya dalam kunjungan ini menyertakan para pejabat terkait untuk memperdalam dan memperluas pengetahuan tentang township industry (industri kecil-menengah) yang mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat di RRC. Pengalaman yang diperoleh di Cina ini nantinya akan diterapkan di Indonesia, yang sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia sendiri, sehingga dapat memacu lebih cepat laju pembangunan di Indonesia, kata Menteri.
Menteri mengutip ucapan Presiden Soeharto, dalam memasuki tahap tinggal landas yang merupakan tahap yang sangat kritis, harus berhasil terlampaui sehingga pembangunan di Indonesia terus berkembang dan dapat sejajar dengan bangsa bangsa lain di dunia.
Oleh karena itu kata kuncinya ialah kita harus memasuki era industrialisasi sehingga Indonesia dapat membangun ekonomi secara efisien dan produktif, katanya. Sementara itu Indonesia masih menghadapi masalah besar yaitu masih adanya 27 juta rakyat Indonesia yang berada di bawah garis kemiskinan, ditambah lagi setiap tahun ada 2,3 juta tenaga kerja yang harus dicarikan pekerjaan, kata Menteri.
“Kita sudah sampai pada kesirnpulan bahwa industri kecillah salah satujawaban strategis untuk mencapai tujuan kembar tadi yaitu efisien produktif dan menyerap tenaga kerja,” kata Menteri Subiakto Tjakrawerdaja.
Peluang di Cina
Dubes RI untuk RRC Abdurrahman Gunadirdja dalam penjelasannya kepada misi dari Indonesia itu mengatakan banyak peluang bagi pengusaha Indonesia untuk menjual hasil produk industrinya. Salah satu contoh, Indonesia bisa menjual crudepalm oil (bahan mentah kelapa sawit) dengan cara membeli atau mendapatkan kredit mesin pengolah minyak sawit dari Cina. Untuk membayarnya Indonesia dapat mengirimkan produk minyak sawitnya ke RRC.
RRC sekarang banyak memerlukan barang-barang dari luar negeri. Semula mereka berusaha memenuhi, tetapi ternyata bahan bakunya tidak mencukupi, kata Dubes.
Misalnya dalam hal kebutuhan pupuk urea, Cina masih mengimpor sebanyak 500.000 ton dari Indonesia setiap tahun. Padahal Cina sendiri memproduksi sembilan juta ton per tahun. Tetapi mereka memerlukan 16 juta ton per tahun, maka Cina terpaksa harus mengimpornya, disamping menggunakan pupuk alam seperti kotoran manusia atau binatang.
Cina sekarang nampaknya bersedia menjadi pasaran dari pabrik-pabrik yang mereka bangun di luar negeri dengan menggunakan mesin buatannya sendiri seperti urea, paneling (alumunium jendela) atau untuk pembungkus rokok. Jadi pengusaha Indonesia yang berusaha patungan dengan Cina tidak perlu kuatir produknya tidak akan laku terjual, karena Cina pasti bersedia membelinya, kata Dubes Gunadirdja. (FAC-KL05/SU05/8:50 PM/EU-09/26/07/9315:20
Sumber: ANTARA (26/07/1993)
___________________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XV (1993), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 509-511