MENLU ALI ALATAS DITERIMA SEKJEN PBB: KUNJUNGAN PRESIDEN KE SARAJEVO SANGAT PENTING DAN TEPAT[1]
Kopenhagen, Suara Pembaruan
Menteri Luar Negeri Ali Alatas mengatakan, kunjungan Presiden Soeharto ke Sarajevo yang direncanakan 13 Maret 1995 sangat penting dan tepat, mengingat makin meningkatnya ketegangan di sana.
“Saya menyinggung sedikit mengenai rencana kunjungan Bapak Presiden ke Zagreb dan Sarajevo yang juga telah diketahui Sekjen PBB,” kata Menlu menjelaskan mengenai kunjungan kehormatannya kepada Selgen PBB, Boutros-Boutros Gali, di Bella Centre Kopenhagen Jumat pagi waktu setempat atau Jumat sore WIB.
Dikatakan, dalam pertemuan itu dilakukan saling menukar pikiran mengenai perkembangan terakhir Bosnia-Herzegovina dan Kroasia. Tidak ada hal baru yang dibicarakan kecuali bahwa kita sama-sama prihatin akan perkembangan akhir-akhir ini di kedua tempat itu, misalnya, dengan meningkatnya ketegangan di Sarajevo, kata Menlu.
Juga dibicarakan mengenai masih belum jelasnya bentuk penyelesaian yang akan dicapai mengenai Bosnia-Herzegovina. Termasuk pula mengenai permasalahan adanya permintaan atau tuntutan dari Presiden Kroasia agar Unprofor pada tanggal 31 Maret 1995 menghentikan operasinya atau keberadaannya di Kraina atau bagian dari Kroasia. Menurut Menlu, dalam kunjungan kehormatan tersebut juga dibicarakan rencana kunjungan Sekjen PBB atas undangan Presiden Soeharto ke Indonesia. Pada hari terakhir kunjungan resminya itu, Boutros-Boutros Ghali akan ikut membuka pertemuan peringatan 40 tahun KAA (Konferensi Asia Afrika) di Bandung tanggal 24 April.
“Beliau mengatakan sangat gembira mengadakan kunjungan tersebut. Dari Indonesia Sekjen PBB akan meneruskan perjalanannya ke Australia dan sudah diatur agar waktunya cocok,”jelasnya.
Dikatakan, acara selengkapnya kunjungan Sekjen PBB ke Indonesia belum rampung. Namun, di samping kunjungan fomal ke Jakarta, juga kemungkinan dia akan ke Yogya dan Bandung untuk mengikuti peringatan KAA, kemudian tanggal 25 April ke Australia .
Penghargaan
Kunjungan kehormatan seperti itu, kata Menlu, merupakan hal yang lazim dilakukan pada kesempatan konperensi-konperensi internasional seperti sekarang ini yang diselenggarakan oleh PBB. Yang pertama dibicarakan tentunya mengenai progress konperensi itu sendiri.
“Sekjen PBB menyampaikan penghargaan tinggi akan kehadiran Presiden Soeharto pada konperensi ini. Seperti dikatakannya, memang telah diusahakan sekuat tenaga agar konperensi ini dapat dihadiri sebanyak mungkin kepala negara dan kepala pemerintahan,” katanya.
Sebaliknya bagi Indonesia, ujar Alatas, khususnya bagi Presiden Soeharto, konperensi Pembangunan Sosial tersebut dianggap sangat penting karena menyentuh hal-hal yang sangat esensial dalam rangka pembangunan nasional.
Presiden Aljazair
Presiden Soeharto Jumat sore waktu Kopenhagen atau tengah malam WIB menerima kunjungan kehormatan Presiden Aljazair Liamine Zeroual di Hotel D’ang leterre, tempat Kepala Negara menginap selama di Kopenhagen. Rencana kunjungan kehormatan tersebut semula tanggal 9 Maret 1995, namun karena Presiden Aljazair tiba terlambat di Kopenhagen, maka pertemuan baru berlangsung keesokan harinya ( 10/3). Mensesneg Moerdiono yang menjelaskan hasil pertemuan mengemukakan, semula kunjungan kehormatan itu dijadwalkan berlangsung setengahjam, namun akhirnya berjalan hingga hampir satujam dan waktu terbanyak digunakan Presiden Aljazair menjelaskan situasi di negaranya. Presiden Aljazair menyatakan rasa gembiranya dapat bertemu dengan Presiden Soeharto dan menekankan bahwa hubungan antara Indonesia dengan Aljazair mempunyai akar dan latar belakang yang dalam. Persaudaraan itu menjadi dasar bagi Aljazair untuk meningkatkan hubungan lagi di waktu yang akan datang. Presiden Aljazair minta pengertian dari Presiden Soeharto mengenai langkah-langkah dan masalah-masalah yang diambil pemerintahnya dewasa ini. Presiden Aljazair menerangkan bahwa negaranya sebetulnya mengalami krisis yang bersifat multi-dimensional. Menurut Moerdiono, Presiden Soeharto menyatakan pemahamannya atas penjelasan Presiden Aljazair dan juga menerangkan bahwa Indonesia pemah mengalami hal-hal yang kurang lebih serupa dengan apa yang dialami oleh Aljazair dewasa ini. (M-5)
Sumber: SUARA PEMBARUAN (11/03/1995)
_____________________
[1] Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari Buku “Presiden Ke II RI Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku XVII (1995), Jakarta: Antara Pustaka Utama, 2008, hal 89-91.