MENMUD SESKAB TTG HASIL TIM KERJA HAK CIPTA
Jakarta, Antara
Undang-undang No. 6 tahun 1982 tentang Hak Cipta perlu disempurnakan antara lain dengan memperberat ancaman pidana bagi para pelanggarnya serta memberi hak kepada pemegang hak cipta yang merasa dirugikan melakukan tuntutan perdata.
Hal itu merupakan sebagian dari pertimbangan tim kerja Keppres no. 34/1986 sebagaimana dilaporkan oleh ketua tim, Menteri Muda/Sekretaris Kabinet Drs. Moerdiono, kepada Presiden Soeharto di kediamannya jalan Cendana Jakarta, Kamis.
Tim juga mempertimbangkan agar kasus pelanggaran terhadap hak cipta dianggap sebagai tindak pidana biasa, sehingga aparat penegak hukum bisa langsung melakukan tindakan atau pencegahan apabila melihat terjadinya pelanggaran hak cipta.
Dalam UU Hak Cipta yang ada sekarang, pelanggaran terhadap hak cipta digolongkan dalam pidana aduan, artinya aparat penegak hukum baru bertindak apabila sudah ada pengaduan dari pihak yang dirugikan.
Pertimbangan lain dari tim yang dibentuk 30 Juli 1986 itu adalah memberlakukan ketentuan agar barang-barang yang dianggap hasil bajakan atau peniruan dimusnahkan saja.
Kepada hakim juga diberi kewenangan untuk menghentikan produksi barangbarang bajakan atau tiruan pada saat perkara diperiksa. Menurut Moerdiono, Presiden menyetujui pertimbangan-pertimbangan tim kerja tersebut.
Tim kerja yang diketuai Moerdiono itu bertugas menyelesaikan permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan UU Hak Cipta dan Merek Perusahaan serta Merek Perdagangan, di samping menyelesaikan penyusunan rancangan undang-undang (RUU) tentang hak patent.
Masalah-masalah yang ditangani tim itu dikenal dengan istilah “intellectual property right “. Moerdiono menegaskan bahwa upaya pemerintah menyempurnakan UU Hak Cipta dan merancang RUU Hak Patent itu sama sekali bukan atas desakan siapapun.
Untuk selanjutnya, kata Moerdiono, tim sedang mempelajari sebaik-baiknya apakah Indonesia akan memasuki konvensi Bern atau UCC (Universal Copyright Convention).
Dari pertemuan-pertemuan terbuka, Menmuda/Seskab mencatat empat kesimpulan.
Pertama, pelanggaran terhadap hak cipta terutama dalam bentuk pembajakan sekarang sudah mencapai tingkat berbahaya dan dapat melemahkan semangat kreativitas.
Kedua, ancaman pidana dalam UU Hak Cipta yang sekarang ada yaitu tiga tahun penjara atau denda maksirnal Rp 5 juta, dianggap terlalu ringan sehingga tidak dapat menjadi penangkal.
Ketiga, belum ada kesamaan pandangan dan sikap di antara aparat penegak hukum dalam menangani masalah itu. Keempat, pemahaman masyarakat terhadap masalah hak cipta dan sejenisnya belum mendalam dan masih perlu ditingkatkan.
Penyempurnaan UU Hak Cipta akan mencakup ruang lingkup berlaku UU tersebut. Tim kerja berpendapat, ruang lingkup perlindungan sebagaimana tercantum dalam UU sekarang tidak realistis.
Dalam UU yang disempurnakan nanti perlindungan hak cipta akan meliputi semua warga negara Indonesia di manapun berada dan warga negara asing yang negaranya mempunyai perjanjian bilateral dengan Indonesia dan WNA itu mengumumkan ciptaannya pertama kali di negeri ini.
Sumber: ANTARA (22/01/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 621-622