MENMUD WARDOYO TENTANG KEMUNDURAN PANEN 1987

MENMUD WARDOYO TENTANG KEMUNDURAN PANEN 1987

Jakarta, Antara

Menteri Muda Wardoyo memperkirakan puncak panen padi mendatang akan lebih lambat dari biasa, akibat kelambatan penanamannya, namun ia yakin hal itu tidak akan mengurangi produksi beras 1988.

“Kemunduran tanam berarti akan ada kemunduran panen, tapi tidak berarti penurunan produksi,” kata Menteri Muda Urusan Peningkatan Produksi Tanaman Pangan kepada wartawan, setelah ia melapor kepada Presiden Soeharto di Bina Graha Jakarta, Kamis.

Ia menjelaskan, kelambatan pelaksanaan penanaman padi itu berkisar antara satu sampai dua bulan terutama di Jawa. Menmuda tidak menjelaskan sebab kelambatan itu, namun diduga hal itu akibat dari terlambatnya hujan pada akhir tahun lalu.

Pihaknya, ujar menteri, telah melakukan upaya pengejaran ketinggalan penanaman tersebut, sehingga dalam Desember lalu realisasi penanaman sudah mendekati rencana. Hanya ketinggalan sekitar 40.000 ha dan diharapkan Januari ini ketinggalan itu sudah terkejar.

Pemerintah berdasarkan SK Menteri Pertanian menargetkan produksi beras tahun 1988 berjumlah 28.372.000 ton atau 4,3 persen lebih tinggi dibanding produksi 1987. Ia menilai peningkatan tersebut cukup besar sehingga upaya mencapainya harus sungguh-sungguh.

Dalam 1988 luas areal Supra Insus akan mencakup 1,15 juta ha, Insus 5,38 juta ha, Inmum 2,4 juta danareal non-intensifikasi hanya enam ribu hektar. Total tanaman padi tahun ini sekitar 9,6 juta ha.

Untuk mencapai produksi tinggi, menurut Menmuda, paket teknologi yang diterapkan dalam Supra Insus dan Insus paket D harus benar-benar dilaksanakan di lapangan.

Presiden memberi petunjuk agar pembenahan KUD didahulukan dan dipercepat, sehingga mampu lebih banyak menyalurkan KUD. Wardoyo juga melaporkan realisasi pencetakan sawah baru, yang semakin lama semakin mengecil pelaksanaannya.

Kalau dalam tahun 1984/85 berhasil dicetak sawah barn 64.700 ha dan tahun berikutnya 45.255 ha, maka dalam tahun 1986/87 hanya tercetak 25.000 ha bahkan dalam 1987/88 baru tujuh ribu ha.

Berdasarkan evaluasi Tim Pengendali Pencetakan Sawah, diketahui bahwa penurunan tersebut diakibatkan menyusutnya jumlah Unit Pelaksana Proyek (UPP) sebagai dampak dari berkurangnya anggaran untuk itu. “Sehingga pembinaan pencetakan berkurang ,” katanya.

Ia mengungkapkan, sebagian petugas UPP yang semula pegawai honorer diangkat menjadi pegawai negeri sebagai Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL) untuk mengamati hama, sehingga tugas pembinaan pencetakan sawah berkurang pula.

Dalam kaitan itu Presiden berpendapat bahwa meskipun petugas UPP sudah beralih menjadi PPL namun hendaknya tugas utama sebagai UPP Pencetakan Sawah tetap dilakukan.

“Jadi walaupun namanya kini PPL tapi tetap melaksanakan tugas UPP,”demikian Wardoyo menjelaskan maksud Presiden.

Kepada Presiden , Wardoyo juga melaporkan tugasnya mendampingi PM Papua Nugini (PNG) Paias Wingti meninjau lembaga penelitian pertanian di Bogor dan Lembang dua hari lalu.

Ia menjelaskan, PNG mengharapkan agar Indonesia bersedia melatih tenaga-tenaga PNG dan ahli-ahli Indonesia dapat diperbantukan di PNG untuk merangsang penelitian pertanian di negara tersebut.

Jakarta, ANTARA

Sumber : ANTARA (21/01/1988)

Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku X (1988), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 238-239.

Kenapa tidak meninggalkan komentar?

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.