MENPEN SIDANG EKUIN TTG HARGA GABAH PALAWIJA
Jakarta, Antara
Pemerintah hari Rabu memutuskan untuk menaikkan harga dasar gabah kering giling, palawija dan pupuk dalam usaha meningkatkan produksi beras Indonesia dan menghadapi musim depan. Keputusan yang diambil dalam Sidang Kabinet Terbatas Ekuin di Bina Graha, Jakarta,yang dipimpin oleh Presiden Soeharto juga dimaksudkan untuk meningkatkan pendapatan petani.
Keputusan tentang kenaikan harga dasar gabah kering mulai berlaku 1 Pebruari 1988, palawija mulai 1 Januari 1988 dan pupuk mulai 8 Oktober 1987 (Karnis).
Menteri Penerangan Harmoko selesai sidang menjelaskan bahwa dengan keputusan tersebut, pembelian gabah kering giling mulai 1 Pebruari 1988dinaikkan dari Rp 197.- per kg menjadi Rp 210.- per kg.
Sedangkan harga dasar palawija mulai 1 Januari 1988 dinaikkan masing-masing jagung kuning dari Rp 110.- menjadi Rp 125,- per kg, kedelai dari Rp 300. menjadi Rp 325.- per kg. dan kacang hijau dari Rp 325.- menjadi Rp 350.- per kg, harga pupuk dinaikkan dari Rp 125.-menjadi Rp 135.- per kg, mulai Kamis.
Menteri Harmoko mengemukakan, dalam menghadapi musim tanam 1987/1988 pemerintah juga mengurangi subsidi pestisida dari 75 persen menjadi 50 persen dari harga jual. Dalam hal ini Menteri memberikan contoh mengenai pestisida jenis gelanol yang harganya Rp 700.-per kg.
Sehubungan dengan pengurangan subsidi tersebut, Presiden Soeharto menganjurkan kepada para petani untuk menggunakan pestisida yang dibuat dengan bahan baku dalam negeri.
Mengenai bidang pertanian dalam sidang dilaporkan realisasi intensiftkasi padi untuk musim tanam 1987 yang dimulai bulan April hingga sampai 30 September mencapai 92,33 dari rencana semusim atau meliputi 2,86 juta ha.
Dalam sidang dilaporkan pula mengenai peningkatan produksi peternakan yang menyangkut usaha peningkatan potensi perunggasan yang dikaitkan dengan ekspor telur.
Potensi perunggasan dinilai cukup mantap baik untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri maupun untuk mengisi pasaran intemasional yang terlihat dari perkembangan populasi ayam petelur.
Sebagai perbandin gan dalam tahun 1983sebanyak delapan juta ekor kini meningkat 43 juta ekor.
Untuk ayam pedagang tahun 1983 berjumlah 88 juta ekor sekarang 250 juta ekor. Yang menggembirakan perkembangan populasi ini berada ditangan para peternak yaitu petani petemak usaha keluarga. Hal ini terjadi berkat adanya Kepres No. 50/ 1981 yang dilaksanakan dengan Pola PIR Perunggasan.
Potensi ekspor bidang perunggasan sejak dua tahun teakhir ini berjumlah 200.000 DOC (ayam berumur sehari) ke Malaysia dan Singapura. Ekspor perdana 40 ton telur ke Singapura dan Hongkong.
Harmoko mengemukakan berdasarkan basil sidang Dewan Kopi Intemasional (ICO International Coffee Organisation) ditetapkan kwota global 58 juta karung atau sekitar 3,48 juta ton yang mulai berlaku 6 Oktober 1987. Dalam hal ini Indonesia mendapat kwota dasar 4,75 persen untuk tahun 1987/1988 dan akan menjadi 5,21 persen tahun 1988/1989.
Sumber: ANTARA ( 07/10/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku "Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita", Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 550-551