MENPEN SIDANG KABINET TERBATAS EKUIN 1987
Jakarta, Antara
Nilai ekspor komoditi nonmigas Indonesia dalam bulan Agustus lalu mencapai 804,5 juta dolar atau 47 persen dari pada ekspor bulan itu yang berjumlah 1665,7 juta dolar, suatu prestasi ekspor nonmigas yang belum pernah tercapai sebelurnnya.
Menpen Harmoko ketika menjelaskan hasil sidang kabinet terbatas bidang Ekuin yang dipimpin Presiden Soeharto di Bina Graha Jakarta Kamis siang, menjelaskan bahwa peningkatan ekspor nonmigas ini terutama dari sektor industri, termasuk industri kecil.
Neraca perdagangan Indonesia pada Agustus lalu mengalarni surplus 684 juta dolar dari selisih antara nilai ekspor 1.665,7 juta dolar AS dengan nilai impor 981,7 juta dolar.
Sebelumnya, nilai ekspor nonmigas rata-rata hanya sekitar 500 juta dolar perbulan, misalnya pada April nilainya baru 502 juta dolar dan pada Mei 599 juta dolar.
Harmoko mengemukakan beberapa contoh pesatnya ekspor hasil industri kecil dan menengah antara lain ekspor margarin meningkat 9075 persen, juice 760 persen, sabun mandi 199 persen, kantong plastik 226 persen, sepatu karet dan sandal 126 persen, ekspor ban luar sepeda 193 persen.
Ekspor paku kertas budaya dan furniture juga meningkat pesat misalnya furniture dari 1,9 juta dolar kini meningkat menjadi 5,5 juta dolar.
“Itu semua merupakan hasil dari tindakan deregulasi dan debirokratisasi yang dijalankan oleh pemerintah selama ini serta hasil dari pencipataan iklim usaha yang merangsang ekspor nonmigas.” Ia menegaskan bawa usaha-usaha deregulasi akan terus dilanjutkan.
Dalam kaitan itu, Presiden pada sidang yang berlangsung 3,5 jam itu, memberikan petunjuk supaya ekspor nonmigas terus ditingkatkan dengan memperkokoh jalur-jalur ekspor tersebut.
Pemerintah, kata Harmoko, mengharapkan nilai ekspor nonmigas dapat mendapai 50 persen dari seluruh ekspor Indonesia. Dalam sidang itu dilaporkan jumlah uang beredar pada Agustus Rp 11.565 miliar dan laju inflasi pada bulan Oktober tercatat 1,37 persen.
Bila dihitung dalam tahun anggaran maka laju inflasi 5,25 persen dan secara tahun 6,78 persen.
Presiden Soeharto dalam sidang itu mengharuskan kepada para menteri agar memperhatikan secara seksama akibat-akibat dari kemarau panjang sekarang ini, meskipun dilaporkan produksi pangan tidak akan terganggu.
Presiden menekankan agar persediaan pangan diperhatikan terutama di setiap sentra petani supaya kebutuhan para petani dapat dipenuhi.
Diingatkan bahwa dengan adanya kemarau panjang musim tanam mendatang mungkin akan mengalami pengunduran dengan demikian kebutuhan petani harus lebih diperhatikan.
Kepala Negara memberi petunjuk agar kegiatan proyek padat karya dikembangkan dalam upaya memberikan pendapatan tambahan kepada para petani.
Kegiatan kredit candak kulak dipedesaan juga perlu digalakkan. Harmoko menjelaskan puncak musim panen sekarang ini mungkin akan berlangsung pada Maret dan April tahun depan.
Sumber: ANTARA (05/11/1987)
Dikutip sesuai tulisan dan ejaan aslinya dari buku “Presiden RI Ke II Jenderal Besar HM Soeharto dalam Berita”, Buku IX (1987), Jakarta : Antara Pustaka Utama, 2008, hal. 572-573